Breaking News

Pengaruh Pemberian Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Serta Pupuk Anorganik Terhadap Kesuburan Tanah Tanaman Kentang

Percobaan ini dilaksanakan di Dusun Sumber Brantas Kelurahan Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu.  Ketinggian tempat kurang lebih 1650 di atas permukaan laut, suhu rata-rata 20oC, dengan jenis tanah Andisol.  Percobaan  berlangsung pada saat umbi ditanam tanggal 9 April 2003 dan dipanen tanggal 23 Juli 2003.
Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).  Perlakuan yang diberikan meliputi : Jenis pupuk dan dosis pupuk.  Untuk jenis pupuk terdiri dari : Pupuk anorganik, Pupuk kotoran ayam, Biomas Thitonia, Biomas Calopogonium.  Sedangkan untuk dosis pupuk dihitung berdasarkan kebutuhan N untuk tanaman kentang dan kandungan N pada masing-masing bahan organik yang digunakan.  Pada percobaan ini dosis N yang digunakan adalah D1 = 60 kg N/ha, D2 = 120 kg N/ha dan D3 = 250 kg N/ha.  Sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk N, P, K yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran ( 120 kg N/ha, 165 kg P2O5/ha, 120 kg  K2O/ha ). Jumlah  perlakuan ada 10 yang masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 unit percobaan.
Pengamatan pada tanah untuk mengetahui pengaruh nutrisi pupuk yang diberikan,  meliputi :
Analisa Tanah.  Analisa Tanah dilakukan sebelum panen (umur 45 hst) , pertengahan panen (umur 75 hst) dan  sesudah panen (umur 105 hst) meliputi peubah : pH tanah, C organik, Kandungan Nitrogen ( N total), C/N rasio, P tersedia, K tersedia,  dan KTK.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian: pH Tanah              

Hasil analisis terhadap pH tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 120 kg N/ha memberikan nilai pH tanah tertinggi pada umur 105 hari setelah tanam  dibandingkan dengan berbagai perlakuan lainnya, seperti yang disajikan pada Tabel 10. 


Tabel 10.  pH Tanah pada awal pertumbuhan dan akhir pertumbuhan

Perlakuan
pH Tanah
     45 hst            105 hst      
Pupuk Anorganik
     6,06 (S)         6,07 (S)        
PK Ayam setara 60 kg N/ha
     6,41 (S)         6,35 (S)        
PK Ayam setara 120 kg N/ha
     6,34 (S)         6,41 (S)       
PK Ayam setara 250 kg N/ha
     6,34 (S)         6,24 (S)       
Tithonia setara 60 kg N/ha
     6,45 (S)         6,31 (S)          
Tithonia setara 120 kg N/ha
     6,38 (S)         6,29 (S)       
Tithonia setara 250 kg N/ha
     6,32 (S)         6,09 (S)        
Calopogonium setara 60 kg N/ha
     6,33 (S)         6,34 (S)       
Calopogonium setara 120 kg N/ha
     6,28 (S)         6,09 (S)         
Calopogonium setara 250 kg N/ha
     6,30 (S)         5,98 (S)         
                     Keterangan :  kategori  Sedang (S)  = 5,5 – 6,5


C–Organik dan N–Total Tanah
Hasil analisis terhadap C – Organik tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 120 kg N/ha memberikan nilai tertinggi pada C-Organik pada umur 105 hari setelah tanam dibandingkan dengan berbagai perlakuan lainnya, pada N – Total nilai tertingggi yang dihasilkan pada umur 105 hari setelah tanam pada perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis setara 60 kg N/ha meskipun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, seperti yang disajikan pada Tabel 11.

C/N Rasio dan P2O5 Tanah
Hasil analisis terhadap C/N Rasio tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 120 kg N/ha memberikan nilai tertinggi pada C/N Rasio pada umur 105 hari setelah tanam dibandingkan dengan berbagai perlakuan lainnya, pada P2O5 tanah nilai tertingggi yang dihasilkan pada umur 105 hari setelah tanam pada perlakuan pupuk biomas Calopogonium dengan dosis setara 120 kg N/ha, seperti yang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 11.  C – Organik dan N – Total  pada awal pertumbuhan dan akhir pertumbuhan

Perlakuan
C – Organik Tanah (%)
     45 hst           105 hst   
N - Total Tanah (%)
    45 hst           105 hst  
Pupuk Anorganik
     4,61 (t)        2,59 (S)    
    0,22 (S)        0,21 (S)        
PK Ayam setara 60 kg N/ha
     5,71 (St)      2,91 (S)
    0,36 (S)        0,25 (S)     
PK Ayam setara 120 kg N/ha
     4,80 (t)        3,37  (t)    
    0,34 (S)        0,21 (S) 
PK Ayam setara 250 kg N/ha
     4,75 (t)        2,96  (S)
    0,36 (S)        0,22 (S)   
Tithonia setara 60 kg N/ha
     4,49 (t)        3,09  (t) 
    0,34 (S)        0,22 (S)   
Tithonia setara 120 kg N/ha
     4,70 (t)        2,85  (S)
    0,35 (S)        0,21 (S)   
Tithonia setara 250 kg N/ha
     4,60 (t)        2,82  (S)
    0,38 (S)        0,22 (S) 
Calopogonium setara 60 kg N/ha
     5,08 (t)        2,45  (S)  
    0,35 (S)        0,19 (r)  
Calopogonium setara 120 kg N/ha
     5,14 (St)      2,76  (S)  
    0,37 (S)        0,22 (S)  
Calopogonium setara 250 kg N/ha
     4,87 (t)        3,10   (t)
    0,38 (S)        0,21 (S)    
Keterangan :   kategori   Rendah (r) 0,1 – 0,2   Sedang (S) 2,1% – 3,0 % ; Tinggi (t) 3,1% – 5,0 % ; Sangat Tinggi (St) > 5,0



Tabel 12.  C/N Rasio dan P2O5 Tanah pada awal pertumbuhan dan akhir pertumbuhan

Perlakuan
C/N Rasio Tanah
     45 hst          105 hst    
P2O5 Tanah (ppm)
     45 hst            105 hst 
Pupuk Anorganik
    20,94 (t)      12,08 (S)           
    30,03 (S)      29,73 (S)   
PK Ayam setara 60 kg N/ha
    14,33 (S)     11,62 (S)     
    38,75 (S)      30,40 (S)  
PK Ayam setara 120 kg N/ha
    14,09 (S)     15,97 (S)     
    42,55 (t)       36,93 (S)
PK Ayam setara 250 kg N/ha
    13,20 (S)     13,37 (S)   
    38,35 (S)      33,90 (S)    
Tithonia setara 60 kg N/ha
    13,17 (S)     13,82 (S)    
    34,80 (S)      32,50 (S)   
Tithonia setara 120 kg N/ha
    13,27 (S)     13,28 (S) 
    54,80 (t)       37,73 (S)   
Tithonia setara 250 kg N/ha
    12,08 (S)      12,80 (S)     
    60,40 (t)       46,83 (t)   
Calopogonium setara 60 kg N/ha
    14,51 (S)      12,65 (S)   
    58,75 (t)       50,80 (t)    
Calopogonium setara 120 kg N/ha
    13,89 (S)      12,60 (S)   
    65,05 (St)     51,50 (t)
Calopogonium setara 250 kg N/ha
    12,81 (S)      14,52 (S) 
    59,75 (t)       40,53 (S)  

Keterangan :  kategori  Sedang (sdg) 11 – 15 ,  Tinggi 16 – 25 ; (S) 21 – 40 Tinggi (t) 41 - 60, Sangat tinggi (St) > 60


K2O dan KTK Tanah
Hasil analisis terhadap K2O  tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 250 kg N/ha memberikan nilai tertinggi pada K2O pada umur 105 hari setelah tanam dibandingkan dengan berbagai perlakuan lainnya, pada KTK tanah nilai tertingggi yang dihasilkan pada umur 105 hari setelah tanam pada perlakuan pupuk Anorganik dengan dosis setara 120 kg N/ha, seperti yang disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13.  K2O dan KTK Tanah pada awal pertumbuhan dan akhir pertumbuhan

Perlakuan
K2O Tanah (ppm)
45 hst    105 hst     Kategori
KTK Tanah (C mol/kg)
    45 hst           105 hst   
Pupuk Anorganik
0,42 (Sr)        0,68 (Sr)          
    32,91 (t)       54,64 (St)      
PK Ayam setara 60 kg N/ha
0,45 (Sr)        0,66 (Sr)           
    37,61 (t)       39,32 (t)   
PK Ayam setara 120 kg N/ha
0,47 (Sr)        0,73 (Sr)         
    32,57 (t)        27,81 (t)       
PK Ayam setara 250 kg N/ha
0,41 (Sr)        0,80 (Sr)         
    31,23 (t)       41,07 (St)      
Tithonia setara 60 kg N/ha
0,32 (Sr)        0,33 (Sr)          
    33,25 (t)        38,85 (t)       
Tithonia setara 120 kg N/ha
0,36 (Sr)        0,44 (Sr)           
    35,93 (t)        38,46 (t)      
Tithonia setara 250 kg N/ha
0,35 (Sr)        0,48 (Sr)         
    29,92 (t)        37,89 (t)       
Calopogonium setara 60 kg N/ha
0,51 (Sr)        0,48 (Sr)           
    31,90 (t)        38,84 (t)       
Calopogonium setara 120 kg N/ha
0,51 (Sr)        0,44 (Sr)           
    30,89 (t)        38,61 (t)       
Calopogonium setara 250 kg N/ha
0,46 (Sr)        0,49 (Sr)         
    31,57 (t)        37,97 (t)     
Keterangan :   kategori   Sangat rendah (Sr) < 10 ;  Tinggi (t) 25 - 40 , Sangat Tinggi (St) > 40


Pembahasan Umum: Pengaruh pupuk anorganik dan pupuk organik terhadap kesuburan tanah

                Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara dan substrat bagi mikrobia tanah.  Bahan organik tanah merupakan bahan penting untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi.  Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kandungan bahan organik untuk menjaga produktivitas tanah mineral masam di daerah tropis perlu dilakukan (Sanches, 1992).
Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang yang secara terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh proses fisika, kimia dan biologi.  Bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein kasar, selulose, hemiselulose, lignin dan lemak. Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan mendorong perkembangan populasi mikro organisme tanah.  Bahan organik secara fisik mendorong granulasi, mengurangi plastisitas dan meningkatkan daya pegang air (Brady, 1990).
                Apabila tidak ada masukan bahan organik ke dalam tanah akan terjadi masalah pencucian sekaligus kelambatan penyediaan hara.  Pada kondisi seperti ini penyediaan hara hanya terjadi dari mineralisasi bahan organik yang masih terdapat dalam tanah, sehingga mengakibatkan cadangan total C tanah semakin berkurang (Hairiah, 1999).
                Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa penambahan berbagai jenis bahan organik pada tanaman kentang memberikan pengaruh terhadap peningkatan pH, C organik, N total, C/N rasio, P2O5 , K2O dan KTK tanah.  Dimana setiap jenis bahan organik yang diberikan menunjukkan nilai yang bervariasi terhadap masing-masing peubah tanah yang diamati (lampiran 34 – 40).
                Peningkatan pH disebabkan adanya proses dekomposisi dari berbagai jenis bahan organik yang diberikan.  Hasil perombakan tersebut akan menghasilkan kation-kation basa yang mampu meningkatkan pH.  Soepardi  (1983) menyatakan bahwa hasil akhir sederhana dari perombakan bahan organik antara lain kation-kation basa seperti Ca, Mg, K dan Na.  Pelepasan kation-kation basa ke dalam larutan tanah akan menyebabkan tanah jenuh dengan kation-kation tersebut dan pada  akhirnya akan meningkatkan pH tanah.  Selanjutnya  Richie (1989) menyatakan bahwa peningkatan pH akibat penambahan bahan organik karena proses mineralisasi dari anion organik menjadi CO2 dan H2O atau karena sifat alkalin dari bahan organik tersebut.  Jadi dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat meningkatan pH tanah namun besarnya peningkatan tersebut sangat tergantung dari kualitas bahan organik yang dipergunakan.
                Perbedaan dalam kecepatan proses dekomposisi dan mineralisasi dari masing-masing jenis bahan organik tersebut pada akhirnya berkorelasi dengan sumbangan C dan N ke dalam tanah, meskipun dari semua jenis bahan organik yang digunakan termasuk  dalam bahan organik yang berkualitas tinggi atau berkategori labil dimana paruh waktu (turn over) berkisar 0,1 – 0,05 tahun.
                Dari hasil analisis tanah  berbagai jenis bahan organik menunjukkan nilai kontribusi berbagai unsur hara  ke dalam tanah yang tidak berbeda  jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik.  Menurut Hairiah et al., (2000), kecepatan pelapukan bahan organik tergantung perbandingan carbon dan nitrogen dari bahan tersebut.  Bahan yang memiliki C : N rasio kecil akan mengalami proses pelapukan yang lebih cepat bila dibanding bahan organik yang memiliki C : N rasio lebih besar.  Kualitas bahan organik berkaitan dengan penyediaan unsur N, ditentukan oleh besarnya kandungan N.  Bahan organik dikatakan berkualitas tinggi bila kandungan N tinggi, konsentrasi lignin dan polifenolnya rendah.
                Hasil penelitian Pratikno (2001) bahwa kecepatan dekomposisi bahan organik berkorelasi sangat nyata dengan kandungan C organik.  Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan C organik pada bahan organik akan menurunkan kecepatan dekomposisi.  Bahan organik dengan kandungan C organik tinggi menunjukkan banyaknya fraksi tahan lapuk dalam pangkasan.
Dari hasil penelitian juga terlihat bahwa pelepasan N oleh berbagai jenis bahan organik yang diberikan, berdampak pada peningkatan kandungan N tanah jika dibandingkan dengan kontrol selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meskipun peningkatan tersebut dalam jumlah yang tidak terlalu besar.  Pada kandungan P2O5 juga terjadi peningkatan dari berbagai masukan bahan organik yang diberikan.
Evenson (1982) mengatakan bahwa mekanisme peningkatan dari berbagai P tersedia dari masukan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi P sehingga akan melepaskan P anorganik kedalam tanah.  Selain itu, penambahan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan aktivitas mikrobia tanah, menurut Palm, Myers dan Nandwan (1997) menyatakan bahwa mikrobia akan menghasilkan enzim fosfatase yang merupakan senyawa perombak P-organik menjadi P-anorganik.  Enzim fosfatase selain dapat menguraikan P dari bahan organik yang ditambahkan, juga dapat menguraikan P dari bahan organik tanah.   Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah populasi mikroorganisme tersebut, sehingga membantu dalam pengikatan partikel-partikel tanah yang sangat membantu dalam peningkatan kesuburan tanah. 
Duxbury, Smith dan Doran (1989) mengemukakan bahwa dekomposisi bahan organik juga menghasilkan residu yang berupa humus dimana fraksi koloid organik yang mampu menggabungkan mineral-mineral tanah menjadi agregat, di mana bahan organik memiliki daya jerap kation yang lebih daripada koloid liat, sehingga penambahan bahan organik pada tanah akan meningkatkan nilai KTKnya. 


KESIMPULAN

Nilai unsur N yang tertinggal didalam tanah dengan dosis setara 120 kg N/ha dari jenis PK Ayam, biomas Tithonia dan biomas Calopogonium  memiliki nilai yang sama dengan unsur  N dari pupuk Anorganik sebesar 0,21 %, pada unsur P2O5 nilai tertinggi dihasilkan pada biomas Calopogonium 51,50 ppm > biomas Tithonia 37,73 ppm > PK Ayam 36,93 ppm > pupuk Anorganik 29,73 ppm.  Pada unsur K2O nilai tertinggi dihasilkan pada PK Ayam 0,73 ppm > pupuk Anorganik 0,68 ppm > biomas Calopogonium 0,44 ppm =  biomas Tithonia 0,44 ppm.



DAFTAR PUSTAKA


Brady, N.C.  1990.  The Natural and Properties Soils.  Macmillan Publishing Company. New York.
Duxbury, J. M., M.S. Smith and J.W. Doran.  1989.  Soil Organic Matter as a Source and a Sink of Plant Nutrient.  In Dynamic of Soil Organic Matter in Tropica Ekosystem.  Dept. of Agro and Soil Sci. Univ. of Hawaii.
Evenson, F. J. 1982.  Humus Chemestry.  John Wiley and Sons. New York.
Hairiah, K.  1999.  Dinamika C Dalam Tanah. Diktat Kuliah Kesuburan Tanah Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang.
Hairiah, K., Widianto, Noordwijk, Cadisch, G.  2000.  Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.
Hairiah, K., Kasniari, D. N., Van Noordwijk, M. dde Foresta, H. and Syekhfani.  1996.  Litterfall, Above and Bellowground Biomass and Soil, Properties During the first Year of Chromolaena odorata fallow.  Agrivita.  XIX.
Palm, A. C., R.J.K. Myers and S.M. Nandwa.  1997.  Combined use organic and inorganic nutrient source for soil fertility maintenance and replenisment. Am. Soc. Of Agronomy and Soil Sci. of America.
Pratikno, H. 2001.  Studi Pemanfaatan Berbagai Biomasa Flora untuk Peningkatan Ketersediaan P dan Bahan Organik Tanah Berkapur di DAS Brantas Malang Selatan.  Program PascaSarjana Universitas Brawijaya,  Malang.
Richie, G.S.P.  1989.  The Chemical behaviour of Aluminium, Hydrogen and Manganese in acid soils in soil acidity and plant growth. Ed. Robson. A.D, Soil Science and Plant Growth.  Soil Science and Plant Nutrition. School of Agricultural the University of Western. Australia.

No comments