Breaking News

Pengamatan Kalsium Oksalat pada Organ Hepar dan Ginjal Mencit

Berdasarkan data hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tidak terdapat adanya kalsium oksalat pada organ hepar dan ginjal dari mencit kontrol. Pada mencit dengan perlakuan penyondean dengan bayam hijau pada dosis 35 mg/kgBB ditemukan adanya penumpukan kristal kalsium oksalat, yaitu pada organ ginjal sebanyak 6 buah dengan bentuk batang, prisma dan drusen; sedangkan pada organ hepar hanya ditemukan 1 buah kristal kalsium oksalat dengan bentuk rafida. Pada mencit dengan perlakuan penyondean dengan bayam merah pada dosis 35 mg/kgBB ditemukan adanya penumpukan kristal kalsium oksalat, yaitu pada organ ginjal sebanyak 2 buah dengan bentuk jarum; sedangkan pada organ hepar ditemukan 3 buah kristal kalsium oksalat dengan bentuk prisma dan rafida. Pada mencit dengan perlakuan penyondean dengan bayam hijau pada dosis 40 mg/kgBB ditemukan adanya penumpukan kistal kalsium oksalat, yaitu pada organ ginjal sebanyak 5 buah dengan bentuk bintang; sedangkan pada organ hepar tidak ditemukan adanya penumpukan kristal kalsium oksalat. Pada mencit dengan perlakuan penyondean dengan bayam merah pada dosis 40 mg/kgBB ditemukan adanya penumpukan kristal kalsium oksalat, yaitu pada organ ginjal sebanyak 1 buah dengan bentuk prisma,; sedangkan pada organ hepar hanya ditemukan 1 buah kristal kalsium oksalat dengan bentuk prisma.
Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya terdiri dari dua atom C pada masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih besar daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi (K1) = 6,24.10­­­­-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi asam oksalat yang terionisasi menurun (Montgomery, 1993).
        Asam oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10o C) dan larut dalam alkohol. Asam oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (NaK), yang larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut asam oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium. Asam oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat (Montgomery, 1993).
Asam oksalat dapat ditemukan dalam bentuk bebas ataupun dalam bentuk garam. Bentuk yang lebih banyak ditemukan adalah bentuk garam. Kedua bentuk asam oksalat tersebut terdapat baik dalam bahan nabati maupun hewani. Jumlah asam oksalat dalam tanaman lebih besar daripada hewan. Diantara tanaman yang digunakan untuk nutrisi manusia dan hewan, atau tanaman yang ditemukan dalam makanan hewan; yang paling banyak mengandung oksalat adalah spesies Spinacia, Beta, Atriplex, Rheum, Rumex, Portulaca, Tetragonia, Amarantus, Musa parasisiaca. Daun teh, daun kelembak dan kakao juga mengandung oksalat cukup banyak. Demikian juga beberapa spesies mushrooms dan jamur (Asperegillus niger, Baletus sulfurous, Mucor, Sclerotinia dan sebagainya.) menghasilkan asam oksalat dalam jumlah banyak (lebih dari 4-5 gram untuk setiap 100 gram berat kering), baik dalam bentuk penanaman terisolasi dan dalam bahan makanan atau makanan ternak (Nuansa Persada Online, 2008).
Asam oksalat bersama-sama dengan kalsium dalam tubuh manusia membentuk senyawa yang tak larut dan tak dapat diserap tubuh, hal ini tak hanya mencegah penggunaan kalsium yang juga terdapat dalam produk-produk yang mengandung oksalat, tetapi menurunkan CDU dari kalsium yang diberikan oleh bahan pangan lain. Hal tersebut menekan mineralisasi kerangka dan mengurangi pertambahan berat badan. Asam oksalat dan garamnya yang larut air dapat membahayakan, karena senyawa tersebut bersifat toksis. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal kram, dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya pembuluh darah inilah yang dapat menyebabkan kematian (Rahma, 2007).
Kristal kalsium oksalat terdapat di dalam sayuran. Zat ini dapat mempengaruhi rasa pada sayuran, misalnya rafida dapat menyebabkan rasa gatal. Pada penderita penyakit tertentu dianjurkan untuk megurangi konsumsi sayuran yang mengandung kalsium oksalat dengan kerapatan tinggi kerena kemungkinan akan menyebabkan kambuhnya penyakit. Bentuk kristal yang didapat pada umumnya bentuk roset seperti pada daun pepaya, bayam, kangkung, singkong, belinjo, ketela rambat, kelor, katu, kenikir; kristal bentuk prisma terdapat pada lembayung dan selada; sedangkan bentuk jarum pada sembukan; sawi putih dan sawi hijau tidak mengandung kristal kalsium oksalat. Kerapatan kalsium oksalat yang paling tinggi ditemukan pada daun pepaya disusul lembayung, bayam, singkong, kangkung sembukan, katu, beluntas, ketela rambat, kenikir, kemangi, kelor daun selada (Nuansa Persada Online, 2008).
Kalsium oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya terdiri dari dua atom C pada masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak gugus karboksilat yang berdekatan, kalsium oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih besar daripada asam-asam organik lain. Besarnya konstanta disosiasi (K1) = 6,24.10­­­­-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan kalsium oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi kalsium oksalat yang terionisasi menurun. Kalsium oksalat dalam keadaan murni berupa senyawa kristal, larut dalam air (8% pada 10o C) dan larut dalam alkohol. Kalsium oksalat membentuk garam netral dengan logam alkali (NaK), yang larut dalam air (5-25 %), sementara itu dengan logam dari alkali tanah, termasuk Mg atau dengan logam berat, mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air. Jadi kalsium oksalat secara praktis tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut kalsium oksalat digunakan untuk menentukan jumlah kalsium, kalsium oksalat ini terionisasi dalam media asam kuat (Nuansa Persada Online, 2008).
Urolithiasis adalah suatu kedaruratan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanging wanita dengan perbandingan 3:1 dalam usia 30-60 tahun. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.Vesikolithiasis (batu kandung kemih) adalah terdapatnya batu di kandung kemih.Vesikolithiasis mengacu pada adanya batu/kalkuli dalam vesika urinaria. Batu dibentuk dalam saluran perkemihan (vesika urinaria) ketika kepekatan urine terhadap substansi, yaitu kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat mengalami peningkatan.Batu perkemihan (urolithiasis) dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tapi yang paling sering ditemukan di dalam ginjal (nephrollihiasis). Kira-kira satu pertiga dari individu yang menderita pada saluran kemih atas akan mengalami pengangkatan ginjal (Hana, 2006).
Benda ergastik merupakan hasil metabolisme tumbuhan yang tidak terpakai atau cadangan makanan. Zat ergastik mencakup pati, benda ergastik yang mengandung protein, misalnya: badan aleuron dan badan lipid, dan berbagai macam kristal. Kristal dalam berbagai bentuk ditemukan pada sel tumbuhan. Seringkali ditemukan dalam bentuk kalsium oksalat, dan jarang ditemukan dalam bentuk kalsium karbonat atau kalsium malat. Berdasarkan bentuknya kristal dibagi menjadi: drusen, sferit, pasir, jarum, bintang, rafida, stiloid dan prisma. Kristal ini dibentuk dalam vakuola. Persebaran kristal dalam tubuh tumbuhan tidak aackmelainkan di daerah khusus, misalnya hipodermis, dekat ikatan pembuluh, dan biasa tersusun dalam dalam deret memanjang (Hidayat, 1995).

No comments