Breaking News

ANDROGENESIS IKAN MAS

Keberhasilan budidaya ikan mas, terutama pada tahap pembesaran salah satunya ditentukan oleh kualitas benih. Karena benih tersebut dapat hidup dengan baik, tumbuh dengan cepat, serta tahan terhadap perubahan lingkungan dan serangan penyakit. Namun benih ikan mas yang berkualitas baik, sulit ditemukan di Indonesia. Karena kualitas induk sudah jauh menurun dibandingkan dua puluh tahun yang lalu.
Karena itu genetik pada ikan mas sekarang harus dikembalikan. Salah satu cara perbaikan genetik adalah dengan pemurnian induk. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan persilangan-persilangan dalam (in breeding). Namun cara ini membutuhkan lebih dari enam generasi. Satu generasi membutuhkan waktu 2 tahun, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan induk. Jadi cara ini membutuhkan waktu selama 12 tahun.
Cara yang praktis adalah dengan melalukan ginogenesis. Dengan cara ini waktu pemurnian induk bisa diperpendek menjadi enam tahun. Cara praktis lainnya adalah dengan androgenesis, yaitu suatu teknologi yang memanfaatkan sifat-sifat genetik ikan dengan menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi. Teknik ini memberikan kemungkinan untuk mempercepat waktu pemurnian dalam seleksi ikan. Androgenesis dapat dilakukan dengan memanipulasi beberapa proses pembuahan yaitu membuat agar material genetik gamet betina menjadi tidak aktif dan mengupayakan supaya terjadi diploisasi (NAGY dkk., 1978).
Material genetik gamet betina dapat dibuat tidak aktif dengan radiasi sinar gamma, sinar-x atau sinar ultra violet (PURDON, 1983). Dewasa ini sinar ultra violet lebih banyak digunakan karena lebih praktis dan lebih aman. Radiasi sinar ultra violoet dapat menyebabkan rusaknya kromosom. Berdasarkan penelitian adrogenesis yang dilakukan ARIFIN (1994) diperoleh hasil, bahwa radiasi dengan menggunakan dua buah lampu TUV 15 wat berjarak 30 cm dari telur selama 3 – 5 menit telah mampu me-non-aktikan material gamet betina.
Pemberian kejutan dilakukan untuk mempertahankan diploiditas embrio pada tahap awal perkembangannya. Diploidisasi dapat dilakukan dengan cara menghambat pembelahan mitosis I (CHOURROUT, 1984). Derajat homozigositas yang tinggi dapat dicapai dengan kejutan pada pembelahan mitosis I (NAGY 1986 dalam SULARTO dkk., 1992), karena pada pembelahan mitosis pasangan kromosom yang dihasilkan bersifat identik yang berasal dari genom haploid paternal yang membelah menjadi dua (PENMAN, 1993). Tanpa proses diploidisasi embrio yang dihasilkan pada pembuahan sel telur non-aktif akan bersifat haploid yang berkarakter abnormal.
Jenis kejutan yang dapat dilakukan antara lain kejutan suhu (panas dan dingin), kejutan tekanan, kejutan dengan menggunakan bahan kimia dan kejutan listrik. Kejutan suhu merupakan salah satu metode yang banyak dilakukan karena mudah diterapkan (CARMAN, 1990). ARAI dan WILKINS (1987) menjelaskan bahwa penggunakaan kejutan suhu ternyata lebih mudah dibandingkan dengan kejutan tekanan. PURDON dan LINCOLN (1973) menyatakan bahwa kejutan panas telah umum dilakukan untuk menduplikasi seperangkat kromosom.
Pada penelitian androgenesis ikan mas yang dilakukan EDDY (1994), didapat hasil, bahwa lama waktu kejutan panas yang dilakukan 40 menit setelah pembuahan pada suhu 40 O C yang terbaik adalah dua menit. Penelitian pada ginogenesis ikan mas menunjukan benih homozigot diploid yang dihasilkan tertinggi oleh kejutan panas 36 – 37 menit setelah pembuahan (GUSTIANTO danDHARMA, 1991). SUMANTADINATA (1998), menyatakan bahwa umumnya waktu awal kejutan panas yang menekan saat pembelahan mitosis I pada ginogenesis adalah 40 dapat dilakukan selama 1,5 – 2,0 menit.
Penelitian ginogenesis ikan mas dengan menggunakan induk jantan ikan tawes berhasil memproduksi benih ginogenetik, dengan kejutan panas pada suhu 40 O C setelah 40 menit inkubasi (PRIHADY dan SUBAGYO, 1992). Menurut SULARTO dkk (1992), produksi ginigenetik nikan mas tertinggi diperoleh dengan pemberian kejutan panas selama satu menit pada saat 40 menit setelah pembuayhan.
Menurut SUMANTADINATA (1988), androgenesisi adalah proses terbentuknya embrio dari gamet jantan tanpa kontribusi genetis gemet betina. Proses reproduksi ini tidak umum terjadi, sehingga pada androgenesis dilakukan proses buatan yaitu menon-aktifkan bahan-bahan genetik yang terdapat pada telur dengan cara meradiasi telur tersebut (THORGAARD dkk., 1990). Akibat perlakuan tersebut tanpa peranan gemet betina dan bersifat haploid.
Individu haploid memiliki ciri-ciri yang abnormal misalnya bentuk punggung dan ekor yang bengkok, mata atau mulut yang tidak sempurna, ukuran tubuh yang kecil, sistem peredaran darah yang tidak normal dan ketidakmampuan melakukan aktifitas renang dan makan (CHERVAS, 1981 ; PURDOM, 1983). Agar embrio ini tetap hidup menurut NAGY dkk. (1978) perlu dilakukan diploidisasi pada tahap awal perkembangan telur.
Pada androgenetis yang dilakukan oleh ARIFIN (1994) pada ikan mas berhasil memperoleh 89,4 persen benih diploid androgenetik, sedangkan EDDY (1994) memperoleh 89,05 benih androgenetik ikan mas. SHCEERE dkk. (1986) dan THORGARRD dkk. (1990) yang melakukan percobaan androgenesis ikan rainbow menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ikan masing-masing sebesar 6,8 persen dan 0,8 persen setelah berumur 59 hari.

No comments