Breaking News

GENETIK

Genetik adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan gen, pewarisan/penurunan sifat dan variasi sifat yang diturunkan. Medical genetics adalah ilmu yang  mempelajari tentang etiologi, patogenesis dan natural history penyakit manusia yang berhubungan dengan genetik. Diagnosis, penanganan dan pencegahan penyakit juga dibahas dalam bidang ini.
Penyakit genetik adalah umum. Antara 2 sampai 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan struktrural, 3 % kelainan tersebut didiagnosa sebelum usia 5  tahun dan pada usia 18 tahun, 8 sampai 10% ditemukan mempunyai satu atau lebih kelainan fungsional ataupun kelainan perkembangan. Sebagai tambahan adalah adanya kerentanan pada banyak penyakit yang berhubungan dengan genetik seperti pada sebagian besar kanker, yang merupakan hasil dari kumpulan mutasi genetik. Diperkirakan, dua per tiga populasi akan mengalami penyakit dengan komponen genetik selama hidupnya. Tes yang tersedia untuk diagnosa prenatal penyakit genetik tertentu dan penggunaan rasionalnya dijelaskan pada bagian
Human Genome Project, yang didukung oleh the National Human Genoma Research Institute, membuat daftar urutan gen manusia secara lengkap pada tahun 2003. Usaha tersebut difokuskan pada genomics, ilmu yang mempelajari fungsi dan interaksi semua gen, untuk memberikan pengetahuan lebih baik tentang biologis penyakit (Burke, 2003; McKusick and Ruddle, 2003).  Online Mendelian Inheritance in Man—OMIM telah dikembangkan tahun 1985 oleh the National Library of Medicine in collaboration with Johns Hopkins University. Pada tahun 1995, ini dikembangkan oleh the World Wide Web by the National Center for Biotechnology Information. Ini merupakan sebuah ringkasan terbaru tentang  gen manusia dan fenotipnya. Seperti pada April 2009, OMIM membuat daftar lebih dari 12.700 gen khusus dengan urutan tertentu. Dalam hal ini, lebih dari 12.000 adalah autosomal dominan atau resesif, lebih dari 600 adalah terikat pada kromosom X atau Y dan sekitar 37 berada dalam mitokondria. OMIM juga mengkatalogkan lebih dari 2.800 kondisi mendilion yang diketahui berdasar molekuler atau gen yang bertanggungjawab yang telah diurutkan. Dan yang terakhir, daftar ini mempunyai lebih dari 1.500 kondisi yang berdasar molekuler yang masih belum diketahui secara pasti. Di masa depan, hal ini menjadi sebuah pertimbangan latar belakang  genetik individu dan ciri tertentu dan kerentanannya akan mengubah jenis perawatan medis rutin. Dari awal, hal ini sangat jelas bahwa pengetahuan tentang genetik adalah sangat penting bagi semua klinisi.
Kelainan kromosom
22 pasang kromosom autosomal dan satu pasang kromosom seks dapat dipengaruhi oleh kelainan jumlah dan kelainan struktural yang akan mempengaruhi ekspresi gen.
Nomenklatur standar
Kariotipe dilaporkan menggunakan nomenklatur yang telah disepakati oleh komunitas genetik dan dikode sebagai the International System for Human Cytogenetik Nomenclature (ISCN, 2009). Kelainan kariotipe dibagi menjadi 2 kategori berdasar jumlah kromosom seperti trisomi, dan struktur kromosom seperti translokasi atau delesi. Masing-masing kromosom mempunyai sebuah lengan pendek- “p” atau lengan “petit” dan sebuah lengan panjang- “q”- atau lengan q-dinamai untuk huruf alphabet selanjutnya. Kedua lengan tersebut dipisahkan oleh sentromer. Ketika melaporkan kariotipe, jumlah total kromosom disebutkan dahulu, berdasarkan pada jumlah kromosom yang ada. Kemudian diikuti dengan kromosom seks- XX atau XY, dan dideskripsikan adanya berbagai variasi atau kelainan. Kelainan spesifik ditulis dengan singkatan stadar, seperti dup (duplication), del (delesi) dan t (translocation). Bagian atau pita lengan p atau q yang terpengarug ditulis secara spesifik.  Sebagai contoh  dari nomenklatur standar untuk penulisan kariotipe terdapat pada tabel 12-1.
Tabel 12-1. Contoh rancangan kariotipe menggunakan the International System for Human Cytogenetik Nomenclature (2009)
Kelainan kromosom menggambarkan secara jelas tentang perkiraan dari efek penyakit genetik, dihitung untuk 50% kematian masa embrionik, 5 sampai 7% kehilangan janin, 6 sampai 11 % kematian masa kelahiran dan neonatal, dan 0,9% kelahiran hidup.
Kelainan jumlah kromosom
Hal yang paling mudah untuk menilai kelainan kromosom adalah dari jumlahnya. Aneuploidy adalah adanya kromosom tambahan yang diturunkan- trisomi, atau hilangnya sebuah kromosom-monosomi. Ini dibedakan dari polyploidy, yang ditandai dengan kelainan jumlah seluruh haploid kromosom seperti triploidi, yang akan didiskusikan dibawah. Perkiraan insiden Aneuploidy dan kelainan kromosom lainnya ditunjukkan pada tabel 12-2.
Tabel 12-2. Frekuensi dan distribusi kelainan kromosom
Trisomi autosomal
Pada kebanyakan kasus, trisomi merupakan akibat meiosis nondisjunction, pada kromosom: (1) kegagalan untuk berpasangan, (2) berpasangan dengan tepat tapi terlalu cepat membelah, atau (3) kegagalan untuk membelah. Resiko trisomi autosomal meningkat dengan usia ibu saat hamil seperti yang ditunjukkan pada gambar 12-1. Oosit dipertahankan berada pada fase midprophase meiosis I mulai lahir sampai ovulasi, pada beberapa kasus dapat sampai umur 50tahun. Proses penuaan (aging) diduga merusak kiasma yang mempertahankan ikatan pasangan kromosom. Ketika meiosis lengkap pada waktu ovulasi, nondisjunction menyebabkan satu gamet menjadi 2 buah salinan, yang akan mempengaruhi kromosom. Dan apabila ini dibuahi, akan menghasilkan trisomi. Gamet yang lain tidak mendapatkan salinan dan apabila dibuahi akan menjadi monosomi.
Gambar 12-1. Resiko usia ibu (maternal) dengan aneuploidi
Gamet jantan dan betina dipengaruhi dengan frekuensi yang berbeda- 3 sampai 4% sperma dan 10 sampai 20% oosit adalah aneuploid karena kesalahan meiosis. Walaupun masing-masing pasangan kromosom memiliki kecenderungan untuk terjadi kesalahan pemisahan yang sama, hanya trisomi 21, 18, dan 13 yang mempengaruhi kehamilan. Dan banyak fetus dengan kelainan trisomi umum ini akan meninggal sebelum lahir. Snijders and colleagues (1999) melaporkan bahwa trisomi 21, rata-rata kematian fetus sebesar 30% pada kehamilan antara 12-40 minggu dan sekitar 12%  antara 16 sampai 40 minggu. Trisomi yang lain mengakibatkan kelainan yang berat, menghasilkan angka keguguran janin menjadi lebih tinggi (gambar 12-2). Sebagai contoh, trisomi 1 tidak pernah dilaporkan. Trisomi 16 dilaporkan mengakibatkan kegugura janin sebesar 16% pada trimester satu tetapi hal ini tidak pernah tampak lagi.
Gambar 12-2. Resiko hubungan usia kehamilan dengan kelainan kromosom tertentu, usia kehamilan 10 minggu.
Trisomi 21
Pada tahun 1866, J.L.H Down menjelaskan terdapat  kelompok anak retardasi mental dengan gambaran fisik yang berbeda. Hampir 100 tahun kemudian, Lejeune dkk (1959) menemukan bahwa Down Syndrome disebabkan oleh trisomi 21. Kariotipe untuk trisomi 21, ditunjukkan pada gambar 12-3, terjadi secara keseluruhan pada 1 dalam 800 sampai 1000 bayi baru lahir. Oleh karena kelainan trisomi yang tidak mematikan yang sangat umum ini, hal ini menjadi fokus skrening genetik dan protokol tes yang paling sering (lihat bagian 13, Prenatal Diagnosis of Down Syndrome and Other Aneuploidies). Sekitar 95%  kasus down syndrome diakibatkan oleh nondisjunction kromosom maternal, yang sekitar 21 sampai 75% terjadi selama meisos I dan 25% terjadi selama meiosis II. Sekitar 5% sisanya, kasus down syndrome ini diakibatkan olehi mosaik atau translokasi, yang akan didiskusikan lagi dibawah.
Gambar 12-3. Kariotipe abnormal laki-laki dengan trisomi 21, konsisten dengan Down syndrome (47,XY +21)
Beberapa karakteristik tertentu  dari down syndrome pada bayi baru lahir ditunjukkan pada gambar 12-4. Bayi ini mempunyai lekukan epikantal dengan fisura palpebra up-slanting, nasal bridge mendatar, kepala kecil dengan oksiput mendatar, dan disertai hipotonia dengan protusi lidah. Sering didapatkan hilangnya kulit pada leher disertai jari-jari yang pendek, lipatan tunggal palmar, hipoplasia phalang kedua pada jari kelima, dan jarak yang jelas atau “sandal-toe-gap” antara jari kaki pertama dan kedua. Dihubungkan dengan kelainan mayor yang dapat dilihat melalui pemeriksaan USG termasuk kelainan jantung, terutama defek endocardial cushion, dan kelainan gastrointestinal seperti atresia duodenal (lihat gambar 16-19).
Gambar 12-4. Trisomi 21. A. cirri khas wajah. B. redundant nuchal tissue. C. single transverse palmar crease
Anak dengan down syndrome mempunyai insiden yang lebih tinggi terhadap leukemia dan penyakit tiroid. Intelligence quotient (IQ) mereka berkisar antara 25 sampai 50, dan sedikit individu yang dites mempunyai nilai IQ yang lebih tinggi. Sebagian besar anak yang terpengaruh mempunyai kemampuan sosialisasi rata-rata 3 sampai 4 tahun didepan usia  perkembangan mental mereka.
Resiko berulang
Wanita dengan kehamilan yang disertai komplikasi trisomi 21 dari nondisjunction, wanita ini diperkirakan memiliki resiko 1% untuk mengalami kehamilan berikutnya dengan trisomi. Berkenaan dengan hal ini sampai dilewati resiko umur pada waktu hamil, yang mana resiko yang berhubungan dengan usia ibu saat hamil lebih menonjol. Oleh karena resiko ini maka diagnosa prenatal akan dibahas pada bagian 13, bagian Diagnostic Techniques. Penelitian kromosom orangtua tidak diperlukan kecuali trisomi disebabkan oleh translokasi yang tidak seimbang. Wanita dengan down syndrome adalah fertile, dan diperkirakan sepertiga dari keturunannya akan mengalami down syndrome (Scharrer and colleagues, 1975). Laki-laki dengan down syndrome akan mengalami penurunan spermatogenesis dan hampir selalu steril. Pada beberapa kasus dilaporkan terjadinya reproduksi (Pradhan and co-workers, 2006; Zuhlke and co-workers, 1994).
Trisomi 18
Dikenal juga sebagai Edward Syndrome, secara keseluruhan trisomi 18 mempunyai frekuensi 1 diantara 8000 bayi baru lahir dan 3 sampai 4 kali lebih sering pada wanita. Seperti halnya aneuploidies lainnya, insidennya lebih tinggi pada trimester pertama, dan 85% fetus meninggal pada umur kehamilan antara 10 minggu (gambar 12-2). Fetus dengan trisomi 18 umumnya mengalami pertumbuhan yang terhambat, dengan berat badan lahir rata-rata 2340 gram telah dilaporkan oleh Snijders and colleagues (1995).
Gambaran fisiknya termasuk oksiput yang prominen, telinga yang mengalami rotasi dan kelainan bentuk, fisura palpebra yang pendek, dan mulut kecil. Tangan seringkali mengepal, dengan jari kedua dan kelima overlapping dengan jari ketiga dan keempat (Jones, 1997). Hampir semua organ akan terpengaruh oleh trisomi 18. Hampir 95% mengalami kelainan jantung, kebanyakan defek ventrikel atau septal atau patent ductus arteriosus. Kelainan lainnya termasuk horseshoe kidney, radial bone aplasia, hemivertebrae, hernias, diastasis, dan imperforate anus. Bayi ini biasanya lemah dan seringkali mengalami apneic spell (serangan apneu). Dalam laporan dari the National Center on Birth Defects and Developmental Disabilities, Rasmussen and associates (2003) dijelaskan bayi ini rata-rata bertahan 14 hari. Sekitar sampai 10% bertahan sampai 1 tahun dan jarang dilaporkan yang mampu bertahan lebih dari 10 tahun.
Apabila kehamilan dilanjutkan, cara kelahiran harus didiskusikan dengan seksama oleh karena pada umumnya mereka mempunyai denyut jantung yang abnormal. Malahan, pada tahun-tahun yang lalu, lebih dari separuh kasus tidak terdiagnosa dan dilahirkan secara seksio sesaria dengan indikasi fetal distress (Schneider and colleagues, 1981).
Trisomi 13
Dikenal juga sebagai Patau syndrome, trisomi 13 didapatkan insiden sekitar 1 diantara 20.000 kelahiran. Kelainan yang umum didapatkan adalah kelainan jantung pada 80-90% dan holoprosepali sebesar 70%. Ini mungkin dapat disertai mikrosepali, hipotelorisme dan kelainan pada orbita, hidung dan palatum. Fetus yang terpengaruh juga mempunyai kelainan telinga, omphalokel, polycystic kidney, aplasia tulang radial, aplasia daerah kulit dan polodaktili. Dalam review ada 70 bayi lahir dengan trisomi 13, Rasmussen and colleagues (2003)  menemukan rata-rata angka survivalnya adalah 7 hari, dan sampai 10% mampu bertahan sampai 1 tahun. Konseling pengenalan diagnosa prenatal dan kelahiran sama dengan trisomi 18.
Trisomi 13 hanya anepoidi yang  berkaitan dengan resiko preeklamsia. Disertai dengan hiperplasentosis, preeklamsia berkembang menjadi pada lebih dari setengah kehamilan dengan trisomi 13 pada trimester kedua (Tuohy and James, 1992). Yang menarik adalah kromosom 13 terdiri dari gen yang mengatur protein angiogenik yang dikaitkan dengan preeklamsia- soluble fms-like tyrosine kinase-1—sFlt-1 (lihat juga bagian 34, Angiogenic and Antiangiogenic Proteins). Bdolah and colleagues (2006) menemukan bahwa pada ibu dengan fetus yang trisomi 13, kadar sFlt-1 akan meningkat pada awal kehamilan, yang dapat dijelaskan dengan adanya  tambahan pada kromosom 13. Penelitian ini menduga bahwa mungkin hal ini adalah penyebab terjadinya preeklamsia pada beberapa kasus.
Trisomi lainnya
Jarang untuk menemukan bayi lahir dengan trisomi autosomal, walaupun mosaik yang terlibat dalam beberapa kromosom autosomal lainnya telah dilaporkan.
Monosomi
Nondisjunction membuat jumlah nullisomic dan disomic gamet yang sama. Hal ini bagaimanapun, tidak diakui adanya hubungan antara umur ibu saat hamil dengan monosomi. Hal ini disebabkan karena autosomal monosomy hampir tidak dapat bertahan hidup, dan hasil konsepsi monosomi ini akan meninggal sebelum implantasi (Garber and co-workers, 1996). Untuk dicatat bahwasanya kehilangan materi kromosom lebih bersifat merusak daripada mempunyai materi kromosom tambahan. Perkecualian hanya satu pada monosomi X- turner syndrome, yang akan didiskusikan dibawah.
Poliploidi
Ini adalah kelainan jumlah dari kromosom haploid yang lengkap. Poliploidi dihitung terjadi pada 20% abortus dan jarang tampak pada kehamilan yang lanjut. Dua pertiga kasus triploidi diakibatkan dari fertilisasi  satu telur oleh dua sperma. Sepertiga lainnya disebabkan oleh kegagalan salah satu pembelahan meiosis, menyebabkan terjadinya kromosom diploid pada telur ataupun pada sperma. Asal kromosom tambahan ini akan menentukan fenotipnya. Apabila kromosom tambahan ini paternal-diandrik, hasilnya umumnya adalah partial hydatidiform mole dengan struktrur fetus yang abnormal (lihat bagian 11, Partial Hydatidiform Mole). Apabila kromosom tambahan tersebut berasal dari maternal-digynic maka fetus dan plasenta akan berkembang, tetapi pertumbuhan fetus akan terhambat. Fetus triploid seringkalo dismorfik.
Apabila wanita dengan fetus triploid mempu bertahan pada akhir trimester pertama, resiko rekurensinya sebesar 1 sampai 1,5% (Gardner and Sutherland, 1996). Oleh karena itu, diagnosa prenatal ditawarkan pada kehamilan selanjutnya (lihat bagian 13, Fetal Aneuploidy).
Tetraploidi selalu terjadi pada 92, XXXX, atau 92, XXYY, diduga adanya kegagalan pada awal pembelahan sel postzygotic (Nussbaum and colleagues, 2007). Hasil konsepsi selalu meninggal dan resiko rekurensi untuk tetraploidi adalah minimal.
Kelainan kromosom seks
45,X
Juga dikenal sebagai turner syndrome, hanya monosomi ini yang mampu hidup. Ini adalah aneuploidi yang paling sering abortus dan diperkirakan terjadi pada trimester pertama sebesar 20%, prevalensinya sekitar 1 diantara 5000 kelahiran bayi hidup. Terdapat 3 fenotip yang berbeda yang tampak pada 45, X. Hampair 98 % hasil konsepsi mempunyai kelainan yang besar sehingga akan mengalami abortus lebih awal. Fenotip kedua seringkali diidentifikasi dengan pemeriksaan USG, termasuk cystic hygromas (lihat gambar. 16-12). Hal ini seringkali disertai hydrops progressing sampai kematian fetus. Yang ketiga dan paling jarang, fenotip yang ditemukan pada bayi yang lahir hidup. Penampilannya termasuk perawakan pendek, dada yang lebar dengan jarak antar puting yang besar, congenital limpedema dengan bentuk jari tangan dan kaki yang gembung, hairline yang rendah dengan webbed posterior neck dan kelainan tulang minor dan kartilagonya. Diantara 30 sampai 50% mempunyai malformasi jantung mayor, umumnya koartasio aorta atau kelainan katub aorta. Kemampuan intelegensi umumnya dalam batas normal walaupun seringkali individunya mempunyai defisit visual dan kesulitan dengan pemecahan masalah nonverbal dan interpretasi sosial. Lebih dari 90% juga mengalami disgenesis ovarium dan membutuhkan penggantian hormon sepanjang hidupnya dimulai sebelum dewasa.
Alasan banyaknya variasi fenotip diperkirakan oleh karena pada separuh bayi lahir dengan turner syndrome mempunyai mosaik. Pada beberapa kasus, terdapat dua atau lebih populasi sel sebagai contoh, 45, X/46,  XX atau 45, X/46XY. Terkadang mosaik ditemukan pada sel darah tepi, dan yang lainnya diekspresikan hanya pada jaringan yang tidak rutin diperiksa. Untuk alasan yang tidak jelas, kehilangan kromosom X diturunkan secara paternal pada 80% kasus.
47,XXX
Diperkirakan setiap 1 diantara 1.000  bayi perempuan mempunyai kromosom tambahan X-47XXX. Kromosom X tambahan ini diturunkan secara maternal pada lebih dari 90% kasus. Fetus dengan kromosom XXX tidak meningkatkan insiden terjadinya kelainan dan bayi tidak mempunyai penampilan khusus. Terdapat variasi pada penampilan klinisnya. Umumnya Perawakan tinggi, perkembangan pubertas normal, dan fertilitas umumnya normal walaupun kegagalan ovarium premature pernah dilaporkan. Retardasi mental bukan gambaran dari XXX, tetapi pada anak-anak ini resiko untuk terhambatnya perkembangan dan kemampuan  motorik akan meningkat.
Wanita dengan 4 atau 5 kromosom X - 48, XXXX atau 49, XXXXX- mempunyai kelainan fisik yang tampak pada saat lahir. Mereka mempunyai derajat retardasi mental yang bervariasi dan untuk laki-laki dan perempuan, IQ turun sesuai dengan penambahan kromosom X.
47,XXY
Dikenal sebagai Klinefelter Syndrome, 47, XXY adalah kelainan kromosom seks yang paling sering. Ini terjadi kira-kira 1 diantara 600 bayi laki-laki baru lahir, dan merupakan akibat dari penambahan kromosom X pada kariotipe laki-laki normal. Diperkirakan sekitar 50% kasus penambahan kromosom X diturunkan secara maternal dan diperkirakan 50% diturunkan secara paternal. Terdapat hubungan yang kecil antara umur maternal ataupun paternal.
Seperti pada XXX, fetus dengan kromosom XXY tidak meningkatkan insiden terjadinya kelainan, dan bayi baru lahir umumnya tidak mempunyai penampilan fenotip yang tidak biasa. Laki-laki umumnya tinggi tapi walaupun perkembangan prepubertas normal, tetapi mereka tidak virilize dan membutuhkan penggantian hormon testosterone. Mereka mempunyai testis yang kecil, infertile yang merupakan akibat dari disgenesis gonad, dan adanya ginekomasti. Retardasi mental bukan gambaran khas XXY. Secara umum, nilai IQ dalam batas normal, walaupun jarang ditemukan terjadi keterlambatan dalam bicara, membaca, dan kemampuan motorik.
47,XYY
Aneuploidi ini terjadi kira-kira 1 diantara 1.000 bayi perempuan baru lahir. Kromosom Y tambahan diturunkan secara paternal, dan tidak berhubungan dengan umur paternal. Insiden terjadinya kelainan tidak meningkat dan tidak ada gambaran klinis khusus. Individu yang terlibat memiliki perawakan tinggi, mengalami masa pubertas yang normal, dan tidak terjadi gannguan fertilitas.
Laporan awal mengindikasikan bahwa XYY dikaitkan dengan kriminal atau perilaku kekerasan. Resiko untuk permasalahan perkembangan bicara dan neuromotor akan meningkat tapi tidak untuk resiko terjadinya retardasi mental. Linden and Bender (2002) mengikuti sebuah seri anak-anak yang didiagnosa XYY pada prenatal dan menemukan bahwa nilai IQ mereka diatas rata-rata.
Laki-laki yang mempunyai lebih dari 2 kromosom Y - 48, XYYY- atau dengan penambahan kromosom X dan kromosom Y -48, XXYY atau 49, XXXYY- mempunyai kelainan fisik yang jelas dan retardasi mental yang signifikan.
Kelainan struktur kromosom
Kelainan struktur kromosom termasuk delesi, duplikasi dan mikrodelesi/mikroduplikasi; Robertsonian dan reciprocal translocations; isochromosomes; paracentric dan pericentric inversions; ring chromosomes; dan mosaik. Masing-masing dideskripsikan menggunakan terminologi yang ditunjukkan pada tabel 12-1. Secara umum, identifikasi fetus dengan kelainan struktur kromosom menimbulkan 2 pertanyaan:
1.       Kelainan fenotip atau kelainan perkembangan apakah yang berhubungan dengan penemuan ini?
2.       Apakah kariotipe orangtua- terutama, apakah orangtua meningkatkan resiko kelainan ini? jika iya, apakah resikonya bagi keturunannya di masa depan?
Delesi dan duplikasi
Delesi sederhana berarti adanya sebagian kromosom yang hilang. Duplikasi berarti sebagian kromosom yang menjadi 2 kali lipat. Kesalahan ini digambarkan dengan lokasi kedua break point kromosom. Beberapa delesi termasuk segmen DNA yang tampak dengan kariotiping sitogenik yang standar. Delesi yang umum seringkali terjadi dengan eponym-salah satu contohnya del 5p, yang juga disebut cri du chat syndrome.
Sebagian besar delesi duplikasi terjadi selama meiosis dan akibat dari malaligmen atau mismatching selama kromosom homolog berpasangan. Apabila 2 kromosom tidak terikat dengan benar maka segmen yang mengalami malaligmen akan dihapus seperti pada gambar 12-5. Apabila mismatch masih terjadi dan 2 kromosom bergabung, hasilnya mungkin adalah delesi pada salah satu sisi dan duplikasi pada sisi yang lainnya. Apabila delesi atau  duplikasi diidentifikasi pada fetus atau anak-anak, orangtuanya harus dites untuk menentukan apakah mereka pembawa translokasi, yang secara signifikan akan meningkatkan resiko rekurensi.
Gambar 12-5. Mismatch selama kromosom homolog berpasangan dapat menyebabkan delesi satu kromosom dan duplikasi pada kromosom lainnya
Sindrom mikrodelesi
Beberapa delesi tidak cukup besar untuk diketahui dengan kariotiping standar dan dengan demikian teknik sitogenik molekuler diperlukan. Fluorescence in-situ hybridization (FISH)  dapat digunakan untuk mendeteksi adanya mikrodelesi yang berkaitan dengan contiguous gene syndromes- delesi dari DNA yang terdiri dari gen yang banyak. Delesi ini menyebabkan sindrom klinis yang dapat dikenal yang mungkin serius tapi tidak berhubungan dengan kelainan fenotip. Delesi dapat terjadi pada bagian manapun, diantaranya lebih sering ditemukan pada lebih dari satu daripada yang diharapkan (hanya satu). Dugaan ini berasal dari kecenderungan yang lebih besar bagian tertentu untuk break (rusak). Beberapa sindrom  mikrodelesi yang dapat dideteksi dengan FISH, terdapat pada tabel 12-3 dan teknik FISH akan didiskusikan pada Fluorescence In Situ Hybridization (FISH).
Tabel 12-3
Fenotip DiGeorge and Shprintzen
Kedua fenotip ini merupakan akibat dari mikrodelesi yang sama 22q11.2. Pada penelitian yang berbasis populasi, Botto dkk melaporkan prevalensinya sekitar 1 diantara 6.000 orang kulit putih, kulit hitam dan Asia dan 1 diantara 3.800 orang hispanik. Lebih dari 80% pasien dengan kelainan jantung, dan sepertiganya mempunyai kelainan ekstrakardial mayor. Delesi terhitung terjadi pada setiap 1 diantara 70 kasus kelainan jantung mayor dalam populasi kelahiran umum.
Fenotip Shprintzen dikenal juga sebagai velocardiofacial syndrome. Individu yang terpengaruh mungkin mempunyai cleft palate, velopharyngeal incompetence, prominent nose, a long face with recessed mandible, cardiac defects, learning difficulties, dan short stature. Sebaliknya, fenotip DiGeorge ditandai dengan hipo/aplasi timus, hipo/aplasia paratiroid dan malformasi jantung conotrunkal. Gambaran wajah yang khas termasuk fisura palpebra yang pendek, mikrognatia dengan philtrum pendek, dan kelainan telinga. Perkembangan mental umumnya normal. Mikrodelesi 22q11.2 juga dicatat dalam proporsi kelainan jantung conotrunkal yang besar pada individu yang tidak mempunyai gambaran ekstrakardial pada DiGeorge or Shprintzen syndromes.
Bagaimanapun dua fenotip yang jelas berbeda dapat disebabkan oleh mikrodelesi yang sama membangkitkan rasa ingin tahu para ahli genetik sejak penemuan mereka tersebut. Satu hipotesis bahwa fenotip DiGeorge and Shprintzen mewakili 2 spektrum kelainan yang ekstrim yang disebabkan oleh delesi yang identik. Kemungkinan lainnya bahwa masing-masing sindrom disebabkan oleh delesi gen berbeda yang berdekatan pada lokasi 22q11.2. Jika memang begitu, metode sitogenik terbaru tidak dapat membedakan perbedaan antara keduanya.
Sindrom mikroduplikasi
Akhir-akhir ini, perhatian telah berpusat pada sindrom genomik yang ditandai dengan duplikasi pada daerah DNA yang dihapus yang dikenal sebagai sindrom mikrodelesi. Sebagai contoh, Hassed dkk menjelaskan 4 anggota keluarga dengan gambaran velocardiofacial syndrome, masing-masing ditemukan mempunyai interstitial microduplication pada 22q11.2- daerah yang dihapus pada sindrom ini. mikroduplikasi pada daerah yang dihapus pada Smith-Magenis syndrome dan Williams-Beuren syndrome juga menghasilkan sindrom klinis yang sama pada mikrodelesi.
Translokasi kromosom
Terjadi penyusunan kembali DNA dimana segmen DNA akan diputus dari satu kromosom dan digabungkan dengan kromosom lainnya. Penyusunan kembali ini disebut derivative (der) chromosomes. Terdapat 2 tipe translokasi - reciprocal dan Robertsonian.
Reciprocal translocation
Juga dikenal sebagai translokasi dua segmen, translokasi resiprokal adalah penyusunan kembali materi kromosom yang dipisah menjadi 2 kromosom yang berbeda, dan bagian itu akan ditukar sebelum kerusakan tersebut diperbaiki. Apabila tidak ada materi kromosom yang ditambahkan atau hilang pada proses ini, akan terjadi translokasi yang seimbang. Walaupun transposisi segmen kromosom dapat menyebabkan kelainan akibat reposisi gen spesifik, pada kebanyakan kasus fungsi gen ini tidak terpengaruh dan keseimbangan pembawanya mempunyai fenotip normal. Fryns dkk melaporkan sekitar 6,4 % insiden anomali mayor dengan translokasi seimbang- termasuk 3% resiko latar belakangnya.
Pembawa dari translokasi yang seimbang dapat menghasilkan unbalanced gamet yang mengakibatkan keturunan yang abnormal. Seperti dijelaskan pada gambar 12-6, jika satu kromosom yang translokasi dan satu ko-kromosom yang normal terdapat dalam oosit atau sperma, akibatnya jika fertilisasi akan menjadi monosomi pada salah satu kromosom dan trisomi pada bagian kromosom yang lain. Resiko translokasi spesifik yang diamati dapat diperkirakan oleh ahli genetik. Secara umum, pembawa translokasi dapat diidentifikasi setelah kelahiran anak yang abnormal mempunyai resiko 5 sampai 30% untuk memiliki keturunan dengan kromosom yang tidak seimbang. Pembawa diidentifikasi untuk alasan lain, misalnya selama evaluasi infertilitas, mempunyai resiko 5%, karena kemungkinan gametnya sangat abnormal sehingga menghasilkan konsepsi yang tidak viable.
Gambar  12-6
Robertsonian Translocations
Hal ini terjadi ketika lengan panjang kromosom akrosentris dua individu- sebagai contoh kromosom 13 dan 14- bergabung di sentromer untuk membentuk satu turunan kromosom. Translokasi dapat melibatkan kromosom akrosentrik- kromosom 13,14,15,21 dan 22. Dapat dikatakan, hampir semua translokasi Robertsonian  termasuk kromosom 14. Daerah ini hanya terdiri dari gen pengkode untuk ribosom RNA yang juga ada dalam jumlah banyak pada kromosom akrosentik lainnya. Selama fusi lengan q masih intake, pembawa translokasi ini biasanya mempunyai fenotip yang normal. Oleh karena jumlah sentromer menentukan jumlah kromosom, pembawa khas translokasi Robertsonian hanya akan berjumlah 45 kromosom.
Pembawa Robertsonian sulit untuk menghasilkan keturunan. Jika fusi kromosom homolog-dari pasangan kromosom yang sama- pembawa hanya akan menghasilkan gamet yang tidak seimbang. Masing-maing telur dan sperma terdiri dari 2 salinan kromosom yang ditranslokasi, yang akan menghasilkan trisomi bila mengalami pembuahan, atau tanpa salinan, yang akan menghasilkan monosomi. Jika fusi kromosom tidak homolog, kemungkinan 4 dari 6 gamet akan abnormal. Beberapa tidak viable dan insiden keturunan abnormal yang diamati terjadi sekitar 15% jika translokasi dibawa oleh ibu dan 2% jika dibawa oleh ayah.
Translokasi Robertsonian sangat umum. Insidennya secara keseluruhan sekitar 1 diantara 1000 bayi baru lahir- sama dengan gabungan translokasi lainnya. Translokasi ini bagaimanapun bukan hal yang menyebabkan keguguran. Mereka ditemukan pada kurang dari 5% pasangan dengan keguguran berulang. Tetap saja identifikasi translokasi Robertsonian mempunyai efek yang besar pada rencana reproduksi dan mempunyai implikasi untuk anggota keluarga yang lain. Ketika fetus atau anak ditemukan mempunyai translokasi trisomi, penelitian kromosomal kedua orangtua harus tetap dilakukan. Jika kedua orangtua tidak ada yang pembawa dan translokasi terjadi secara spontan, resiko berulangnya sangatlah rendah.
Isokromosom
Kromosom abnormal ini disusun oleh dua lengan q dan dua lengan p pada satu kromosom yang fusi bersama. Isokromosom diduga muncul ketika sentromer membelah secara transversal selama meiosis II atau mitosis. Mereka juga disebabkan oleh kesalahan meiosis dengan translokasi Robertsonian. Sebuah isokromosom menyebabkan lengan q dari  kromosom akrosentrik berperilaku seperti translokasi Robertsonian homolog karena tidak ada materi genetik yang hilang. Dan sebaliknya, beberapa pembawa dapat menghasilkan gamet yang tidak seimbang yang abnormal. Ketika isokromosom termasuk kromosom yang tidak akrosentrik yang mempunyai lengan p mengandung materi fungsional genetik, fusi dan pemisahan sentromer abnormal menghasilkan 2 isokromosom- satu tersusun dari kedua lengan p dan satu tersusun dari kedua lengan q. kemungkinan besar satu dari isokromosom ini akan hilang selama pembelahan sel, menghasilkan delesi semua gen yang ada di lengan yang hilang. Dengan demikian, pembawa biasanya mempunyai fenotip yang abnormal, dan menghasilkan gamet yang abnormal. Sebagai contoh adalah isokromosom X yang menyebabkan fenotip turner syndrome secara lengkap.
Inversi kromosom
Hal ini terjadi ketika ada 2 kerusakan pada kromosom yang sama, dan intervensi materi genetik dibalikkan sebelum kerusakan ini diperbaiki. Walaupun tidak ada materi genetik yang hilang atau digandakan, penyusunan kembali mungkin akan merubah fungsi gen. Terdapat dua tipe inversi; perisentrik dan parasentrik.
Inversi perisentrik
Hal ini terjadi ketika ada kerusakan pada masing-masing lengan kromosom sehingga terjadi inversi materi kromosom termasuk sentromer. Oleh karena inversi menyebabkan permasalahan pada aligmen kromosom selama meiosis, pembawa sangat beresiko untuk menghasilkan gamet abnormal dan dengan demikian menghasilkan keturunan yang abnormal. Resikonya dapat diperkirakan untuk masing-masing inversi spesifik, tetapi secara umum resiko yang diamati sebesar 5 sampai 10% jika kondisi ini diketahui setelah kelahiran anak abnormal, dan 1 sampai 3% jika kondisi ini diketahui dengan alasan lainnya.
Gambar 12-7
Inversi parasentrik
Dengan inversi parasentrik, materi yang mengalami inversi berasal hanya dari satu lengan, dan sentromer tidak termasuk dalam segmen yang mengalami inversi (gambar 12-7). Pembawa membuat gamet normal yang seimbang atau gamet yang sangat abnormal sehingga menghalangi terjadinya fertilisasi. Dengan demikian, walaupun infertilitas mungkin menjadi permasalahan, resiko mendapatkan keturunan abnormal sangatlah rendah.
Cincin kromosom
Ketika terjadi delesi dari kedua ujung kromosom, masing-masing ujung akan bersatu, membentuk cincin kromosom. Jika delesi ini sangat kuat, pembawa akan memiliki fenotip yang abnormal. Sebagai contoh adalah cincin kromosom X, yang akan menjadi fenotip turner syndrome.
Telomere adalah ujung fisik garis kromosom. Mereka adalah komplek nucleoprotein khusus  yang mempunyai fungsi penting untuk proteksi, replikasi dan stabilisasi ujung kromosom. Jika hanya telomere yang hilang, semua materi genetik yang penting dapat dipertahankan, dan pembawa tetap seimbang. Cincin bagaimanapun mencegah aligmen kromosom normal selama meiosis dan menyebabkan terjadinya gamet abnormal. Hal ini juga mengganggu pembelahan sel, yang menyebabkan perkembangan abnormal banyak jaringan dan menyebabkan perawakan pendek, defisiensi mental ringan sampai sedang, dan dismorfik minor.
Cincin kromosom mungkin terbentuk secara de novo atau mungkin diturunkan dari orangtua pembawa. Pada kasus transmisi orangtua ke anaknya, ibunya adalah pembawa, kemungkinan karena cincin kromosom mengganggu spermatogenesis.
Mosaik kromosom
Individu dengan mosaik mempunyai dua atau lebih garis sel yang berbeda secara sitogenik, yang  diturunan dari zigot tunggal. Ekspresi fenotip mosaik tergantung pada banyak faktor termasuk sel abnormal secara sitogenik misalnya plasenta, fetus, bagian fetus atau kombinasinya. Mosaik ditemukan di kultur cairan amnion yang dapat ataupun tidak dapat merefleksikan komplemen kromosom fetus. Kadar mozaik yang berbeda dan klinisnya secara signifikan ditunjukkan pada tabel 12-4. Ketika sel abnormal termasuk sebuah botol cairan amnion, menghasilkan pseudomosaikism dan dijelaskan dengan artifak kultur sel. Ketika sel abnormal seperti kultur multiple bagaimanapun cenderung seperti mozaik sebenarnya, dan tes darah fetus lebih jauh atau bahkan fibroblast kulit perlu diperhatikan. Pada kasus ini, garis sel kedua terdapat pada 60 sampai 70% fetus. Konsultasi dengan ahli genetik dapat membantu dalam evaluasi derajat resiko yang dapat diketahui melalui mozaik cairan amnion atau pseudomozaik untuk kromosom tertentu, dan juga untuk menentukan kebutuhan dalam tes tambahan.
Tabel 12-4
Confined Mozaik plasenta
Penelitian sampel vilus korionik menunjukkan bahwa 2% plasenta adalah mozaik, walaupun fetus yang terpengaruh umumnya normal. Seperti halnya confined placental mosaikism tampak menjadi kromosom spesifik. Mosaik termasuk kromosom 2,7,8,10 dan 12 umumnya disebabkan oleh kesalahan mitosis yangmana termasuk kromosom 9,16 dan 22 yang cenderung akibat dari koreksi parsial kesalahan meiosis.
Confined mozaik plasenta dapat mempunyai efek positif maupun negative. Hal ini mungkin berperan dalam survivalnya beberapa fetus yang secara sitogenetik abnormal. Sebagai contoh, fetus trisomi 13 dan 18 yang mampu bertahan sampai matur mungkin hanya karena adanya perbaikan trisomi ("trisomic correction") pada beberapa sel yang menjadi trophoblas. Perkembangan yang terhambat dapat dipengaruhi oleh adanya kromosom yang hilang selama perbaikan trisomi. Jika fetus mampu menahan dua salinan normal kromosom, tapi keduanya berasal dari induk yang sama, pertumbuhan mungkin akan terganggu. Hal ini berdasar pada uniparental disomy yang akan didiskusikan nanti. Sebaliknya, beberapa fetus yang secara sitogenetik normal dapat mengalami perkembangan yang sangat terhambat karena plaseta mengandung populasi sel aneuploid yang mengganggu fungsinya.
Gonadal mosaikism adalah adanya batasan pada gonad. Hal ini cenderung muncul sebagai akibat dari kesalahan mitosis pada sel yang ditujukan untuk menjadi gonad, menghasilkan populasi sel induk yang abnormal. Oleh karena spermatogonia dan oogonia membelah sepanjang hidup fetus, dan spermatogonia berlanjut untuk membelah sampai dewasa, gonadal mosaikism dapat juga dihasilkan dari kesalahan meiosis pada pembelahan sel induk normal sebelumnya. Gonadal mosaikism dapat dijelaskan secara de novo pada mutasi autosomal dominan dari keturunan orangtua normal. Ini mungkin menyebabkan penyakit seperti akondroplasia atau osteogenesis imperfekta dan penyakit yang berhubungan dengan kromosom X seperti Duchenne muscular dystrophy. Hal ini juga menjelaskan tentang rekurensi beberapa penyakit pada lebih dari satu anak pada keluarga yang tidak terpengaruh sebelumnya. Hal ini disebabkan karena potensi untuk terjadinya gonadal mosaikism bahwa resiko rekurensi setelah kelahiran dengan penyakit dikarenakan oleh adanya mutasi “baru” sekitar 6%.
Cara pewarisan/penurunan sifat
Pewarisan monogenik (mendelian)
Kelainan monogenik disebabkan oleh mutasi atau perubahan pada satu lokus atau gen pada satu atau 2 pasang gen. kelainan monogenik juga disebut mendelian untuk mengingatkan bahwa transmisinya mengikuti hukum pewarisan/penurunan sifat  yang diajukan oleh Gregor Mendel. Cara tradisional pewarisan mendelian termasuk autosomal dominan, autosomal resesif, X-linked, dan Y-linked. Pola pewarisan monogenik lainnya termasuk pewarisan mitokondrial, disomi uniparetal, imprinting dan ekspansi berulang trinukleotida yaitu anticipation.
Dalam umur 25 tahun sekitar 0,4% populasi akan menunjukkan kelainan monogenik, dan sekitar 2% paling sedikit mempunyai satu jenis kelainan sepanjang hidupnya.
Hal ini penting untuk ditekankan bahwa, ini adalah fenotipnya yaitu dominan atau resesif, bukan gennya. Sebagai contoh pada beberapa penyakit dominan, gen normal mungkin masih dapat menghasilkan protein normal, tapi fenotip ditentukan oleh protein yang dihasilkan oleh gen yang abnormal. Demikian juga, pembawa yang heterozigot pada beberapa penyakit resesif mungkin dapat menghasilkan kadar gen abnormal yang dapat dideteksi, tapi mereka tidak menampakkan ciri penyakitnya karena fenotip diatur langsung oleh produksi co-gene yang normal. Sebagai contoh, eritrosit dari pembawa sickle-cell anemia mengandung sekitar 30% hemoglobin S, bagaimanapun juga, sisanya adalah hemoglobin A, yang mana sel ini idak dapat berada dalam kondisi oksigen normal.
Walaupun pola transmisi penyakit  ini konsisten dengan pewarisan mendelian, fenotipnya sangat dipengaruhi oleh modifikasi gen dan faktor lingkungan. Beberapa kelainan gen tunggal yang umum, yang mempengaruhi orang dewasa terdapat dapat tabel 12-5.
Tabel 12-5
Pewarisan autosomal dominan
Jika hanya satu pasang gen yang menentukan fenotip, maka gen tersebut haruslah bersifat dominan. Seorang individu pembawa gen penyebab penyakit autosomal dominan mempunyai kesempatan 50% untuk menurunkan gen tersebut pada masing-masing konsepsi. Sebuah gen dengan mutasi dominan secara umum menentukan fenotip gen normal. Dikatakan bahwa tidak semua individu akan memerlukan manifestasi kondisi autosomal dominan. Faktor yang mempengaruhi fenotip kondisi autosomal dominan termasuk penetrance, expressivity, dan adakalanya, didapatkan co-dominant genes.
Penetrance
Istilah ini menggmbarkan apakah gen autosomal dominan akan diekspresikan semuanya. Sebuah gen dengan ekspresi fenotip yang jelas pada semua individu mempunyai penetrance 100%. Jika pembawa mengekspresikan beberapa gen tapi tidak untuk beberapa gen lainnya maka disebut penetrance-nya tidak lengkap. Ini secara kuantitatif diekspresikan oleh rasio antara karakteristik fenotip yang dibandingkan dengan jumlah total gen pembawanya pada seorang individu. Incomplete penetrance mungkin dapat menjelaskan mengapa beberapa penyakit autosomal dominan muncul untuk ”melewatkan” generasinya.
Expressivity
Istilah ini berkenaan dengan derajat untuk ciri fenotip yang akan diekspresikan. Jika semua individu membawa gen yang terpengaruh tidak mempunyai fenotip yang identik maka gen tersebut mempunyai variable expressivity (ekspresi gen yang bervariasi). Expressivity gen dapat disusun secara lengkap atau manifestasi sederhana untuk menjadi ciri ringan suatu penyakit. Contoh mudah penyakit dengan ekspresi bervariasi adalah neurofibromatosis.
Gen co-dominant
Jika allel sebuah pasangan gen berbeda dari lainnya, tapi keduanya diekspresikan pada fenotip, mereka dipertimbangkan untuk menjadi co-dominant. Contoh yang umum adalah kelompok mayor golongan darah manusia- karena gennya adalah co-dominant, keduanya antigen sel darah merah A dan B dapat diekspresikan secara simultan pada satu individu. Contoh lainnya adaah pada beberapa gen yang berperan pada hemoglobinopati. Seorang individu dengan satu gen secara langsung menghasilkan hemoglobin tipe sikle/bulan sabit dan yang lainnya menghasilkan hemoglobin C yang menghasilkan hemoglobin S dan C.
Advanced Paternal Age
Peningkatan umur orangtua akan meningkatkan resiko terjadinya mutasi baru spontan secara signifikan. Hal ini mungkin terjadi pada keturunannya dengan kelainan autosomal dominan seperti neurofibromatosis atau akrondroplasia. Beberapa mutasi baru juga dapat menghasilkan keturunan dengan kondisi pembawa X-linked, dan mereka menjadi faktor dalam  terjadinya keguguran pada waktu kehamilan. Insiden mutasi autosomal dominan diantara bayi baru lahir dengan ayah yang berumur 40 tahun sebesar 0,3%. Terdapat beberapa bukti bahwa umur orangtua juga mempengaruhi insiden abnormalitas struktur. Lebih lanjut lagi, umur orangtua tidak dikaitkan dengan peningkatan resiko aneuploidi, kemungkinan karena sperma aneuploid tidak dapat membuahi telur.
Pewarisan autosomal resesif
Karakteristik yang resesif diekspresikan hanya ketika kedua salinan gen tersebut identik. Dengan demikian, penyakit autosomal resesif berkembang hanya ketika kedua salinan gen abnormal. Perubahan fenotip pada gen pembawa-yaitu heterozigot- umumnya tidak terdeteksi secara klinis tapi dapat diketahui pada level biokimiawi atau seluler. Sebagai contoh, banyak penyakit defisiensi enzim yang autosomal resesif. Level enzim ini ada pada pembawa, kira-kira separuhnya normal, tapi karena enzim dibuat dalam jumlah berlebihan, reduksi ini biasanya tidak menyebabkan penyakit. Bagaimanapun ini menunjukkan perubahan fenotip dan dapat digunakan untuk tujuan skrening. Kondisi resesif lainnya tidak menghasilkan perubahan fenotip apapun pada pembawa dan dapat diidentifikasi hanya dengan metode molekuler.
Kecuali mereka diskrening untuk penyakit spesifik seperti cystic fibrosis, pembawa biasanya diketahui hanya setelah kelahiran anak yang terpengaruh atau diagnosa pada anggota keluarga yang terpengaruh (lihat bagan 13, Familial Genetik Disease). Pasangan yang mempunyai anak dengan penyakit autosomal resesif mempunyai resiko reurensi sebesar 25% pada setiap konsepsi. Kemungkinan bahwa saudara dari anak yang terpengaruh, yang normal, adalah pembawa gen ini sebesar 2 dari 3 kasus. Dengan demikian, ¼ keturunan akan homozigot normal, 2/4 adalah heterozigot pembawa dan ¼ akan homozigot abnormal. Cara lain untuk melihat ini adalah bahwasana 3 dari 4 anak akan mempunyai fenotip normal, dan 2 dari 3 anak akan menjadi pembawa.
Anak pembawa tidak akan mempengaruhi keturunannya, kecuali pasangannya juga heterozigot pembawa atau homozigot dan mempunyai penyakit ini. Oleh karena gen ini jarang, menyebabkan kondisi autosomal resesif mempunyai prevalensi yang rendah pada populasi umum, kemungkinan bahwa pasangan akan mempunyai gen pembawa  adalah rendah kecuali pasangan tersebut berhubungan atau anggota dari populasi yang beresiko.
Metabolisme dari kesalahan bawaan lahir
Sebagian besar penyakit autosomal resesif merupakan akibat dari ketidak adanya enzim penting yang menyebabkan metabolisme protein, gula dan lemak yang tidak lengkap. Hasil metabolisme intermediet ini bersifat toksik pada berbagai jaringan, menghasilkan retardasi mental atau kelainan lainnya.
Phenylketonuria (PKU)
Sebagian besar penyakit autosomal resesif merupakan akibat dari pengurangan atau tidak adanya aktifitas phenylalanine hydroxylase. Homozigot tidak mampu untuk memetabolisme phenylalanine menjadi tirosin. Jika dietnya tidak dibatasi, metabolisme protein yang tidak lengkap akan menyebabkan kadar phenylalalnine yang tinggi abnormal yang dapat menyebabkan kerusakan neurologis dan retraasi mental. Juga akan terjadi hipopigmentasi rambut, mata dan kulit karena phenylalalanine akan berkompetsisi menghambat tyrosine hydrolase yang penting untuk produksi melanin. Penyakit ini terjadi pada 1 diantara 15.000 bayi kulit putih baru lahir. Terdapat variasi geografik dan etnik yang besar dengan insiden antara 5 sampai 190 kasus setiap satu juta.
PKU dikhususkan untuk 2 alasan. Pertama ini adalah salah satu kelainan metabolic yang ada terapinya. Homozigot yang mencerna diet phenylalanine yang terbatas dapat mencegah konsekuensi klinis penyakit ini. diagnosa awal dan  pembatasan diet phenylalanine yang dimulai sejak bayi adalah penting untuk mencegah kerusakan neurologis. Sesuai dengan hal tersebut, semua Negara bagian dan banyak negara sekarang memerintahkan skrening bayi baru lahir untuk PKU, dan sekitar 100 kasus setiap satu juta kelahiran telah teridentifikasi di seluruh dunia. Diet khusus harus dilanjutkan dalam waktu tak terbatas, sebagai pasien yang tidak melakukan diet terbatas phenylalanine dilaporkan mempunyai IQ yang rendah secara signifikan.
Alasan kedua adalah wanita dengan PKU beresiko untuk mempunyai keturunan heterozigot yang memungkinkan terjadinya kerusakan in utero sebagai akibat dari paparan konsentrasi phenylalanine yang tinggi selama kehamilan. Phenylalanine akan melewati plasenta dan hiperphenylalanine mempunyai resiko abortus yang signifikan dan untuk keturunan dengan retardasi mental, mikrosepali, berat lahir rendah dan kelainan jantung bawaan. Untuk alasan ini, wanita dengan PKU seharusnya mengikuti diet restriksi phenylalanine jika mereka menginginkan untuk hamil, dan melewati kehamilan tersebut. Pada penelitian Maternal Phenylketonuria Collaborative, 572 kehamilan terjadi lebih dari 18tahun. Penemuan ini menunjukkan bahwa mempertahankan kadar phenylalanine serum antara 160-360 mikromol/L- 2 sampai 6mg/dL-range yang secara signifikan mengurangi resiko abnormalitas fetus. Penelitian lebih jauh menunjukkan bahwa wanita yang mempunyai kadar phenylalanine optimal antara 120-360mikromol/L antara 0 sampai 10 minggu akan mempunyai anak dengan IQ dalam batas normal pada umur 6 sampai 7tahun.
Consanguinity
Dua individu yang berhubungan darah jika mereka paling tidak mempunyai asal-usul yang sama. Hubungan tingkat pertama, mereka berbagi separuh gennya, hubungan tingkat kedua, mereka berbagi sebuah seperempat gennya, dan hubungan tingkat tiga-sepupu- berbagi seperdelapan gennya. Oleh karena potensi untuk berbagi gen yang dihapus tersebut, gabungan sekeluarga akan meningkatkan resiko untuk menghasilkan anak dengan penyakit autosomal resesif lain yang lebih jarang. Hal ini juga meningkatkan resiko untuk mempunyai keturunan dengan kondisi multifaktorial yang akan didiskusikan selanjutnya.
Pernikahan antar sepupu, pernikahan sedarah yang paling sering, menyebabkan peningkatan resiko terjadinya kelainan pada keturunannya menjadi dua kali lipat- 4 sampai 6% jika tidak ada riwayat penyakit genetik pada keluarganya. Jika salah satu pasangan mempunyai saudara dengan penyakit autosomal resesif, resikonya akan meningkat beberapa kali lebih tinggi dibandingkan apabila mereka memilih pasangan yang tidak ada hubungan kerabat.
Inses didefinsikan sebagai hubungan seksual antara hubungan tingkat pertama seperti orangtua dan anak atau saudara laki-laki dan perempuan dan ini secara umum illegal. Keturunannya mempunyai resiko kelainan yang paling tinggi dan sampai 40% keturunan mereka adalah abnormal akibat dari kedua resesif dan kelainan multifaktorial.
Pewarisan X-linked dan Y-linked
Sebagian besar penyakit X-linked adalah resesif. Beberapa yang telah diketaui secara jelas adalah buta warna, hemophilia A dan Duchenne muscular dystrophy. Ketika seorang wanita pembawa gen menyebabkan kondisi resesif X-linked, setiap anak laki-lakinyai mempunyai resiko sampai 50% dan setiap anak perempuannya mempunyai kemungkinan 50% untuk menjadi pembawa.
Laki-laki pembawa gen resesif X-linked biasaya terpengaruh karena mereka kekurangan kromosom X kedua untuk mengekspresikan gen dominan normal. Ketika seorang laki-laki mempunyai penyakit yang X-linked, tidak ada dari anak laki-lakinya yang akan terpengaruh karena mereka tidak menerima gen X-linked abnormal darinya. Wanita pembawa gen resesif X-linked umumnya tidak terpengaruh oleh penyakit ini. Pada beberapa kasus karena lionization yang tidak simetris- inaktivasi kromosom X pada setiap sel- wanita pembawa mungkin dapat mempunyai kondisi khususnya. Sebagai contoh adalah seorang wanita yang mempunyai gen hemophilia A dan yang memiliki tendensi perdarahan. Sama juga, wanita pembawa Duchenne muscular dystrophy mungkin dapat berkembang menjadi kardiomiopati dan kelainan konduksi jantung. Identifikasi gejala menjadi sangat bernilai pada perawatan wanita hamil dan memberikan diagnosis prenatal yang akurat.
Kelainan dominan X-linked sebagian besar mempengaruhi wanita karena mereka cenderung bersifat lethal pada keturunan laki-lakinya. Sebagai contoh termasuk hipoplasia dermal fokal, dan vitamin D-resistant rickets, serta incontinentia pigmenti.
Pembawa gen kromosom  Y penting untuk penentuan jenis kelamin dan variasi fungsi seluler  seperti spermatogenesis dan perkembangan tulang. Delesi gen pada lengan panjang mengakibatkan kelainan spermatogenesis berat, yangmana gen pada lengan pendek sangat penting untuk pasangan kromosom selama meiosis dan untuk fertilitas.

Pewarisan mitokondrial
Setiap sel manusia terdiri dari ratusan mitokondria, masing-masing mengandung gennya sendiri dan berkaitan dengan sistem replikasi. Dalam hal ini, mereka bersifat autosomal. Mitokondria  diwariskan secara eksklusif dari ibunya. Oosit manusia menngandung sekitar 100,000 mitokondria, tapi sperma hanya mengnadung 100 dan ini akan dirusak setelah fertilisasi. Setiap mitokondria mempunyai salinan sebuah molekul sirkuler DNA 16,5-kb yang banyak yang terdiri dari 37 gen yang unik. Peptide penyandi DNA mitokondria diperlukan untuk fosforilasi bersama ribosom dan RNA transfer.
Oleh karena mitokondria mengandung informasi genetik, pewarisannya mengikuti transmini gen dari ibu ke keturunannya tanpa kemungkinan rekombinasi . apabila terjadi mutasi mitokondria, maka dapat sampai ke sel anak perempuannya melalui pembelahan dan yang kemudian akan diperbanyak. Jika oosit mengandung DNA mitokondrial yang terlalu banyak mengalami mutasi ini dibuahi maka keturunannya dapat mempunyai penyakit mitokondria. Penyakit mitokondriaa mempunyai pola transmisi yang khas- kedua jenis kelamin dapat terpengaruh tapi transmisinya hanya melalui wanita.
Pada april 2009, 26 penyakit mitokondria atau kondisi yang diketahui berbasis molekuler dijelaskan di website OMIM. Contohnya termasuk epilepsy with ragged red fibers (MERRF), Leber optic atrophy, Kearns-Sayre syndrome, Leigh syndrome dan yang menarik adalah kerentanannya terhadap ketulian akibat aminoglycoside dan keracunan klorampenikol.
DNA Triplet Repeat Expansion—Anticipation
Hukum pertama Mendel menyatakan bahwa gen diturunkan secara tetap dari induk ke anaknya. Tanpa ada mutasi, hukum ini tetap dapat diaplikasikan  pada banyak gen atau trait. Bagaimanapun, Gen tertentu tidak stabil dan ukurannya dan secara otomatis berkaitan dengan fungsinya, mungkin akan berubah pada saat ditransmisikan dari induk ke anaknya. Manifestasi klinisnya disebuat anticipation, sebuah fenomena dimana gejala suatu penyakit tampak menjadi lebih berat dan muncul pada umur lebih awal pada masing-masing generasi. Contohnya termasuk X syndrome and myotonic dystrophy, keduanya disebabkan oleh adanya ekspansi pengulangan trinukleotida segmen  DNA. Contoh penyakit pengulangan DNA triplet lainnya ditunjukkan di tabel 12-6
Tabel 12-6
Fragile X Syndrome
Ini adalah bentuk paling umum dari retardasi mental yang berhubungan dengan keluarga dan terjadi sekitar 1 diantara 4000 laki-laki dan 1 dari 8000 (American College of Obstetricians and Gynecologists, 2006). Ini termasuk kelainan yang terikat kromosom X yang ditandai oleh retardasi mental yang berat. Laki-laki umumnya mempunyai nilai IQ 35 tau 45, dimana IQ wanita dengan kelainan ini umumnya lebih tinggi. Individu yang terpengaruh juga mempunyai perilaku austik, attention-deficit/hyperactivity disorder—ADHD yang disertai permasalahan bicara dan bahasa. Pemeriksaan fenotip termasuk wajah sempit dengan dagu yang besar, telinga yang panjang dan macroorchidism pada laki-laki postpubertas.
Fragile X disebabkan oleh ekspansi pengulangan trinukleotida segmen DNA-CGG, cytosine-guanine-guanine—pada kromosom Xq27. Ketika jumlah CGG mencapai ukuran kritis, gen fragile X mental retardation 1 (FMR1) mengalami metilasi dan tidak aktif, kemudian protein  fragile X mental retardation 1 (FMR1) tidak akan dihasilkan. Banyaknya pengulangan dan derajat metilasi menentukan seorang individu tersebut terpengaruh atau tidak dengan sindrom ini, dan juga menentukan derajat beratnya. Secara klinis, terdapat 4 kelompok:
1.       Mutasi penuh- lebih dari 200 pengulangan
2.       Premutasi- antara 61-200 pengulangan
3.       Intermediet- antara 41-60 pengulangan
4.       Tidak terpengaruh- kurang dari 40 pengulangan
Laki-laki yang mengalami mutasi penuh secara khas terjadi metilasi gen FMR1 dan ekspresi sindrom yang lengkap. Pada wanita, ekspresinya dapat bervariasi, tergantung pada kromosom X yang terpengaruh yang diinaktifkan.
Walaupunindividu dengan premutasi pada awalnya normal, penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya kondisi dengan manifestasi: late-onset neurodegenerative disorder dengan tremor and ataxia, terutama pada laki-laki; kegagalan prematuritas ovarium terjadi pada 20  sampai 30% wanita; dan autis atau perilaku seperti autis pada anak-anak.
Fetus akan mewarisi mutasi penuh fragile X syndrome tergantung pada transmisi jenis kelamin orangtuanya dan jumlah pengulangan CGG pada gen orangtua. Ketika ditransmisikan oleh laki-laki, jumlah pengulangan umumnya masih stabil-premutasi ditransmisikan tanpa mutasi penuh. Ketika ditransmisikan oleh wanita dengan premutasi, gen FMR1 dapat berkembang menjadi mutasi penuh selama meiosis, terutama jika jumlah pengulangan gen CGG lebih dari 90. Jika wanita membawa premutasi yang meningkatkan jumlah yang ditransmisikan pada keturunannnya, kemudian anaknya mempunyai resiko untuk terjadi fragile X syndrome secara lengkap. Jika wanita membawa jumlah pengulangan intermediet-antara 41-60 pengulangan- jarang terjadi perkembangan menjadi mutasi penuh.
Diagnosa fragile syndrome prenatal dapat dimungkinkan dengan analisa Southern blot dan polymerase chain reaction (PCR) untuk menentukan jumlah pengulangan CGG dan kondisi metilasi gen. tes ini akan didiskusikan lebih lanjut. Amniosentesis dianjurkan, karena kondisi metilasi gen tidak dapat diperiksa dari vili korionik. Hal ini beralasan pada individu dengan riwayat retardasi mental, perkembangan yang terhambat dengan penyebab tidak diketahui atau autis untuk evaluasi genetik karena 2 sampai 6% akan terjadi fragile X.
Uniparental Disomy
Pada kondisi ini, kedua bagian dari sepasang kromosom berasal dari induk yang sama, disamping salah satu bagian diturunkan dari masing-amsing induk. Seringkali, uniparental disomy tidak mempunyai konsekuensi klinis. Beberapa pengecualian terjadi ketika yang terlibat adalah kromosom 6,7,11,14,atau 15. Keturunannnya mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya kelainan yang mengakibatkan ekspresi gen yang berbeda dari induknya. Walaupun beberapa mekanisme genetik mungkin dapat menyebabkan uniparental disomy, yang paling umum adalah “trisomic rescue”  seperti ditunjukkan pada gambar 12-8. Setelah terjadinya proses nondisjunction yang menghasilkan konsepsi trisomi, salah satu dari tiga homolog mungkin akan hilang. Hal ini akan terjadi pada uniparental disomy pada kromosom kasus ketiga.
Gambar 12-8
Isodomi adalah kondisi unik yang mana individu menerima 2 salinan identik pada sepasang kromosom  dari satu induk. Mekanisme ini menjelaskan beberapa kasus dari cystic fibrosis yangmana hanya salah seorang orangtuanya yang pembawa tapi fetus mewarisi 2 salinan kromosom abnormal dari orangtuanya itu. Hal ini juga mengimplikasikan pada perkembangan abnormal yang berkaitan dengan mosaik plasenta.
Imprinting
Istilah ini menggambarkan proses oleh gen tertentu yang diturunkan pada inactivated atau kondisi transcriptionally silent pada salah satu lokus induk pada keturunannya. Tipe inaktivasi gen ini ditentukan oleh jenis kelamin induk yang mentransmisikan dan mungkin akan dibalik pada generasi berikutnya. Imprinting mempengaruhi ekspresi gen melalui epigenetik control; ini akan merubah fenotip dengan mengubah ekspresi gen dan tanpa perubahan genotip permanen. Ketika sebuah gen diwariskan dalam kondisi imprinted state, fungsi gen diatur secara langsung oleh co-genen yang diwarisi dari orangutan lainnya, jadi imprinting memberikan efek dengan mengatur “dosis” gen spesifik.
Penyakit tertentu yang termasuk dalam imprinting ditunjukkan tabel 12-7. Contoh yang sangat bermanfaat termasuk 2 penyakit yang berbeda yang mungkin disebabkan oleh mikrodelesi, uniparental disomy atau imprinting pada bagian DNA 15q11-q13:
1.       Prader–Willi syndrome yang ditandai dengan obesitas dan hiperpagia;perawakan pendek; tangan, kaki dan genetalia eksterna yang kecil; dan retardasi mental ringan. Lebih dari 70% kasus, Prader–Willi syndrome disebabkan oleh mikrodelesi atau gangguan pada gen induk paternal  15q11-q13. Sisanya disebabkan oleh maternal uniparental disomy atau karena imprinting dengan gen paternal yang tidak aktif.
2.       Angelman syndrome termasuk memiliki tinggi dan berat badan normal; retardasi mental berat; tidak dapat bicara; kelainan kejang; ataksia atau gerakan tangan yang tersentak (jerky arm movements); dan paroxysms of inappropriate laughter. Sekitar 70% kasus, Angelman syndrome disebabkan oleh mikrodelesi atau gangguan pada gen maternal 15q11-q13. Sekitar 2%, sindrom ini disebabkan oleh parental uniparental disomy, dan 2 sampai 3% lainnya disebabkan oleh imprinting- dengan inaktivasi gen maternal.
Tabel 12-7
Terdapat sejumlah contoh imprinting lainnya yang penting bagi obstetrician. Complete hydatidiform mole yang diturunkan secara paternal diploid komplemen kromosom, ditandai dengan pertumbuhan jaringan plasenta yang terganggu dengan tanpa kelainan struktur fetus. Sebaliknya, ovarian teratoma yang diturunkan secara maternal diploid komplemen kromosom ditandai dengan pertumbuhan jaringan fetus yang bervariasi tapi tanpa disertai kelainan struktur plasenta. Dari sini diketahui bahwa gen paternal sangat penting dalam pertumuhan plasenta dan gen maternal penting untuk pertumbuhan fetus, keduanya harus ada pada setiap pertumbuhan dan perkembangan fetus normal.

Multifactorial and Polygenic Inheritance
Polygenic traits ditentukan oleh efek kombinasi lebih dari satu gen, dan multifactorial traits ditentukan oleh gen yang multiple dan faktor lingkungan. Sebagian besar sifat yang diturunkan adalah multifaktorial atau poligenik. Kelainan bawaan lahir oleh karena pewarisan/penurunan sifat diketahui mempunyai kecenderungan untuk berulang pada sebuah keluarga, tapi tidak mengikuti pola penurunan/pewarisan sifat oleh mendelian. Resiko berulang empirisnya untuk hubungan tingkat satu biasanya sekitar 3 sampai 5%. Sifat multifaktorial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa cara, tapi yang paling logis adalah mengkategorikannya sebagai continuously variable traits, threshold traits, atau complex disorders pada dewasa.
Continuously variable traits
Sifat yang secara terus menerus berubah jika mempunyai distribusi normal pada populasi umum, seperti berat badan atau ukuran kepala. Ketidaknormalan pada sifat ini ditetapkan jika dengan pengukuran hasilnya lebih besar dari 2 standar deviasi ± dari populasi rata-rata. Continuously variable traits dipercaya diakibatkan dari efek kecil individual dari gabungan banyak gen dengan faktor lingkungan. Mereke cenderung tidak terlalu berbeda dari  keturunan individu yang terpengaruh, karena prinsip statistic dari regresi rata-rata.
Threshold Traits
Sifat ini tidak akan muncul sampai batasan tertentu tercapai. Faktor yang menciptakan liabilitas atau kecenderungan sifat ini didistribusikan secara normal, dan hanya individu pada batas distribusi  ekstrim yang mempunyai sifat atau kelainan. Kelainan fenotip terjadi mengikuti all-or-none phenomenon. Individu dengan keluarga yang beresiko tinggi mempunyai gen abnormal yang cukup atau pengaruh lingkungan yang mempunyai liabilitas dengan dengan batasan (threshold) dan pada anggota keluarga tertentu, batasan ini akan terlewati. Bibir sumbing dan stenosis pylorus adalah contoh dari  threshold traits.
threshold traits tertentu mempunyai predileksi pada salah satu jenis kelamin, mengindikasikan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai batas laiabilitas yang berbeda (gambar 12-9). Sebagai contoh stenosis pylorus yang lebih umum terjadi pada laki-laki. Jika seorang wanita  mengalami stenosis pylorus, sepertinya dia diwarisi gen abnormal atau faktor predisposisi yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menjadi stenosis pylorus pada laki-laki. Resiko rekurensi untuk anaknya atau saudaranya adalah 3 sampai 5 % lebih tinggi daripada yang diharapkan. Saudara laki-lakinya atau keturunannya akan memiliki liabilitas paling tinggi karena mereka tidak hanya mewarisi sejumlah gen yang terpengaruh tapi juga jenis kelamin yang lebih rentan.
Gambar 12-9
Akhirnya, resiko rekurensi threshold traits juga lebih tinggi jika terdapat kelainan yang berat, sekali lagi diduga terdapat keberadaan gen abnormal lain atau pengaruhnya. Sebagai contoh, resiko rekurensi setelah kelahiran anak dengan bilateral cleft lip dan palatum sebesar 8%, dibandingkan dengan 4% pada unilateral cleft lip tanpa cleft palate.
Complex Disorders of Adult Life
Ini adalah sifat dimana banyak gen yang  menentukan kerentanan terhadap faktor lingkungan, dengan penyakit akibat  kombinasi keduanya yang paling tidak menguntungkan. Contohnya termasuk kelainan umum seperti penyakit jantung atau hipertensi. Ini biasanya diturunkan dalam keluarag dan berperilaku sebagai threshold traits, tapi dengan pengaruh lingkungan sebagai kofaktor yang penting. Pada beberapa teahun terakhir, banyak mutasi gen spesifik yang telah ditandai yang mungkin menyebabkan kondisi umum ini. sebagai contoh, pada april 2009, pada website OMIM terdapat lebih dari 700 spesifik catatan untuk “diabetes”. Pada beberapa penyakit, cirri khas yang berkaitan dengan gen memberikan sebuah petunjuk patogenesis, yangmana pada gen lain yang berkaitan dapat menjadi sebuah marker penyakit.
Beberapa Contoh dari Multifactorial or Polygenic Defects
Variasi kelainan bawaan lahir dam penyakit yang umum menunjukkan pewarisan sifat multifaktorial atau poligenik. Penyakit ini mempunyai ciri khas penurunan sifat yang pasti, yang dapat membantu untuk membedakannya dari kelainan dengan model penurunan sifat lainnya (tabel 12-8). Ketika pemeriksaan resiko untuk  familial multifactorial trait, penting untuk dipertimbangkan derajat kedekatan hubungan dari individu yang terpengaruh dengan ferus, bukan dengan orangtuanya. Hubungan tingkat pertama yang terpengaruh-orangtua atau saudara fetus- menghasilkan  resiko yang lebih tinggi, tapi resiko menurun secara eksponensial dengan hubungan (keluarga) yang lebih jauh. Dua contohnya adalah kelainan jantung dan kelainan neural-tube.
Tabel 12-8
Kelainan jantung
Anomali struktur jantung adalah kelainan jantung paling sering diseluruh dunia, dengan insiden 8 dari 1000 kelahiran. Lebih dari 100 gen dipercaya ikut terlibat pada morfogenesis kardiovaskuler yang telah diketahui, termasuk produksi langsung faktor transkripsi yang bervariasi, protein yang disekresikan, protein ekstraseluler dan reseptor protein. Hasil gen ini sepertinya terlibat pada perkembangan jaringan jantung dan struktur tertentu. Sebagai contoh adalah asam folat dan mutasi methylene tetrahydrofolate reductase (MTHFR) yang mempengaruhi perkembangan kelainan jantung. Yang penting disini adalah suplementasi multivitamin yang engandung asam folat selama konsepsi mungkin dapat menurunkan insidennya.
Resiko rekurensi yang telah diteliti untuk kelainan jantung congenital ditunjukkan pada tabel 12-9. Jika kelainan alami pastinya diketahui, resiko spesifik paling besar seharusnya diberitahkan ketika konseling. Bagaimanapunjuga, pasangan dapat diberikan informasi resiko empiris untuk mempunyai anak dengan kelainan jantung. Terdapat 5 sampai 6% kejadian apabila ibunya mempunyai kelainan dan 2sampai 3% apabila ayahnya mempunyai kelainan tersebut. Kelainan spesifik yang mempunyai resiko rekurensi 4 sampai 6 kali lipat lebih tinggi adalah hypoplastic left heart, bicuspid aortic valve, dan aortic coarctation.
Tabel 12-9
Kelainan neural-tube
Terisolasi, tanpa gejala, kelainan neural-tube adalah kelainan struktur tersering kedua setelah kelainan jantung. Diagnosa prenatalnya dan gambaran USGnya digambarkan pada bagian 13 dan 16, Neural- Tube Defect.
Kelainan neural-tube adalah contoh klasik pewarisan mulfifaktorial. Perkembangannya dipengaruhi oleh leingkungan, diet dan kelainan fisik seperti hipertermia tau hioerglikemia, paparan teratogen, riwayat keluarga, asal etnik, jenis kelamin fetus, nutrisi cairan amnion dan gen yang variasi. Kelainan neural-tube dikaitkan dengan diabetes mellitus tipe 1 yang kemungkinan besar pada cranial tau cervical-thorakal; dengan paparan asam valproat, kelainan lumbosakral dan dengan hipertermia, dan anensepali.
Hibbard and Smithells (1965) mempostulatkan lebih dari 40tahun yang lalu bahwa metabolisme abnormal folat bertanggungjawab pada terjadinya malformasi neural-tube. Sepuluh tahun kemudian, sebuah variasi termolabil enzim 5,10-methylene tetrahydrofolate reductase (MTHFR), yang berperan penting dalam metabolisme folat, ditunjukkan berkaitan dengan kelaina neural0-tube ini. enzim ini mengubah kelompok metil dari asam folat menjadi homosistein dan mengubahnya menjadu metionin. Satu ketidaknormalan bentuk pembawa MTHFR, sebuah mutasi gen pada posisi 677 gen ini dan akan menurunkan aktivitas enzimnya. Supplement asam folat cenderung berkerja dengan mengatasi defisiensi enzim ini. oleh karena beberapa kelainan berkemabng pada fetus dengan alel 677 Cà T normal, dan karena suplemen asam folat tidak mencegah semua kasus, gen atau faktor lain yang tidak diketahui diduga ikut terlibat.
Tanpa suplemen asam folat, resiko rekurensi secara empiris setelah satu anak terkena adalah sebesar 3 sampai 4 %, dan setelah 2 anak terkena adalah sebesar 10 %. Dengan suplementasi, resiko setelah satu anak terkena menurun dari 70%  sampai kurang dari 1%.
Yang paling penting, suplementasi asam folat prenatal pada semua wanita secara signifikan dapat menurunkan insiden terjadinya kelainan neural-tube. Sejak tahun 1998,  Food and Drug Administration telah melakukan fortifikasi pada serela hasil pertanian yang telah dihitung, sehingga rata-rata wanita akan memakan asam folat ekstra 200mikrogram setiap hari. Di amerika serikat insiden kelainan neural-tube telah menurun seperempat sejalan dengan fortifikasi asam folat.
Tes genetik
Analisa sitogenetik
Semua jaringan yang mengandung sel yang sedang membelah atau sel yang dapat distimulasi untuk membelah cocok sesuai untuk analisa sitogenetik. Pembelahan sel tahap metaphase dan kromosom menjadi benang-benang tipis dan gelap. Teknik yang sering digunakan adalah pewarnaan Giemsa, yang gambarannya G-band ditunjukkan pada gmbar 12-3. Pola unik benang pada masing-masing kromosom membantu identifikasi ini sperti untuk mendeteksi delesi, duplikasi atau penyusunan kembali segmen. Akurasi analisa sitogenik akan meningkat dengan banyaknya benang yang dihasilkan. Dengan rseolusi tinggi pada metaphase ditemukan 450 sampai 550 benang yang tampak pada setiap kromosom haploid. Pada kromosom fase profase umumnya  tampak 850 benang.
Oleh karena pembelahan sel dapat dievaluasi, yang merupakan hasil dari hubungan kecepatan pertumbuhan sel pada kultur. Sel darah fetus sering memproduksi hasilnya dalam 36 sampai 48 jam. Cairan amonionyang terdiri dari sel epithelial, sel mukosa gastrointestinal dan amniosit biasanya dihasilkan dalam 5 sampai 14 hari. Apabila fibroblast kulit fetus dievaluai postmortem, stimulasi pertumbuhan sel menjadi lebih sulit, dan analisa sitogenetik mungkin memerlukan waktu 2 sampai 3 minggu.
Fluorescence In Situ Hybridization (FISH)
Prosedur ini memberikan metode yang cepat untuk menentukan jumlah perubahan pada kromosom tertentu dan mengkonfirmasi keberadaan atau hilangnya gen spesifik atau urutan DNA. FISH terutama digunakan untuk identifikasi aneuploid spesifik secara cepat yang mengubah manajemen klinis- sebagai contoh deteksi trisomi 18 atau verifikasi mikrodelesi yang dicurigai atau gejala duplikasi.
Sel difiksasi di gelas obyek, dan dengan fluorosensi kromosom akan ditandai atau gen yan akan diperiksa digabung pada kromosom tetap seperti pada gambar 12-10 dan 12-11. Setiap pemeriksaan adalah urutan DNA yang komplemen terhadap bagian kromosom tertentu atau gen yang telah diteliti, kemudian mencegah reaksi silang dengan kromosom lainnya. Jika urutan DNA tersebut ada, maka hibridisasi akan terdeteksi sebagai signal yang tampak terang melalui mikroskop. Jumlah signal tersebut mengindikasikan jumlah dari kromosom atau gen dari tipe sel yang dianalisa. FISH tidak memberikan informasi tentang komplemen kromosom secara keseluruhan, hanya bagian kromosom tertentu atau gen yang diteliti.
Gambar 12-10
Gambar 12-11
Aplikasi prenatal FISH  yang paling sering termasuk pemeriksaan kromosom fase interfase dengan urutan DNA spesifik pada kromosom 21,18, 13,X dan Y. pemeriksaan juga tersedia untuk membantu mengidentifikasi sejumlah gejala mikrodelesi. Seperti ditunjukkan pada gambar 12-11 adalah contoh FISH fase interfase menggunakan α-satellite probes untuk kromosom 18,X dan Y, pada kasus ini menunjukkan 3 signal untuk kromosom 18-trisomi 18. Pada review oleh Tepperberg and colleagues (2001) lebih dari 45000 kasus, indeks antara analisa FISH untuk kromosom ini dan kariotipe sitogenetik standar sebesar 99,8%. Bagaimanapun juga, konfirmasi dengan evaluasi sitogenetik standar direkomendasikan oleh American College of Medical Genetiks (2000).
Southern Blotting
Diberi nama sesuai penemunya, Edward Southern, teknik ini menggunakan identifikasi satu atai beberapa fragmen DNA tertentu dari beberapa juta atau yang diperoleh secara khas melalui enzim pencernaan pada semua genom manusia. Seperti digambarkan pada gambar 12-12, DNA dicerna oleh enzim restriction endonuclease, yang menghasilkan fragmen yang terpisah menggunakan agarose gel electrophoresis, dan kemudian fragmen tersebut ditransfer ke membrane nitroselulosa yang mengikat DNA. Pemeriksaan homolog untuk segmen DNA tertentu kemudian ditanamkan pada DNA yang sudah terikat pada membrane, dengan marker yang menunjukkan identifikasinya. Prinsip dasar  teknik Southern Blotting juga dapat diaplikasikan pada RNA, yangmana pada kasus ini disebut Northern blotting, dan pada protein disebut —Western blotting.
Gambar 12-12
Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR memungkinkan sintesis sejumlah rangkaian DNA spesifik atau gen secara cepat. Untuk ini, seluruh rangkaian gen atau rangkaian awal atau rangkaian akhir gen harus diketahui.  PCR melibatkan 3 langkah yang akan diulang beberapa kali. Pertama, double-stranded DNA didenaturasi dengan pemanasan. Kemudian oligonukleotida primer disesuaikan dengan rangkaian target pada rantai DNA yang terpisah ditambahkan dan diperkuat pada ujung rangkaian target. Yang terakhir, campuran nukleotida dan heat-stable DNA polymerase ditambahkan untuk memperpanjang rangkaian primer dan rantai komplemen baru DNA telah disintesis. Prosedur ini diulang terus menerus dengan amplifikasi eksponensial dari segmen DNA.
Linkage Analysis
Jika penyakit spesifik yang disebabkan oleh gen belum diidentifikasi, Linkage Analysis mungkin akan membantu. Pada beberapa kasus, kemungkinan individu conothnya fetus yang mempunyai keturunan gen abnormal dapat diperkirakan. Linkage Analysis memberikan informasi lokasi gen yang berbeda menjadi dapat ditentukan, dengan jarak masing-masing. Keterbatasan teknik ini adalah kurangnya ketelitian, yang tergantung pada kuran keluarga dan kesediaan anggota keluarga untuk dites, dan ini juga tergantung pda keberadaan marker informatif yang dekat dengan gennya.
Marker spesifik yang dipilih untuk penelitian, berdasar pada lokasi gen yang diduga berperan pada kondisi tersebut. DNA dari masing-masing anggota keluarga kemudian dianalisa untuk menentukan ada tidaknya marker terpilih yang ditransmisikan diantara gen penyakit. Jika individu dengan penyakit mempunyai marker dan individu tanpa penyakit tidak mempunyai marker, maka gen penyebab penyakit dapat dikatakan berikatan dengan marker, diduga bahwa mereka berdekatan satu sama lain pada kromosom yang sama.
Comparative Genomic Hybridization (CGH) Arrays
Comparative Genomic Hybridization (CGH) Arrays mengambil manfaat dari prinsip PCR dan asam nukleotida dihibridisasi untuk melindungi DNA dari banyak gen atau mutasi spontan. Sebuah microarray platform yang terdiri dari fragmen DNA yang dikenal sebagai rangkaian. DNA dari individu yang dites diberi label dengan fluorescent dye dan dipaparkan pada fragmen DNA yang difiksasi pada chip. DNA control normal diberi label dengan menggunakan fluorescent probe yang berbeda. Intensitas signal fluorescent probe kemudian dibaca oleh laser scanner.
Keterbatasan penting teknologi ini adalah bentuknya. Ini tidak dapat mendeteksi penyusunan kembai keseimbangan sruktur kromosom seperti keseimbangan translokasi atau inversi. Genetik polymorphisms dididentifikasi untuk mengetahui apakah ini mempunyai klinis yang signifikan atau tidak. Walaupun penggunaan CGH array sekarang ini masih dalam penelitian, diharapkan bahwa suatu hari teknologi ini akan mengubah skrening genetik untuk diagnosa prenatal. 

No comments