Breaking News

Golongan Darah, Badan Kromatin & Alel

Tujuan
  1. Mempelajari system penggolongan darah (ABO) dan rhesus dengan melihat reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody.
  2. Mengamati adanya Badan Barr pada sel epitel mukosa pipi dan Drum Stick pada neutrofil tembereng.
  3. Menghitung frekuensi alel pada sebuah populasi.
Landasan Teori
Golongan Darah
Berbagai system golongan terbentuk karena pada lokus isoaglutinogen (I) terjadi mutasi berulang-ulang sehingga menimbulkan alel berganda (multiple alel). Pada system ABO, seseorang yang bergolongan darah A memiliki zat anti B atau antibodi B (beta). Seseorang yang bergolongan darah B memiliki antigen B pada permukaan eritrositnya dan pada plasma darahnya memiliki zat anti A (alfa). Seseorang dengan golongan darah AB memiliki zat anti A dan B pada plasma darahnya. Reaksi  aglutinasi terjadi jika antigen A bercampur atau bertemu dengan zat anti A, dan antigen B bercampur atau bertemu  dengan zat anti B.
Pada system rhesus terdiri dari rhesus positif dan negative. Sebagian besar orang Asia, termasuk Indonesia, memiliki Rhesus positif. Sedangkan rhesus negative banyak dimiliki oleh ras orang kaukasia. Zat anti rhesus secara alami tidak terdapat pada plasma darah, namun berada dalam plasma darah hewan percobaan (kelinci) yang telah disuntik antigen rhesus. Reaksi aglutinasi terjadi jika antigen rhesus bercampur atau bertemu dengan zat anti rhesus. Contoh reaksi aglutinasi golongan darah:
Frekuensi Alel
Alel adalah pasangan gen dalam kromosom yang menjadi genotip dari suatu sifat dan akan mengekspresikan fenotip. Pasangan alel dapat berupa homozigot dominan, homozigot resesif ataupun heterozigot. Alel yang berpasangan akan mengekspresikan fenotip tertentu. Biasanya alel dominan dapat diekspresikan pada homozigot dominan maupun heterozigot. Sedangkan, alel resesif diekpresikan pada homozigot resesif.
Frekuensi alel adalah bentuk distribusi suatu alel dalam suatu populasi. Populasi adalah kumpulan dari individu yang menempati suatu wilayah tertentu dalam jumlah yang tertentu. Keberadaan sebuah populasi memungkinkan keanekaragaman pasangan alel suatu sifat, baik sifat monogen maupun sifat poligen. Menurut Hardy Weinberg, frekuensi suatu alel dalam sebuah populasi pada dasarnya adalah tetap, bila dipenuhi syarat-syarat berikut
a.       Populasi dalam jumlah yang besar (atau infinite) dan memiliki kemampuan regenerasi tinggi, sehingga perubahan kecil dalam populasi tidak akan mempengaruhi gambaran populasi secara umum.
b.      Adanya random mating antarindividu dalam suatu populasi
c.       Tidak adanya evolutionary forces yang mengakibatkan adaptasi menyeluruh pada populasi sehingga gambaran populasi berubah.
d.      Tidak terjadi migrasi (perpindahan individu), mutasi (perubahan susunan genetic) pada populasi yang memungkinkan perubahan proporsi alel.

Secara umum, hukum Hardy Weinberg digambarkan dalam matematis sebagai

p+q=1
(p+q)2=1
p2+2pq+q2=1
Keterangan      : p= alel 1
                          q= alel 1” (pasangan alel 1)
Gol Darah
Anti A
Anti B
Anti A, B
Anti Rhesus
A
+
-
+

B
-
+
+

AB
+
+
+

O
-
-
-

Rhesus +



+
Rhesus -



-

Keterangan: (+) = adanya reaksi aglutinasi
                     (-) = tidak adanya reaksi aglutinasi
Alat
  1. Autoclix, untuk mengambil darah
  2. Jarum untuk autoclix
  3. Tusuk gigi
  4. Kertas atau kartu penunjuk golongan darah
Bahan
  1. Zat anti A
  2. Zat anti B
  3. Zat anti A, B
  4. Zat anti Rhesus
  5. Alcohol swab
Cara Kerja
Golongan Darah
  1. Mengisi autoclix dengan jarum steril. Mengatur kedalaman jarum (1-5).
  2. Mengusapkan alcohol swab pada bagian jari yang akan diambil darahnya.
  3. Meletakkan autoclix di atas kulit jari bagian ujung kemudian menekannya.
  4. Meneteskan darah di atas kertas/kartu penunjuk golongan darah.
  5. Menambahkan zat anti A pada kotak 1, zat anti B pada kotak 2, zat anti A,B pada kotak 3, dan zat anti rhesus pada kotak 4.
  6. Mengaduk masing-masing campuran darah dengan zat anti dengan tusuk gigi.
  7. Mendiamkan beberapa detik lalu mengamati ada tidaknya reaksi aglutinasi.
  8. Mencatat dan menganalisis hasil pengamatan.
Badan Kromatin
1.      Preparat diletakkan diatas stage mikroskop
2.      Putar kondensor pada perbesaran 100x
3.      Atur makrometer serta micrometer hingga didapat gambar yang jelas
4.      Naikkan pembesaran secara bertahap dari 100x hingga 400x
5.      Lihat bagian-bagian pada sel darah pada sediaan apusan darah tepi
6.      Cari neutrofil serta bagian pada neutrofil yang menyerupai drum stick
7.      Naikkan kembali perbesaran menjadi 1000x dengan meneteskan minyak emersi pada preparat
8.      Gambar keseluruhan bagian neutrofil yang terlihat
9.      Melakukan langkah-langkah pengamatan yang sama pada sediaan sel epitel mukosa pipi

Hasil Pengamatan
Golongan Darah
No.
Nama
Anti A
Anti B
Anti A, B
Anti Rhesus
Gol Darah
1.
Akhdes  Indra O. W
+
-
-
+
A+
2.
Angela Christina
-
+
+
+
B+
3.
Christopher Christian
+
+
+
+
A+
4.
Dita Gemiana
-
+
+
+
B+
5.
Faradila Keiko
+
-
+
+
A+
6.
Fienda Ferani
-
-
-
+
O+
7.
Muhammad Walliyulhaq
-
-
-
+
O+
8.
Randy SN Rusdy





9.
Riva Ambardina
+
-
+
+
A+
Keterangan: (+) = adanya reaksi aglutinasi
                     (-) = tidak adanya reaksi aglutinasi
Analisis:
Cara menentukan golongan darah adalah sebagai berikut:
  1. Golongan darah A: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti A dan anti A,B
  2. Golongan darah B: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti B dan anti A,B
  3. Golongan darah AB: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti A, anti B, dan anti A,B
  4. Golongan darah O: tidak terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti A, anti B, dan anti A,B
  5. Rhesus positif: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti Rhesus
  6. Rhesus negatif: tidak terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti Rhesus
Badan Kromatin
Dari hasil pengamatan dengan menggunakan mikrosokop cahaya dengan perbesaran 100x serta diberikan tambahan minyak emersi, ditemukan salah  satu  kromatin X pada inti sel epitel mukosa pipih yang membentuk  Badan Barr (Barr Body). Badan Barr ini terletak di tepi inti sel dan melekat dengan selaput inti sel. Badan barr terlihat seperti bagian inti yang berwarna lebih gelap dari bagian inti maupun kromatin yang lain. Badan Barr menunjukkan bahwa pengamtan dilakukan pada kromosom perempuan, karena Badan Barr  hanya dibentuk oleh salah satu kromatin X perempuan.
 Namun, ada pengamatan lain, yaitu  pengamatan inti sel pada sel neutrofil tembereng, ditemukan pula kromatin X yang juga memebentuk Badan BarrI, tetapi mengalami perlekatan pada membran inti. Kromatin X ini membentuk suatu bagian dari inti yang menonjol keluar dari inti neutrofil. Bentuknya bulat dan padat, persis menyerupai pemukul gendering (stick drum). Hal ini juga membuktikan bahwa preparat yang diamati berasal dari perempuan yang salah satu kromosomnya membentuk badan barr atau tidak aktif.

Frekuensi Alel
Dari hasil penghitungan pada mahasiswa FKX tahun ajaran 2009/2010 kelas regular didapati bahwa
a.       Jumlah individu dengan daun telinga menggantung sebanyak 124 orang. Selanjutnya alel dominan yang mengekspresikan daun telinga menggantung dilambangkan sebagai p
b.      Jumlah individu dengan daun telinga melekat yakni 49 orang. Selanjutnya alel resesif yang menjadi pasangan alel p dilambangkan sebagai q
Daun telinga yang menggantung memiliki genotip pp dan pq
Daun telinga menempel memiliki genotip qq
Maka frekuensi daun telinga menempel adalah
f(qq)=
f(q) =
            Karena p+q=1
sehingga f(p)=1-f(q)
            f(p)= 0,47
f(pp)= f(p)2=0,22
Sehingga
1.      Frekuensi alel homozigot dominan (pp)          = 0,22 x 173
= 38 orang
2.      Frekuensi alel homozigot resesif (qq)             = 0,28 x 173
= 49 orang

3.      Frekuensi alel heterozigot (pq)            = (1-0,22-0,28) x 173 x 2
= 86 orang

Kesimpulan
Penetuan golongan darah system ABO dan system Rhesus dilakukan dengan mengamati ada tidaknya reaksi aglutinasi antara antigen dengan antibodi (sampel darah dan zat-zat anti).

No comments