Breaking News

Tanaman Alelopati

Interaksi antarkomponen ekologi dapatmerupakan interaksi antarorganisme, antarpopulasi, dan antarkomunitas. Interaksi antar organisme dimana semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat.
Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai netral, predasi, parasitisme, komensalisme, dan mutualisme. Netral yakni hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya, antara capung dan sapi. Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa (Anonim2009 : 1)
Interaksi antarpopulasi, yakni terjadi antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antarpopulasi adalah alelopati. Allelopathy merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu. Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput (Anonim2009 : 1).
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem tumpang sari yaitu pada pohon-pohon yang ada. Pohon-pohon yang terdapat pada areal hutan yang akan digunakan sebagai tanaman utama, dapat mengeluarkan zat-zat penghambat tumbuh yang dikenal dengan allelopathy. Zat-zat penghambat tumbuh yang paling umum adalah senyawa-senyawa aromatic seperti fenol dan laktan, alkaloid tertentu, asam organic dan asam lemak bahkan ion-ion logam dapat juga bertindak sebagai penghambat. Pengaruh buruk dari allelopathy berupa gangguan atau hambatan pada perbanyakan dan perpanjangan sel, aktifitas giberalin dan Indole Acetid Acid ( IAA ), penyerapan hara, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan mulut daun, sintesa protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain. Patrick (1971) dalam Salampessy (1998) menyatakan bahwa hambatan allelopathy dapat pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan pertumbuhan tanaman, gangguan sistim perakaran, klorosis, layu, bahkan kematian tanaman (Anonim2009 : 1).
Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia    (Rohman dan I wayan Sumberartha, 2001). Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan. Dalam Rohman dan I wayan Sumberartha (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati  (Anonim2009 : 1).
Melalui penguapan, senyawa alelopati ada yang dilepaskan melalui penguapan. Beberapa genus tumbuhan yang melepaskan senyawa alelopati melalui penguapan adalah Artemisia, Eucalyptus, dan Salvia. Senyawa kimianya termasuk ke dalam golongan terpenoid. Senyawa ini dapat diserap oleh tumbuhan di sekitarnya dalam bentuk uap, bentuk embun, dan dapat pula masuk ke dalam tanah yang akan diserap akar. Eksudat akar, banyak terdapat senyawa kimia yang dapat dilepaskan oleh akar tumbuhan (eksudat akar), yang kebanyakan berasal dari asam-asam benzoat, sinamat, dan fenolat. Pencucian, sejumlah senyawa kimia dapat tercuci dari bagian-bagian tumbuhan yang berada di atas permukaan tanah oleh air hujan atau tetesan embun (Anonim 2009 : 1).
Hasil cucian daun tumbuhan Crysanthemum sangat beracun, sehingga tidak ada jenis tumbuhan lain yang dapat hidup di bawah naungan tumbuhan ini. Pembusukan organ tumbuhan, setelah tumbuhan atau bagian-bagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah larut dapat tercuci dengan cepat. Sel-sel pada bagian-bagian organ yang mati akan kehilangan permeabilitas membrannya dan dengan mudah senyawa-senyawa kimia yang ada didalamnya dilepaskan. Beberapa jenis mulsa dapat meracuni tanaman budidaya atau jenis-jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya. Selain melalui cara-cara tersebut, pada tumbuhan yang masih hidup dapat mengeluarkan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Demikian juga tumbuhan yang sudah matipun dapat melepaskan senyawa alelopati lewat organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah (Anonim 2009 : 1).
Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini. Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya (Anonim2009 : 1).
Senyawa-senyawa kimia dari dalam tubuh tumbuhan yang bersifat allelopathy misalnya phenolic, terpenes, alkaloids, nitrils, glycosides, difenol, asam benzoate, asam lemak, koumarin, fanin, slfida, glucocida, parin dan nucleocida. Beberapa jenis tumbuhan penghasil sat allelopathy antara lain, Juglans nigra, Salvia leucophylla, Parthenium argentatum, Arthemisia absinthium dan A. vulgaris, Encelia farinose, Hordeum vulgare, Helianthus annuus, dan diduga jenis tumbuhan lainnya yang diduga menghasilkan zat allelopathy, yaitu genus Eucalyptus, Acacia, pinus, Eucelia, Hordeum, grevillea,  Camelina, Adenostena, Erenophylla, dan Agropyron (Indrianto 2006).
Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya. Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, namun menurut Einhellig (1995) proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran (Anonim2009 : 1).

No comments