Breaking News

Peran Mikroba Dalam Pengolahan Limbah Lingkungan

Mikroba di alam secara umum berperan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad redusen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh bakteri redusen adalah bakteri dan jamur.
Mikroba terdapat dimana-mana di sekitar kita, ada yang menghuni tanah air dan atmosfer planet kita. Adanya mikroba di planet lain diluar bumi telah diselidiki pula, namun sejauh ini di ruang angkasa belum menampakkan adanya mikroba. studi tentang mikroba yang ada di lingkungan alamiahnya disebut ekologi mikroba. Ekologi merupakan bagian biologi yang berkenaan dengan studi mengenai hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya.

A.      Penguraian/ Biodegradasi Bahan Pencemar (Polutan)
Pencemaran lingkungan akhir-akhir ini menjadi permasalahan global yang menuntut pengelolaan yang efektif dan efisien dalam waktu yang relatif cepat. Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena adanya polutan industri, domestik, pertanian, peternakan, rumah sakit dan lain sebagainya. Pengelolaan pencemaran lingkungan bertujuan agar suatu kegiatan sedapat mungkin menghasilkan polutan sesedikit mungkin atau menjadikan polutan tersebut tidak berbahaya lagi sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. Pengelolaan lingkungan secara biologi dapat dilakukan dengan bantuan mikroba.
I.          Bakteriologi Lingkungan
Akhir-akhir ini mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan, terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan (bioremidiasi), baik di lingkungan tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yaang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten).
1.        Penggunaan Mikroba dalam pembersihan air
Dalam air baik yang kita anggap jernih, sampai terhadap air yang keadaannya sudah kotor atau tercemar, di dalamnya akan terkandung sejumlah ke-hidupan, yaitu misalnya yang berasal dari sumur biasa, sumur pompa, sumber mata-air dan sebagai-nya, di dalamnya terdiri dari bakteri, yaitu :
·           Kelompok bakteri besi (misalnya Crenothrix dan Sphaerotilus) yang mampu mengoksidasi senyawa ferro menjadi ferri. Akibat kehadirannya, air sering berubah warna kalau disimpan lama yaitu warna kehitam-hitaman, kecoklat-coklatan, dan sebagainya.
·           Kelompok bakteri belerang (antara lain Chromatium dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S. Akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk seperti bau telur busuk.
·           Kelompok mikroalge (misalnya yang termasuk mikroalga hijau, biru dan kersik), sehingga kalau air disimpan lama di dalamnya akan nampak jasad-jasad yang berwarna hijau, biru atau pun kekuning-kuningan, tergantung kepada dominasi jasad-jasad tersebut serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air, dapat menyebabkan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena kelompok bakteri besi dan bele­rang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat lainnya adalah terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda logam yang berada di dalamnya, men­jadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
Mikroba yang terdapat dalam air limbah kebanyakan berasal dari tanah dan saluran pencernaan. Bakteri colon (coliforms) terutama Escherichia coli sering digunakan sebagai indeks pencemaran air. Bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lama dalam air, sehingga air yang banyak mengandung bakteri tersebut dianggap tercemar. Untuk mengurangi mikroba pencemar dapat digunakan saringan pasir atau trickling filter yang segera membentuk lendir di permukaan bahan penyaring, sehingga dapat menyaring bakteri maupun bahan lain untuk penguraian. Penggunaan lumpur aktif juga dapat mempercepat perombakan bahan organik yang tersuspensi dalam air.
Banyak mikroba yang terdapat dalam air limbah meliputi mikroba aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif yang umunya bersifat heterotrof. Mikroba tersebut kebanyakan berasal dari tanah dan saluran pencernaan. Bakteri colon (coliforms) terutama Escherichia coli sering digunakan sebagai indeks pencemaran air. Bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lama dalam air, sehingga air yang banyak mengandung bakteri tersebut dianggap tercemar. Untuk mengurangi mikroba pencemar dapat digunakan saringan pasir atau trickling filter yang segera membentuk lendir di permukaan bahan penyaring, sehingga dapat menyaring bakteri maupun bahan lain untuk penguraian. Penggunaan lumpur aktif juga dapat mempercepat perombakan bahan organik yang tersuspensi dalam air.
Biofilm (lapisan kumpulan mikroorganisme) berperan dalam pengolahan air limbah atau limbah cair baik pada lagoon system (sistem kolam), activated sludge system (sistem lumpur aktif), down flow sand filter system (sistem filter pasir aliran ke bawah) dan up flow sand filter system (sistem filter aliran ke atas). Salah satu fungsi biofilm tersebut adalah mendekomposisi protein menjadi amonia, nitrit, dan nitrat.
Secara kimia digunakan indeks BOD (biological oxygen demand). Prinsip perombakan bahan dalam limbah adalah oksidasi, baik oksidasi biologis maupun oksidasi kimia. Semakin tinggi bahan organik dalam air menyebabkan kandungan oksigen terlarut semakin kecil, karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Adanya bahan organik tinggi dalam air menyebabkan kandungan oksigen terlarut semakin kecil, karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Adanya bahan organik tinggi dalam air menyebabkan kebutuhan mikroba akan oksigen akan meningkat, yang diukur dari nilai BOD yang meningkat. Untuk memperdcepat perombakan umumnya diberi aerasi untuk meningkatkan oksigen terlarut, misalnya dengan aeraror yang disertai pengadukan. Setelah terjadi perombakan bahan organik maka nilai BOD menurun sampai nilai tertentu yang menandakan bahwa air sudah bersih.
Dalam suasana aerob bahan-bahan dapat dirubah menjadi sulfat, fosfat, amonium, nitrat, dan gas CO2 yang menguap. Untuk menghilangkan sulfat, ammonium dan nitrat dari air dapat menggunakan berbagai cara. Dengan diberikan suasana yang anaerob maka sulfat direduksi menjadi gas H2S, ammonium dan nitrat dirubah menjadi gas N2O atau N2.
2.        Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Detergen
Alkil benzil sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang merupakan zat aktif yang dapat menurunkan tegangan muka sehingga dapat digunkan sebagai pembersih. ABS mempunyai Na-sulfonat polar dan ujung alkil non-polar. Pada proses pencucian, ujung polar ini menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung polarnya menghadap ke luar (ke-air). Bagian alkil dari ABS ada yang linier dan non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang ABS-nya lebih kuat dan berbusa, tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air berbuih. Sulitnya peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi pada alkil. Hal ini dapat dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier. Namun ada beberapa bakteri yang dapat menguraikan ABS meskipun memakan waktu yang cukup lama.
3.        Penggunaan Mikroba dalam Menguraikan Plastik
Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik sangat sulit dirombak secara alamiah. Hal ini mengakibatkan limbah yang plastik semakin menumpuk dan dapat mencemari lingkungan. Akhir-akhir ini sudah mulai diproduksi plastik yang mudah terurai.
Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri dari polietilen, polistiren, dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain penyusun plastik yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah.
Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri dari dari bakteri, actynomycetes, jamur, dan khamir yang umumnya dapat menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan menggunakan sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor, Clasdosporium sp., Fusarium sp., Penicillium sp., Trichoderma sp., Verticillium sp., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta bakteri Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium sp., dan actynomycetes Streptomyces rubrireticuli.
Untuk dapat merobak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur berkurang.
4.        Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Minyak bumi
Minyak bumi tersusun dari berbagai macam molekul hidrokarbon alifatik, alisiklik, dan aromatik. Mikroba berperan penting dalam menguraikan minyak bumi ini. Ketahanan minyak bumi terhadap peruraian oleh mikroba tergantung pada struktur dan berat molekulnya.
Fraksi alkana rantai C pendek, dengan atom C kurang dari 9 bersifat meracun terhadap mikroba dan mudah menguap menjadi gas. Fraksi n-alkana rantai C sedang dengan atom C 10-24 paling cepat terurai. Adanya rantai C yang bercabang pada alkana akan mengurangi kecepatan peruraian, karena atom C tersier atau kuarter mengganggu mekanisme biodegradasi.
Apabila dibandingkan maka senyawa aromatik akan lebih lambat terurai daripada alkana linier. Sedang senyawa alisiklik sering tidak dapat digunakan sebagai sumber C untuk mikroba, kecuali mempunyai rantai samping alifatik yang cukup panjang. Senyawa ini dapat terurai karena kometabolisme beberapa strain mikroba dengan metabolisme saling melengkapi. Jadi walaupun senyawa hidrokarbon dapat diuraikan oleh mikroba, tetapi belum ditemukan mikroba yang berkemampuan enzimatik lengkap untuk penguraian hidrokarbon secara sempurna.
Bakteri juga telah dimanfaatkan untuk mengatasi limbah minyak bumi di daerah kilang minyak (terutama kilang minyak lepas pantai) atau pada kecelakaan kapal pengangkut minyak bumi. Golongan Pseudomonas, seperti Pseudomonas putida mampu mengkonsumsi hidrokarbon yang merupakan bagian utama dari minyak bumi dan bensin. Gen yang mengkode enzim pengurai hidrokarbon terdapat pada plasmid. Bakteri yang mengandung plasmid rekombinan dikultur dalam jerami dan dikeringkan. Jerami berongga yang telah berisi kultur bakteri kering dapat disimpan dan digunakan jika diperlukan. Pada serat jerami ditaburkan di atas tumpahan minyak, mula-mula jerami akan menyerap minyak dan bakteri akan menguraikan tumpahan minyak itu menjadi senyawa yang tidak berbahaya dan tidak menimbulkan polusi. Bakteri ini juga digunakan untuk membersihkan limbah minyak (lemak) di pabrik-pabrik pengolahan daging. Kemampuan bakteri menguraikan minyak juga dimanfaatkan untuk membersihkan pipa-pipa yang salurannya sering mengalami penyumbatan oleh minyak (lemak) pada pabrik pengolahan daging tersebut.
5.        Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Pestisida/herbisida
Macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudah mengakibatkan banyak pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC, dan lain-lain. walaupun sekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai (biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat rekalsitran. Walaupun dalam dosis rendah, tetapi dengan terjadinya biomagnifikasi maka kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia.
Untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida/ herbisida. Proses biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida, sebagai berikut:
a.         Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi.
b.        Ketidak jenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi.
c.         Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincin aromatik sangat mempengaruhi degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5- triklorofenoksi asam asetat).
d.        Posisi terikatnya rantai samping sangat menetukan kemudahan degradasi pestisida.
Aspergilus niger merupakan salah satu spesies bakteri yang dapat dikembangkan untuk memetabolisme pestisida tertentu seperti endosulfan dan karbofuran.
6.        Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Logam Berat
Limbah penambangan emas dan tembaga (tailling) yang banyak mengandung logam berat terutama air raksa (Hg), industri logam dan penyamakan kulit banyak menghasilkan limbah logam berat terutama cadmium (Cd), serta penggunaan pupuk (misalnya pupuk fosfat) yang mengandung logam berat seperti Hg, Pb, dan Cd sekarang banyak menimbulkan masalah pencemaran logam berat. Logam berat dalam konsentrasi rendah dapat membahayakan kehidupan karena afinitasnya yang tinggi dengan sistem enzim dalam sel, sehingga menyebabkan inaktivasi enzim dan berbagai gangguan fisiologi sel.
Bakteria dapat menghasilkan senyawa pengkhelat logam yang berupa ligan berberat molekul rendah yang disebut siderofor. Siderofor dapat membentuk kompleks dengan logam-logam termasuk logam berat. Umumnya pengkhelatan logam berat oleh bakteri adalah sebagai mekanisme bakteri untuk mempertahankan diri terhadap toksisitas logam. Bakteri yang tahan terhadap toksisitas logam berat mengalami perubahan terhadap sistem transport di membran selnya, sehingga terjadi penolakan atau pengurangan logam yang masuk ke dalam sitoplasma. Dengan demikian logam yang tidak dapat melewati membran sel akan terakumulasi dan diendapkan atau dijerap di permukaan sel.
Untuk mengambil logam berat yang sudah terakumulasi oleh bakteri, dapat dilakukan dengan beberapa macm cara. Logam dari limbah cair dapat dipisahkan dengan memanen mikroba. Logam yang berada dalam tanah lebih sulit untuk dipisahkan, tetapi ada cara pengambilan logam dengan menggunakan tanaman pengakumulasi logam berat. Tanaman yang termasuk sawi-sawian (misal Brassica juncea) dapat digunakan bersama-sama dengan rhizobacteria pengakumulasi logam (misal Pseudomonas flurescens) untuk mengambil logam berat yang mencemari tanah. Selanjutnya logam yang telah terserap tanaman dapat dipanen dan dibakar untuk memisahkan logam beratnya.
Limbah pabrik yang banyak mengandung logam berat dapat dibersihkan oleh mikroorganismeyang dapat menggunakan logam berat sebagai nutrien atau hanya menjerab (imobilisasi) logam berat. Mikroorganisme yang dapat digunakan diantaranya adalah Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus subtilis. Thiobacillus ferrooxidans mendapatkan energi dari senyawa anorganik seperti besi sulfida dan menggunakan energi untuk membentuk bahan-bahan yang berguna seperti asam fumarat dan besi sulfat. Bacillus subtilis memiliki kemampuan mengikat beberapa logam berat seperti Pb, Cd, Cu, Ni, Zn, Al dan Fe dalam bentuk nitrat. Logam-logam tersebut dapat dilarutkan kembali setelah bakterinya dilisiskan. Logam tersebut dapat digunakan kembali oleh industri-industri logam. Kemampuan remobilisasi (pelarutan kembali) logam di sini untuk Pb dapat mencapai 79%, untuk Cd dapat mencapai 67% dan untuk Ni hanya dapat mencapai 17%. Keberhasilan ini dipengaruhi oleh larutan remobilisasi (seperti NaOH atau Ca), bahan pengekstraksi (seperti asam nitrit).
7.        Penggunaan Mikroba dalam Menguraikan Limbah Organik
Penggunaan mikroba dalam mengolah limbah organik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menjadikannya pupuk organik dan menjadikannya biogas.
a.         Produksi pupuk organik
Pupuk organik merupakan hasil penguraian bahan organik oleh jasad renik atau mikroorganisme yang berupa zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tanaman. Misal Kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau. Kompos atau pupuk kandang sudah cukup lama dikenal dan dipergunakan, tetapi baru sebatas menggunakan apa adanya, belum sampai pada usaha untuk meningkatkan kualitas dari kompos dan pupuk kandang tersebut. Rakitan teknologi pembuatan pupuk alternatif mulai membudaya di masyarakat kita, yaitu upaya pembuatan kompos.
-            Kompos
Kompos adalah bahan organik hasil proses dekomposisi dan mempunyai susunan yang relatif stabil. Kompos banyak digunakan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Secara alami kompos dapat terjadi dari peruraian sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Pengomposan secara alami berlangsung dengan lambat, tetapi dengan berkembangnya bioteknologi maka proses pengomposan dapat dipercepat.
Pada proses pengomposan terjadi proses biokonversi bahan organik oleh berbagai kelompok mikroba heterotrof. Mikroba yang berperan dalam proses tersebut adalah bakteri, jamur actynomycetes dan protozoa. Peranan mikroba yang bersifat selulolitik dan lignilolitik sangat besar pada proses dekomposisi sisa tanaman yang banyak mengandung lignoselulosa.
Selama pengomposan terjadi proses oksidasi C-organik menjadi CO2 yang dapat membebaskan energi dalam bentuk panas. Dalam pengomposan tertutup, suhunya dapat mencapai 65-75oC. Pada suhu tersebut aktifitas mikroba pada umumnya turun, danproses perombakannya dilanjutkan oleh mikroba termofil yang mulai berkembang apabila suu meningkat sampai 50oC. Setelah suhu turun kembali akan ditumbuhi lagi oleh mikroba mesofil, dan merupakan pertanda bahwa kompos sudah mulai matang.
Dari uraian di atas maka diketahui bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses pengomposan, seperti nisbah C/N bahan yang akan dikomposkan, ukuran bahan, kelembaban dan aerasi, suhu, kemasaman (pH), adanya mikroba, dan lain sebagainya.
Nisbah C/N yang ideal untuk pengomposan adalah 30-40, apabila nisbah terlalu rendah banyak nitrogen yang hilang (tidak efisien) dan apabila terlalu tinggi proses pengomposan lambat. Ukuran bahan yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan, sehingga memperbesar kontak dengan mikroba. Ukuran yang terlalu halus dan kandungan lengasnya terlalu tinggi menyebabkan keadaan anaerob, sehingga sebaiknya dicampur dengan bahan kasar untuk menciptakan keadaan yang aerob. Kelembaban optimum yang baik antara 50-60%. Pengomposan akan berjalan baik jika pH awal sedikit asam (pH 6), dan selama pengomposan pada keadaan netral, setelah pH meningkat pH sedikit alkalis (pH 7,5-8,5).pengomposan dapat dipercepat dengan inokulasi mikroba seperti mikroba termofil, selulolotik, lignilolitik, dan sebagainya.
Tanda-tanda kompos yang telah matang adalah berwarna coklat sampai kehitaman, tidak larut dalam air dan sebagian dapat tersuspensi kolodial, ekstrak dalam larutan basa berwarna gelap (mengandung asam humat, fulvat, dan humin), nisbah C/N antara 15-20, KPK dan kapasitas adsorpsi air besar.
-            Bokhasi
Bokhasi adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi menggunakan bakteri (microorganisme). Sampah organik dengan proses fermentasi dapat menjadi pupuk organik yang bermanfaat meningkatkan kualitas tanah.
b.        Produksi biogas
Limbah-limbah organik dan peternakan yang diuraikan oleh bakteri kelompok metanogen dapat menghasilkan biogas yang sebagian besar berupa metana. Biogas (metana) dapat terjadi dari penguraian limbah organik yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Penguraian ini dilakukan untuk fermentasi oleh bakteri anaerob sehingga bejana yang digunakan untuk fermentasi limbah ini harus ditutup.
     Ada tiga tahap dalam pembuatan biogas, yaitu sebagai berikut:
-            Tahap pertama adalah reduksi senyawa organik yang komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh bakteri hidrolitik. Bakteri hidrolitik ini bekerja pada suhu antara 30-40oC untuk kelompok mesophilik dan antara 50-60oC untuk kelompok termophilik. Tahap pertama ini berlangsung dengan pH optimum antara 6 sampai 7.
-            Tahap kedua adalah perubahan senyawa sederhana menjadi asam organik yang mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat, asam propionat dan lain-lain. dengan terbentuknya asam organik maka pH akan terus menurun, namun pada waktu yang bersamaan terbentuk buffer yang dapat menetralisir pH. Di sisi lain untuk mencegah penurunan pH yang drastis maka perlu ditambahkan kapur sebagai buffer sebelum tahap pertama berlangsung. Bakteri pembentuk asam-asam organik tersebut diantaranya adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Escherichia dan Aerobacter.
-            Tahap ketiga adalah konversi asam organik menjadi metana, karbondioksida dan gas-gas lain seperti hidrogen sulfida, hidrogen dan nitrogen.
Bahan organik                        CH4 + CO2 + H2S + H2 + N2
Konversi ini dilakukan oleh bakteri metan,seperti  Methanobacterium omelianskii, Methanobacterium sohngenii, Methanobacterium suboxydans, Methanobacterium propionicum, Methanobacterium formicium, Methanobacterium ruminantium, Methanosarcina barkeril, Methanococcus vannielli dan Methanococcus mazei. Bakteri metana ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan pH, oleh karenanya kedua parameter ini harus dikendalikan dengan baik. PH optimum adalah antara 7, 0-7, 2, sedangkan pada pH 6,2 bakteri metana akan mengalami keracunan.
Bakteri-bakteri yang terlibat dalam ketiga tahap tersebut pada umumnya telah terdapat dalam limbah bahan-bahan organik, tetapi untuk meningkatkan kinerja produksi biogas maka perlu ditambahkan bakteri metanogen yang telah direkayasa.
Secara lebih ringkas, dapat dinyatakan bahwa bakteri yang berperan dalam perombakan bahan organik dalam produksi biogas ada dua macam, yaitu bakteri pembentuk asam dan bakteri pembentuk gas metan. Bakteri pembentuk asam merombak bahan organik dan menghasilkan asam lemak. Proses ini dilakukan oleh bakteri-bakteri Pseudomonas, Flavobacterium, Alkaligenes, Escherichia, dan Aerobacter. Selanjutnya asam lemak ini akan dirombak oleh bakteri metan dan menghasilkan gas bio (sebagian besar menghasilkan gas metan). Bakteri-bakteri tersebut adalah Methanobacterium, Methanosarchina dan Methanococcus. Disamping itu juga ada bakteri lain yang memanfaatkan unsur sulfur (S) dan membentuk H2S yaitu bakteri Desulvovibrio.
Proses produksi biogas biasanya dilakukan secara semi sinambung (substrat dimasukkan satu kali di dalam selang waktu tertentu), tetapi untuk mendapatkan kemungkinan metode produksi optimal, sistem banch (substrat hanya dimasukkan sekali saja) juga dapat digunakan. Kecepatan produksi biogas dalam sistem batch mula-mula akan naik sehingga mencapai kecepatan maksimum dan akhirnya akan turun lagi ketika sejumlah besar bahan telah dirombak.
Fermentasi atau perombakan tersebut adalah proses mikrobiologik yang merupakan himpunan proses metabolisme sel. Fermentasi bahan organik ini dapat terjadi dalam keadaan aerobik maupun anaerobik. Untuk proses fermentasi aerobik akan menghasilkan gas-gas amonia (NH3) dan karbondioksida (CO2). Proses dekomposisi anaerobik dari bahan organik akan menghasilkan gas bio. Proses produksi gas bio ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, diantaranya adalah suhu, pH, total padatan, dan rasio C/N.
-            Suhu
Terdapat dua selang suhu optimum untuk produksi biogas, yaitu selang mesofilik (30-40oC) dan selang termofilik (50-60oC). Secara umum, pada suhu yang lebih tinggi didapatkan produksi biogas yang lebih tinggi pula.
-            Besarnya pH
PH optimum untuk memproduksi biogas adalah netral. Di kedua sisi pH netral tersebut, maka akan muncul gangguan dalam produksi biogas.
-            Total padatan
Kandungan total padatan yang mampu mendukung produksi biogas yang optimal adalah antara 7-9%. Kandungan padatan yang lebih tinggi atau lebih rendah akan menimbulkan gangguan terhadap produksi biogas.
-            Rasio C/N
Rasio C/N substrat yang optimum untuk produksi biogas adalah berkisar 25: 1 dan 30: 1. Besaran rasio C/N yang terlalu tinggi akan menaikkan kecepatan perombakan tetapi buangannya (sludge) akan mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi. Substrat dengan rasio C/N yang terlalu rendah akan menyiasakan banyak nitrogen yang akan berubah menjadi amonia dan meracuni bakteri. Pencampuran limbah pertanian dengan kotoran ternak akan merubah rasio C/N untuk produksi gas yang lebih baik.
8.        Penggunaan Bakteri dalam Pengolahan Limbah yang Kaya Protein
Limbah-limbah yang kaya protein jika terdekomposisi oleh bakteri dekomposer akan menghasilkan nitrat, nitrit dan amonia. Ketiga hasil dekomposisi ini dapat mengakibatkan permasalhan lingkungan dan kesehatan. Nitrit jika bereaksi dengan senyawa amin akan menjadi senyawa nitrosamin yang merupakan senywa karsinogenik bagi lambung. Untuk mengatasi hal tersebut harus ditambahkan bakteri denitrifikan yang telah direkayasa seperti Alcaligens faecalis, Bacillus lichemiformis, Pseudomonas denitrifikasi, Pseudomonas stutzeri, micrococcus denitrificans dan Thiobacillus denitrificans. Bakteri-bakteri ini mengubah nitrat menjadi nitrogen bebas yang tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Denitrifikasi ini dapat terjadi dalam filter pasir aliran ke atas (moving bed upflow sand filter) maupun filter pasir ke bawah (moving bed down flow sand filter). Penambahan etanol sebagai sumber karbon tambahan sebanyak 3,3 – 3,5g CH3OH/g NO3-Neq dengan hydraulic loading rate sebesar 10 m/jam serta sand turnover rate sebesar 3,8 bed/ d akan menghasilkan kinerja denitrifikasi menjadi baik sehingga nitrogen efluen akan baik ( <1,0 g/m3 ) dengan waktu yang dibutuhkan selama 13 jam.
9.        Penggunaan bakteri untuk mengolah limbah PCP
Bakteri dari kelompok Coryneform dan Arthrobacter sp. Yang telah diaklimatisasi (telah terbiasa hidup di medium treatmen) juga telah digunakan untuk mengolah limbah yang mengandung PCP (parachlorophenol) dengan metode bioaugmentasi. Bioaugmentasi adalah penambahan suplemen mikroorganisme teraklimatisasi yang dapat menghasilkan kinerja pengolahan limbah yang lebih baik. PCP secara alami mampu mnghambat pertumbuhan mikroorganisme indigenous (bakteri yang telah ada dalam limbah) kecuali pada bakteri yang telah teraklimatisasi tersebut maka pertumbuhan bakteri indigenous menjadi lebih baik sehingga proses dekomposisi limbah secara alami lebih baik. Agar kinerja sistem bioaugmentasi ini lebih baik perlu ditambahkan sumber karbon tambahan.

II.      MIKOLOGI LINGKUNGAN
Banyak kelompok jamur yang dapat digunakan dalam bidang lingkungan, salah satunya adalah Aspergillus niger. Aspergillus niger dapat dikembangkan untuk memetabolisme pestisida tertentu seperti endosulfan dan karbofuran. Penggunaan biopestisida ini dalam budidaya pertanian sangat menguntungkan dari segi lingkungan. Hal ini dikarenakan biopestisida dapat didegradasi oleh mikroorganisme tanah atau air menjadi komponen kimiawi yang lebih sederhana yang tidak lagi mempunyai efek toksik kepada manusia maupun hewan.
III.   VIROLOGI LINGKUNGAN
Beberapa virus telah dikembangkan agar dapat digunakan dalam bidang lingkungan, salah satunya adalah untuk bioinfektan melalui mekanisme bakteriophage. Virus ini akan menginfeksi bakteri yang patogen pada tanaman sehingga akan mengurangi penggunaan bahan kimia sintetik untuk memberantas penyakit tanaman. Penggunaan bioinfektan ini dalam budidaya pertanian sangat menguntungkan dari segi lingkungan.
B.       Peran Lain Mikroba Untuk Mengatasi Masalah Pencemaran
1.        Biopestisida
Pestisida mikroba termasuk biopestisida yang telah banyak digunakan untuk menggantikan pestisida kimia sintetik yang banyak mencemari lingkungan. Penggunaan pestisida mikroba merupakan bagian dari pengendalian hama secara hayati menggunakan parasit, hiperparasit, dan predator. Salah satu keuntungan pestisida yang dikembangkan dari mikroba adalah:
a.         Dapat berkembang biak secara cepat dalam jasad inangnya (hospes).
b.        Dapat bertahan hidup di luar hospes.
c.         Sangat mudah tersebar di alam.
Mikroba yang telah dikembangkan untuk biopestisida adalah berbagai macam mikroba sebagai berikut:
a.         Virus penyebab penyakit hama, seperti NPV (nuclear polyhidrosis virus), CPV (cytoplasmic polyhidrosis virus), dan GV (granulosis virus) untuk mengendalikan Lepidoptera. Baculovirus untuk mengendalikan Lepidoptera, Hymenoptera, dan diptera.
b.        Bakteri yang dapat mematikan serangga hama, yang terkenal adalah Bacillus thuringiensis (Bt). bakteri ini dapat digunakan untuk mengendalikan Lepidoptera, Hymenoptera, diptera, dan coleoptera. Bakteri ini dapat menghasilkan kristal protein toksin yang dapat mematikan serangga hama. Selain itu ada bakteri lain seperti Pseudomonas aeruginosa dan Proteus vulgaris untuk mengendalikan belalang, Pseudomonas septica dan Bacillus larvae untuk hama kumbang, Bacillus sphaericus untuk mengendalikan nyamuk, dan B. Moritai untuk mengendalikan lalat.
c.         Jamur yang termasuk entomophagus dapat digunakan untuk mengendalikan hama. Sebagai contoh Metarhizium anisopliae dapat digunakan untuk mengendalikan kumbang Rhinoceros dan belalang cokelat. Beauveria bassiana untuk mengendalikan kumbang kentang, Nomurea rilevi untuk mengendalikan lepidoptera, Paecylomyces lilacinus dan Gliocladium roseum dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda.
2.        Biofertilizer/ Pupuk Hayati
Beberapa mikroorganisme tanah seperti Rhizobium, Azospirillum, Azootobacter, mikoriza, bakteri pelarut fosfat, mikoriza perombak selulosa, CM (Crops Mikrobia) dan Effective microorganisme (EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Sehingga akan dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganisme tersebut sering disebut sebagai biofertilizer atau pupuk hayati.
-            Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bakteri ini biasanya bersimbiosis dengan tanaman legum dengan cara menginfeksi akar tanaman dan membentuk buntil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya.
-            Azospirillum dan Azotobacter
Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Azospirillum dan Azotobacter.
Azosperillum  merupakan salh satu mikroba perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, dan menyebabkan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara. Keuntungan lain dari bakteri ini adalah pada saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adalah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah.
Azotobacter sp. Juga merupakan bakteri non-simbiosi yang hidup di daerah perakaran. Azotobacter sp. Hampir ditemui pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menambat nitrogen dan menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu, sehingga bakteri ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melaui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Bakteri ini berpengaruh positif pada perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman.
-            Mikrobia pelarut fosfat
Beberapa mikroba tanah mempunyai kemampuan untuk melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan menjadikannya tersedia bagi tanaman. Mikrobia ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah proses terjadinya fiksasi P. Dalam proses pelarutan P oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat berhubungan dengan proses metabolisme.
Ada beberapa jenis fungi dan bakteri yang mampu melarutkan P yang tidak larut menjadi tersedia bagi tanaman. Organisme-organisme tersebut diantaranya adalah Bacillus striata, Aspergillus awamori, dan Penicllium digitatum. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104-106 tiap gram.
-            Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sisten perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman. Berdasarkan tempat berkembangnya, jamur mikoriza dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza merupakan jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel korteks akar. Endomikoriza merupakan jamur yang berkembang di dalam akar di antara dan di dalam sel-sel korteks akar. Jamur yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman ini contohnya adalah kelompok Endogonales.
-            CM (Crops Mikrobia)
CM (Crops Mikrobia) mengandung bakteri gram positif yang dapat hidup di permukaan akar yang mempunyai strain spesifik yang jelas dan terkendali. Bakteri tersebut adalah bakteri dari genus Bacillus, diantaranya adalah Bacillus chitinosporous, Bacillus subtilis, Bacillus pumulus dan Bacillus lateroporous.  Bacillus chitinosporous, yang memproduksi metabolit enzim chitinase yang mampu menghancurkan, mengurai dan mencerna zat kitin yang terdapat pada sel telur nematoda, kulit serangga, larva dan pupa serangga. Bacillus subtilis dan Bacillus pumulus yang memproduksi metabolit yang menghambat fungi (cendawan). Bacillus lateroporous yang memproduksi metabolit spesifik (auksin dan gibrelin) yang mampu menstimulir benih, akar, batang, bunga dan buah.
-            EM (Efective Microorganism)
Efektif mikroorganisme merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. EM merupakan kultur jaringan berbagai jenis mikrobia yang berasal dari lingkungan alami dan secara genetika bersifat asli (tidak dimodifikasi).Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kualitas tanah dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.

No comments