Breaking News

Mengapa Imunisasi Polio Penting?


INDONESIA baru saja melakukan moping up imunisasi polio putaran pertama pada 31 Mei lalu. Putaran kedua moping up imunisasi polio akan dilakukan 28 Juni lusa. Moping up imunisasi polio adalah pemberian imunisasi polio tambahan di luar jadwal imunisasi yang rutin di suatu wilayah. Pemberian imunisasi di luar jadwal, saat ini dilakukan karena terjadi wabah penyakit polio atau penyebaran virus polio liar (VPL).
VPL adalah virus polio yang bukan berasal dari vaksin polio tetes (vaksin polio oral). VPL lebih ganas dan sering menyebabkan penyakit polio . Biasanya dari 100 orang yang terkena VPL 2 orang di antaranya menderita lumpuh layuh yang menetap, bahkan bisa meninggal. Sedangkan virus vaksin merupakan virus yang telah dilemahkan dan aman bila dibandingkan dengan VPL.
Biasanya yang terkena lumpuh layuh akibat vaksin adalah anak-anak yang mempunyai gangguan kekebalan tubuh. Kelumpuhan akibat vaksin polio disebut VAPP (Vaccine Associated Polio Paralitic) anak mendadak lemas (berkurangnya kekuatan otot), terutama kaki, dan yang berat, kondisi lemas dapat terjadi pada seluruh tubuhnya. Tanda-tandanya, anak yang tadinya dapat berjalan dengan baik menjadi tidak dapat atau sulit berjalan, atau berjalannya menjadi pincang.
Biasanya lumpuh layuh yang disebabkan virus polio akan menetap karena terjadi kerusakan pada sel sel syaraf di tulang belakang. Sedangkan lumpuh layuh yang disebabkan virus lain biasanya dapat disembuhkan (sebagai patokan, penderita bisa sembuh 60 hari setelah mengalami lumpuh layuh).
Lumpuh layuh banyak penyebabnya. Salah satunya adalah virus polio. Berdasarkan perhitungan statistik, dari 100.000 anak usia di bawah 15 tahun, ada 1 penderita lumpuh layuh per tahun. Bila di Jawa Barat ada 10 juta anak usia di bawah 5 tahun, paling tidak ada 100 orang anak menderita lumpuh layuh per tahun dengan berbagai penyebab. Bila tiga tahun berturut-turut tidak ditemukan VPL dari tinja penderita lumpuh layuh, Indonesia dapat dikategorikan bebas polio. Namun sampai tahun 2005 Indonesia belum bebas polio. Bahkan kini diketemukan virus polio liar import.
Di Indonesia, sampai 20 juni 2005 jumlah VPL positif yang ditemukan sudah mencapai 51. Bila dalam 6 bulan sejak diketemukan VPL di Sukabumi masih diketemukan VPL, Indonesia termasuk negara endemis polio dan dianggap sebagai sumber penularan virus polio di dunia.
Pentingnya pelenyapan virus polio
Polio dianggap musuh dunia sejak lama. Apabila terinfeksi akan dapat menyebabkan kecacatan (Lumpuh), sehingga virus polio tersebut harus diperangi dan dibasmi sampai punah.
Pemberian vaksin polio tetes merupakan langkah strategis untuk mencegah menularnya virus polio liar. Virus polio hanya dapat hidup pada manusia. Biasanya hidup dalam saluran cerna selama 2 minggu dan terkadang dapat bertahan sampai 100 hari. Apabila berada di luar tubuh manusia virus polio hanya dapat bertahan selama 24-48 jam pada suhu kamar. Bila dalam keadaan dingin, misalnya pada musim salju, virus bertahan paling lama selama 2 minggu. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut atau terisap dari udara. Kemudian manusia menularkannya melalui tinja yang mengandung virus. Pemberian vaksin polio (virus polio yang sudah dilemahkan) melalui mulut akan menyebabkan saluran cerna kebal terhadap virus polio sehingga apabila ada VPL masuk ke saluran cerna maka virus tersebut akan dibunuh oleh zat anti polio yang timbul akibat pemberian imunisasi polio. Virus vaksin berada dalam saluran cerna bisa sampai 100 hari. Selanjutnya virus polio vaksin keluar dari tinja dan dapat mengimunisasi sekitarnya dengan menularkan virus vaksin ke sekitarnya.
Ada dua jenis vaksin polio yang diberikan, yaitu vaksin polio oral berisi virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini digunakan secara masal di Indonesia dengan cara diteteskan sejak 1980. Oleh karena vaksin ini relatif aman maka sangat sedikit indikasi kontranya.
Jenis yang kedua yaitu vaksin polio Inactivated/IVP diberikan dengan cara di disuntikkan. Vaksin ini berisi kuman polio yang telah dimatikan.
Vaksin polio tetes sangat aman dan jarang menyebabkan efek samping. Efek samping yang dilaporkan adalah lumpuh layuh yang sangat jarang terjadi. Belum pernah dilaporkan kematian akibat pemberian imunisasi sehabis pemberian vaksin polio tetes.
Vaksin polio suntik dilaporkan lebih sering menyebabkan alergi dan pernah dilaporkan menyebabkan SIDS (gejala kematian yang mendadak pada bayi).
Yang dilarang ikut moping up (indikasi kontra pemberian vaksin polio tetes) adalah:
1. Pasien defisiensi imun, yaitu pasien penderita penyakit keganasan seperti penyakit kanker, leukemia atau yang mendapat obat imunosupresif/ sitostatik/ kortikosteroid jangka panjang. Pasien tersebut hanya boleh diberi vaksin Polio inaktif (vaksin yang disuntikkan).
2. Balita yang dirawat inap di rumah sakit yang juga merawat pasien defisiensi imun, tidak boleh diberi vaksin polio tetes, tetapi diberikan vaksin suntik, karena virus polio vaksin akan dikeluarkan melaui tinja dan dapat menyebar di dalam rumah sakit sehingga dapat menular kepada pasien defisiensi imun. Vaksin polio inaktif sayangnya, kurang tersedia di Departemen Kesehatan RI sehingga banyak rumah sakit pemerintah yang tidak mempunyai vaksin polio suntik.
3. Penderita sakit berat (yang dirawat di intensive care), dalam keadaan dehidrasi, pnemonia, dan penyakit lainnya yang dianggap berat oleh dokter, tidak perlu diberikan imunisasi polio, baik tetes maupun suntik. Yang terpenting untuk pasien tersebut sembuhkan dulu penyakitnya, baru kemudian pencegahan penyakit.
Masalah rumor tentang polio tetes dapat menyebabkan sakit dan kematian tidaklah proposionel, tidak benar, dan cenderung menyesatkan. Secara teoretis pemberian vaksin polio tetes aman. Masyarakat harus paham apabila anak di bawah 5 tahun tidak kebal terhadap polio, VPL dapat menyerang mereka dengan kemungkinan 2 dari 100 akan terkena lumpuh layuh, bahkan kematian yang disebabkan VPL.
Dukungan Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam edarannya sangat mendukung dan mengimbau seluruh anggotanya untuk ikut serta dan menyukseskan moping up polio.
Dan menyatakan bahwa :
1. Pemberian vaksin polio pada moping up, walaupun seorang balita telah mendapat imunisasi dasar lengkap, ia tetap harus diberi tambahan vaksin polio pada moping up, kecuali ada indikasi kontra.
2. Jadwal imunisasi lain ( BCG, DPT, Campak, Hepatitis B, dll.) berlangsung seperti biasa.
3. Neonatus (bayi baru lahir) boleh diberikan vaksin polio. Pemberian ASI sebelum dan sesudah pemberian vaksin polio diperbolehkan.
Dokter/rumah sakit yang mengobati balita sakit atau dengan defisiensi imun berkewajiban membuat surat keterangan yang menyatakan, balita tersebut tidak boleh diberi vaksin polio. Petugas moping up tidak boleh memberikan vaksin polio kepada pasien yang telah mendapat surat keterangan tersebut.*** 

No comments