Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga
umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang
biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.
c. Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.
Dormasi fisiologis (embrio)
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt, 2002).
Perlakuan Awal Dormansi Fisik
Kebanyakan jenis dari famili leguminosae menunjukkan dormansi fisik, yang disebabkan oleh struktur morfologis dari kulit biji yang rumit. Kondisi kedap air kulit biji legum relative dalam arti bahwa bermacam-macam jenis, bermacam-macam tingkatan kemasakan dan bermacam-macam individu menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyerapan air (imbibisi) yang berbeda.
Bebagai macam metode telah dikembangkan untuk mengatasi tipe dormansi ini, semua metode menggunakan perinsip yang sama yakni bagaimana caranya agar air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung pada benih. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti:
a. Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum,
lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
b. Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1980). Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu:
1). kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2). larutan asam tidak mengenai embrio.
No comments