Benih ikan Nila Jantan
Penggunaan benih ikan nila jantan dalam proses pembesaran merupakan pilihan pembudidaya dalam rangka peningkatan produksi melalui sistem pembesaran tunggal kelamin jantan, karena secara genetis ikan nila jantan tumbuh lebih cepat dari pada ikan betina (Contreras-Sanchez et al. 2001). Sistem pembesaran tunggal kelamin jantan lebih menguntungkan secara ekonomis, karena selain mempercepat masa pemeliharaan, juga dapat menghasilkan ukuran ikan yang besar dan seragam. Hal ini karena selama masa pemeliharaan dapat mencegah terjadinya pemijahan liar.
Benih jantan nila pada umumnya dapat diproduksi secara komersial dengan teknik pengarahan kelamin (sex reversal) menggunakan hormon Methyl Testosteron (Green et al., 1997; Abucay and Mair, 1997; Gale et al., 1999). Jenis hormon pada umumnya menggunakan hormon 17 a Methyl Testosteron (MT). Teknik secara oral banyak dipraktekan lebih luas dan komersial karena lebih praktis, mudah dilakukan dan secara signifikan dapat menghasilkan benih 100% jantan (Popma and Green, 1991).
Walaupun penggunaan hormon dalam produksi benih nila telah digunakan secara komersial, namun demikian ada kekhawatiran tentang dampak negatif terhadap hormone yang mempengaruhi keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Pada saat ini umumnya konsumen ikan menghendaki agar ikan yang dikonsumsinya diperoleh dari hasil produksi yang terbebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Sehingga apabila usaha budidaya ikan dalam proses produksinya menggunakan bahan hormon (hormone base aquaculture) maka produk budidaya tersebut akan sangat rawan terhadap propaganda negatif pasar. Disamping itu berdasarkan penelitian, telah ada bukti bahwa penggunaan hormon dapat mengakibatkan hasil yang paradoxial menjadi betina, terutama bila pemakaian dosis yang berlebihan atau waktu pemberian yang terlalu lama (Rinchard et al., 1999 dan Papoulias et al., 2000).
Nila Jantan Supermale adalah istilah yang diberikan kepada induk nila jantan yang memiliki kromosom homogamet YY. Sistem kromosom ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah homogamet XX untuk betina dan heterogamet XY untuk jantan (Mair et al. 1991; Trombka and Avtalion 1993). Beberapa peneliti memprakarsai untuk membuat kreasi unik membuat individu jantan yang homogamet YY. Kreasi ini mengacu kepada hipotesis bahwa individu betina yang berkromosom XX disilangkan dengan individu jantan yang berkromosom YY akan menghasilkan keturunan yang mempunyai kromosom XY. Diantaranya Yang et al. 1980; Varadaraj and Pandian 1989 melakukan uji coba pada ikan Mujaer (O. mossambicus), sedangkan Mair 1988; Baroiller and Jalabert 1989; Scott et al. 1989 melakukan uji coba pada Ikan Nila (O. niloticus). Mair et al. (1997) merekomendasikan untuk menerapkan teknologi YY supermale dalam usaha budidaya ikan nila secara komersial.
Benih keturunan jantan YY dapat disebut sebagai benih nila jantan genetic = NJG (Genetic Male Tilapia = “GMT”) berbeda dari benih jantan hasil sex reversal ( Sex-reversed Male Tilapia=SMT). Menurut Mair et al. (1997), hasil evaluasi secara menyeluruh dalam suatu uji coba sekala lapang pada lahan usaha budidaya menunjukan bahwa benih GMT telah lebih menguntungkan secara significan meningkatkan produksi lebih dari 58% dibandingkan usaha budidaya ynag menggunakan benih nila campuran. Produksi benih nila GMT juga secara konsinten lebih tinggi dari pada produksi benih nila hasil sex reversal, karena keistimewaan lain dari nila GMT ini adalah ukuran panen yang lebih seragam, sintasan yang tinggi, dan FCR paling baik (Mair et al., 1997). Keunggulan comparatif penting pada penerapan teknologi YY-supermale dalam system produksi benih monosex jantan adalah merupakan technology yang berbasis ramah lingkungan environmentally friendly tilapia monosex production (Mair et al., 1997).
Penerapan teknologi YY-supermale di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar merupakan implementasi kerja sama antara Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Institut Pertanian Bogor dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pelaksanaan penerapan teknologi di BBPBAT dimulai sejak penyerahan populasi ikan betina hasil feminisasi dari oleh Prof. Komar Sumantadinata dan Dr Ratu Siti Aliah sebagai bahan untuk menghasilkan populasi induk betina XY. Selanjutnya di BBPBAT mulai dilakukan Progeny test I pada tahun 2002 untuk memverifikasi Induk Betina berkromosom XY dan sekaligus membuat populasi betina dan jantan yang mengandung individu berkromosom YY.
No comments