Tanaman sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) di Indonesia
Masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama setiap hari. Keadaan ini menjadikan negara Indonesia sangat bergantung pada komoditas tersebut. Ketergantungan masyarakat dalam mengkonsumsi beras akan berdampak pada peningkatan kebutuhan beras yang tinggi. Meski merupakan negara agraria yang mampu menyediakan beras untuk masyarakat, kenyataannya Indonesia juga memiliki tingkat impor beras yang tinggi. Fenomena semacam ini pada akhirnya akan mempengaruhi harga beras dipasaran sehingga masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan beras. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian secara mendalam untuk komoditas non-beras serta peluang pengembangan dan pemanfataannya bagi masyarakat serta negara.
Tanaman sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama dikenal tetapi pengembangannya tidak sebaik padi dan jagung. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya daerah yang memanfaatkan tanaman sorgum sebagai bahan pangan. Tanaman ini mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan secara komersial di Indonesia, karena didukung oleh kondisi agroekologis dan ketersediaan lahan yang cukup luas.
Penanganan pascapanen pada komoditas tanaman pangan bertujuan mempertahankan komoditas yang telah dipanen dalam kondisi baik serta layak dan tetap enak dikonsumsi. Penanganannya dapat berupa pemipilan/perontokan, pengupasan, pembersihan, pengeringan, pengemasan, penyimpanan, pencegahan serangan hama dan penyakit, dan penanganan lanjutan (Mutiara, 2007).
Pengeringan bahan pangan merupakan salah satu penanganan pascapanen yang sangat penting. Pengeringan merupakan tahapan operasi rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa secara transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan mutu hasil maupun mekanisme perpindahan panas dan massa. Proses pengeringan dilakukan sampai pada kadar air seimbang dengan keadaan udara atmosfir normal (Equilibrium Moisture Content) atau pada batas tertentu sehingga aman disimpan dan tetap memiliki mutu yang baik sampai ke tahap proses pengolahan berikutnya (Widyotomo and Mulato, 2005).
Kerusakan pada biji sorgum dapat disebabkan oleh terlambatnya proses pengeringan, proses pengeringan yang terlalu lama atau terlalu cepat dan proses pengeringan yang tidak merata. Suhu yang terlalu tinggi atau adanya perubahan suhu yang mendadak juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada biji sorgum yang berdampak langsung pada mutu yang dihasilkan (Brooker et al., 1981), sehingga perlunya sebuah model pada proses pengeringan yang dapat menjadi acuan pemodelan pengeringan lapisan tipis biji sorgum varietas numbu.
Selama proses pengeringan bahan, transformasi fisik salah satunya yaitu warna bahan dapat mengalami perubahan. Laju perubahan ini berbanding lurus dengan lama proses pengeringan (Culver and Wrolstad, 2008). Sehingga warna menjadi salah satu indikasi lama proses pengeringan dari biji sorgum.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu diadakan penelitian untuk mendapatkan sebuah model pengeringan lapisan tipis dan pengidentifikasian perubahan warna biji sorgum varietas numbu selama proses pengeringan.
No comments