INDUSTRI PERIKANAN
Bioteknologi
perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus pada bidang perikanan.
Penerapan bioteknologi dalam bidang perikanan sangat luas, mulai dari rekayasa
media budidaya, ikan, hingga pascapanen hasil perikanan. Pemanfaatan mikroba telah
terbukti mampu mempertahankan kualitas media budidaya sehingga aman untuk
digunakan sebagai media budidaya ikan.
Bioteknologi telah menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan melalui rekayasa gen. Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh cepat, warnanya menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya.
Bioteknologi telah menciptakan ikan berkarakter genetis khas yang dihasilkan melalui rekayasa gen. Melalui rekayasa gen, dapat diciptakan ikan yang tumbuh cepat, warnanya menarik, dagingnya tebal, tahan penyakit dan sebagainya.
Pada tahap pascapanen hasil perikanan, bioteknologi mampu mengubah ikan melalui
proses transformasi biologi hingga dihasilkan produk yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia.
Secara garis
besarnya Bioteknologi pengolahan hasil perikanan (BPHP) adalah salah satu teknologi untuk mengolah
hasil perikanan menggunakan jasa mahluk hidup, yaitu mikroba. Salah satu sifat
mikroba yang menjadi dasar penggunaan BPHP adalah kemampuannya merombak senyawa
kompleks menjadi senyawa lebih sederhana, sehingga dihasilkan pangan berbentuk
padat, semi padat dan cair. Mikroba memiliki kemampuan merombak senyawa
kompleks (protein, lemak dan karbohidrat) menjadi senyawa lebih sederhana (asam
amino, asam lemak dan glukosa). Perombakan demikian telah merombak hasil
perikanan menjadi pangan yang aman dikonsumsi manusia. Apabila tidak segera
dihentikan, mikroba akan merombak senyawa sederhana tersebut menjadi ammonia,
hidrogen sulfida, keton dan alkohol. Perubahan tersebut menjadikan pangan
tersebut tidak layak lagi dikonsumsi.
Kita semua
memanfaatkan sebagai sumber kehidupan. Namun tidak disadari bahwa dari air yang
mengalir tersebut jutaan mikroorganisme potensial, salah satunya yaitu Chlorellasp.,
tumbuh dengan baik menghuni ekosistem Sungai Brantas. Tapi apalah daya, biota
yang bernilai tinggi tersebut akhirnya tidak disadari kehadirannya. Sementara
itu, Jepang dengan ipteknya hadir memanfaatkan biota ini, dibudidayakan,
diolah, dikemas, dipromosikan dan dijual dalam bentuk tablet “sun chlorella”
yang sangat terkenal itu. Mikroorganisme ini telah lama diteliti oleh peneliti
Jepang yang memberi kesimpulan bahwa Chlorellasp., asal Indonesia
memiliki kualitas yang sangat baik sebagai sumber food supplement dan
sumber bahan baku industri farmasi lainnya.Untuk memanfaatkan hasil riset dan
sekaligus menjawab permintaan pasar yang terus meningkat, Jepang telah
memanfaatkan lokasi di Kabupaten Pasuruan sebagai lokasi kultur Chlorella.
Kondisi ini menunjukkan betapa kita sangat jauh tertinggal dalam bidang
bioteknologi, padahal seandainya kita memiliki kemampuan dalam mengelolanya
bukan tidak mungkin produk tersebut sebagian besar akan memberikan kontribusi
terhadap pendapatan wilayah tersebut. Ribuan bahkan mungkin jutaan jenis
mikroalgae yang hidup di air tawar dan laut, sampai sekarang menjadi perhatian
beberapa negara untuk dimanfaatkan.
Pemanfaatan
sumberdaya hayati perairan ini melalui riset bioteknologi molekuler bukan hanya
memberikan konstribusi pada pemenuhan kebutuhan bahan pangan karena kandungan
nutrisinya yang lengkap seperti kandungan asam amino, vitamin, mikronutrien
lainnya, asam-asam lemak, DHA dan EPA yang sangat berguna, tetapi lebih jauh
dapat mencakup area kegunaan yang sangat luas. Kemampuan sumberdaya ini untuk
diperbaharui merupakan modal dasar yang sangat berarti asal terjaga kontinuitas
keberadaannya. Di samping itu mikrolagae ternyata dapat berperan seperti
layaknya mesin-mesin mikroskopis yang mampu menyerap karbondioksida (CO2),
di mana hampir 90% dari jumlah karbon organik di laut yang diperkirakan sekitar
4,2 x 1011 ton ada dalam bentuk terlarut yang dimanfaatkan oleh
mikroorganisme untuk proses pertumbuhan dalam suatu “microbial loop”
(Jannasch, H.W and Wirsen, C.O., 1995)
Kemampuan
mikroalgae dalam menyerap karbon organik ini menjadi landasan bagi ahli Jepang
untuk mempelajari kemanfaatan mikroalgae bagi kegiatan lainnya. Melalui Japan
Times, kantor berita Kyodo, Jepang, menginformasikan hasil temuan riset di
sekitar Juni tahun 1997, yang menyatakan bahwa kelompok peneliti Jepang dan
dari pusat penelitian perusahaan Idemitsu Kosan yang bekerjasama dengan
perusahaan penyulingan minyak Okinawa telah berhasil sukses dalam mengekstrak
minyak dari jenis mikroalgae air tawar yang dikenal sebagai Botryococcus
bravnii. Rekayasa genetik telah mampu meningkatkan kemampuan produktivitas
mikroalgae ini dari awal penanaman sejumlah 2 gram dihasilkan 10 gram dalam
tempo waktu 10 hari di mana 50% dari berat tersebut (5 gram) merupakan berat
minyak yang dapat dihasilkan. Riset juga melaporkan bahwa kualitas minyak yang
dihasilkan memiliki kapasitas panas yang ekuivalen dengan grade C dari
heavy fuel oil yang biasa digunakan oleh kapal motor (boat).
Hasil temuan ini memberikan optimisme bahwa jika mikroalgae ini dibudi-dayakan
pada area seluas 60% Pulau Hokaido, maka akan mampu menyerap seluruh
karbondioksida (CO2) yang ada sebagai bahan polutan di seluruh Jepang yang
diserap oleh mikroalgae ini sebagai sumber karbon dalam proses fotosintesisnya
dan sekaligus memberikan harapan bagi kemungkinan produksi minyak, yang berarti
akan mereduksi ketergantungan Jepang terhadap minyak sebagai sumber energi
strategis bagi sebagian besar kegiatan industri dan kehidupan di Jepang.
Sebagai negara
yang kaya akan sumberdaya hayati, maka temuan ini sekaligus memberikan harapan,
bahwa di Indonesia juga memiliki peluang untuk dikembangkan, namun kemampuan
sumberdaya manusia dalam menguasai ilmu dan teknologi menjadi hal yang mutlak
harus dipenuhi sehingga kita tidak terus harus terjebak pada ketidak-berdayaan
sebagaimana gambaran kami terhadap pemanfaatan Chlorella sebagai
sumber bahan pangan, pakan dan obat-obatan yang potensial yang ternyata belum
mampu kita manfaatkan.
Di samping
potensi mikroalgae, makroalgae juga berperan penting dalam banyak industri.
Keberhasilan dalam rekayasa genetika dapat menghasilkan rumput laut dengan
kecepatan tumbuh yang tinggi. Kekayaan biodiversitas rumput laut ini belum
banyak mendapat sentuhan teknologi. Budidaya rumput laut dengan potensi wilayah
pesisir yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Jika pun telah dilakukan
budidaya, penyediaan benih yang bermutu belum menjadi perhatian, dan terkadang
pengolahan pascapanen menjadi permasalahan sehingga menyebabkan rumput laut tidak
terserap dalam proses pengolahan. Kemampuan di tingkat petani sampai saat ini
baru pada tingkat pengeringan dan pembuatan chips rumput laut.
Keterbatasan jumlah industri pengolah rumput laut, menjadi kendala ketika panen
raya terjadi.
Karagenan dan
agar merupakan salah satu hasil dari ekstraksi polisakarida yang ada dalam
rumput laut. Karagenan menjadi bahan penting yang banyak dimanfaatkan untuk
kebutuhan industri pangan, pakan dan obat-obatan serta kegiatan-kegiatan
ekperimental laboratorium. Kegunaan praktis karagenan dapat dimanfaatkan dalam
produk selai, sirup, saus, makanan bayi, produk susu, produk-produk olahan
daging dan ikan, bumbu-bumbu dan sebagainya. Senyawa ini juga banyak digunakan
sebagai bahan pengental dalam industri farmasi seperti odol, produk-produk
kosmetika, sampo dan produk-produk kecantikan lainnya serta diaplikasikan
sebagai pengental pada industri cat dan tekstil.
Di samping itu,
rumput laut dan sisa olahan udang dan rajungan/kepiting merupakan sumber
penghasil alginate, laminaran, chitin dan chitosan. Penggunaan bahan biopolimer
ini dipergunakan secara luas dalam proses industri. Bahan bahan buangan ikan
seperti bagian dalam/pencernaan dan usus-usus ikan melalui pendekatan
bioteknologi telah mampu dikonversi menjadi produk pakan yang berguna,
digunakan sebagai “attractant”, penghasil pepton, pembangkit aroma dan enzim
(pepsin, alkaline phosphatase dan lysozyme) (Strom and
Raa, 1993).
Sifat spesifik
dari wilayah perairan dengan tekanannya serta sifat kimia dari kehadiran
komponen garam pada air laut dan kestabilan temperatur, khususnya pada wilayah
laut dalam, turut memberikan kontribusi terhadap organisme yang hidup di
dalamnya dalam menghasilkan enzim-enzim spesifik yang sangat berperan dalam
industri. Kondisi demikian menumbuhkan organisme yang secara metabolis dan
fisiologis berbeda dengan organisme yang hidup di darat.
Enzim yang
dihasilkan dari bakteri laut merupakan bahan penting dalam bioteknologi karena
sifatnya yang sangat spesifik dan jarang ditemukan pada daerah darat. Beberapa
merupakan organisme yang resisten terhadap garam yang merupakan hal yang sangat
spesifik diperlukan dalam proses industri. Sebagai contoh enzim protease
ekstraseluler yang merupakan bahan penting dan dapat digunakan dalam industri
deterjen dan industri bahan pembersih seperti pada pencucian membran reverse-osmosis.
Jenis bakteri Vibrio spp., yang dikenal sebagai salah satu penyebab
penyakit pada ikan dan udang ternyata menghasilkan berbagai macam enzim
protease ekstraseluler. Vibrio alginolyticus, menghasilkan 6 jenis
protease, termasuk di dalamnya enzim yang tidak umum yaitu enzim yang tahan
terhadap deterjen dan enzim alkaline serine exoprotease. Bakteri ini
juga menghasilkan collagenase, yaitu suatu jenis enzim yang dapat
diaplikasikan dalam berbagai industri dan penerapan komersial, termasuk di
dalamnya kemampuan dalam mendispersi sel-sel dalam kultur jaringan. Alteromonasspp,
yang diisolasi dari laut juga dilaporkan beberapa jenis di antaranya mampu
menghasilkan enzim protease yang memiliki kemampuan dalam proses penghambatan
pertumbuhan beberapa jenis bakteri lainnya. Bahan inhibitor yang diidentifikasi
ternyata mengandung dua bahan penting yaitu marinostatin yang dibangun dari 12
sampai 14 asam-asam amino, sedangkan bahan lainnya dikenal sebagai monostatin
yang dibangun dari glycoprotein (Imada, 2000). Enzim alkaline
serine protease yang termasuk dalam famili subtilisin juga ditemukan di
beberapa jenis bakteri laut, antara lain pada bakteri laut psychrophilic
yang hidup di laut dengan suhu rendah/dingin (Alfredsson, et al.,
1995).
Di samping
bakteri, beberapa jenis mikroalgae juga mampu menghasilkan enzim penting,
seperti enzim haloperoksidase yang mampu berperan dalam penggabungan halogen
kedalam bahan-bahan metabolit. Enzim ini dapat berperan penting dalam industri
kesehatan, kecantikan dan pangan.
Kondisi sifat
fisik laut yang sangat beragam dan ekstrim telah menghasilkan beberapa enzim
yang sangat berperan dalam bidang bio-molekuler dan bioteknologi molekuler.
Enzim yang tahan panas tinggi lebih dari 100°C dapat diisolasi dari kelompok
bakteri Archae (Thermus aquaticus) yang diisolasi dari sumber air
panas dari Yellowstone National Park, memberikan konstribusi yang sangat
berarti dalam pengembangan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang
merupakan teknik yang sangat penting untuk mempelajari material genetik dan
rekayasa genetika.
No comments