Daging
Daging merupakan bahan pangan yang penting
dalam memenuhi kebutuhan gizi. Menurut Soeparno (1992), daging didefenisikan
sebagai semua jaringan hewan dan semua hasil produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Djafar, dkk. (2006) menyatakan bahwa
pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang selalu mendapat
perhatian untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Selain sebagai sumber gizi,
juga perlu diperhatikan keamanan pangan serta aman, bermutu dan bergizi baik
disamping itu produk pangan dapat berpengaruh kepada peningkatan derajat
kesehatan.
Pemanfaatan daging ayam layer afkir yang sudah tidak berproduksi sebagai
ayam potong memang sudah lama dilakukan, hal ini bertujuan untuk memanfaatkan
hasil sisa produksi dan sebagai sumber daging alternatif selain dari ayam
broiler. Namun demikian ayam
layer afkir memiliki kelemahan yaitu dagingnya yang keras dan liat dikarenakan
umurnya yang tua. Menurut Soeparno (1992), Umur tenak ikut menentukan kealotan
daging karena ikatan-ikatan silang serabut secara individual meningkat sesuai
dengan peningkatan umur.
Untuk dapat menghargai mutu daging dan hasil pengolahannya, konsumen harus
mengetahui tentang kriteria mutu daging yang baik. Salah satu penilaian mutu
daging adalah sifat keempukannya, yang dapat dinyatakan dengan sifat mudah
tidaknya dikunyah. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya
dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut
daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging serta rigor mortis
daging yang terjadi setelah ternak dipotong.
Proses rigor mortis daging berlangsung selama 24-28 jam dimana daging
menjadi lebih keras karena akibat dari serangkaian peristiwa biokimia yang
kompleks menyangkut hilangnya creatin phosphat (CP) dan Adhenosine Triphosphat
(ATP) dari otot, tidak berfungsinya sistem enzim sitokhrom dan reaksi-reaksi
kompleks lainnya (Bucle, et. Al, 1987)
Kekakuan ini juga akibat adanya aktin dan miosin mebentuk aktomiosin
yang kemudian menjadi irreversible. Pada awal rigor mortis enzim endogenous
yang berperan adalah enzim CDP yang mempunyai aktivitas optimum pada pH netral
sebagaimana disebutkan (Calkins dan
Seideman, 1988) bahwa pada temperatur dan pH otot yang masih tinggi setelah
pemotongan akan meningkatkan aktivitas kerja enzim CDP-1 dan meningkatkan
keempukan awal karkas selama 24 jam pertama. pH netral yang dicapaai ini akan
membantu enzim papain mencapai aktivitas optimum sehingga membantu mempercepat
proses pengempukan daging bersama dengan enzim endogenous. Aktivitas
efektif papain menunjukkan atas kisaran temperatur 10° C-90° C pada pH 6-7 (Krishnaiah,
2002).
Untuk mendapatkan daging yang empuk telah diusahakan berbagai cara
diantaranya dengan melakukan pemuliaan ternak, karena 50% dari faktor yang
menentukan keempukan daging adalah faktor genetik atau keturunan. Disamping
itu, digunakan cara pemberian pakan ternak yang baik sebab pakan berperan dalam
pembentukan tekstur daging, serta dengan cara pemeraman (penyimpanan dalam suhu
dingin). Terjadinya keempukan daging selama pemeraman disebabkan protein daging
mengalami perubahan oleh enzim proteolitik. Kini cara pengempukan daging sudah
maju, yaitu dengan menggunakan protease (enzim pemecah protein) kasar maupun
murni. Enzim papain paling
banyak digunakan. Enzim ini tergolong protease sulfhidril. Secara umum yang
dimaksud dengan papain adalah papain yang telah murni maupun yang masih kasar.
Dalam getah pepaya, terdapat tiga jenis enzim, yaitu papain, kimopapin dan
lisozim. Kestabilan papain baik pada larutan yang mempunyai pH 5,0. Papain
mempunyai keaktifan sintetik serta daya tahan panas yang lebih tinggi dari
enzim lain. Disamping keaktifan untuk memecah protein, papain mempunyai
kemampuan membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein yang
disebut plastein dari hasil hidrolisa protein.
Burges dan Shaw dalam Godfrey dan Reichet (1986) menyatakan bahwa enzim
papain memutus ikatan peptida pada residu asparagin-glutamin, glutamat-alanin,
leusin-valin dan penilalanintirosin. Sedangkan Kang et al (1974), menyatakan bahwa dosis penyunyikan yang baik adalah
0,1 sampai 150 mg enzim per lb hewan hidup dan 0,5 sampai 60 mg per berat badan
hewan hidup merupakan cakupan yang umum digunakan dan hewan disembelih setelah
1 jam dari waktu injeksi.
Injeksi enzim papain pada ayam layer afkir
No comments