Faktor yang Berpengaruh Pada Fase Reproduktif
Pembungaan pada tanaman berkayu adalah
proses sangat kompleks yang meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena
sifatnya yang perenial (berumur panjang/menahun), pohon harus berinteraksi
dengan kondisi lingkungan setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya
dihubungkan dengan perubahan iklim.
Proses pembungaan pada dasarnya
merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal
(lingkungan) dan internal.
1. Faktor eksternal
Suhu
·
Pada spesies temperate
dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan awal musim gugur
tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini adalah
mematahkan dormansi kuncup.
· Pada
spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada suhu
justru lebih bermanfaat (Matthews, 1963; Jackson dan Sweet, 1972; Menzel, 1983;
Owens dan Blake, 1985; Southwick dan Davenport, 1986). Pada apokat suhu optimal
untuk perkembangan bunga adalah 25oC. Jika tanaman ditempatkan pada
suhu 33oC sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi
penghambatan perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari (Sedgley
dkk, 1985b). Pada Acacia pycnantha
suhu di atas 19oC menghambat baik mikrosporogenesis maupun
makrosporogenesis (Sedgley, 1985a). Pada jeruk, suhu di atas 30oC
dilaporkan telah merusak perkembangan kuncup bunga (Moss, 1969).
·
Suhu rendah menstimulir
terjadinya perubahan pola pembelahan meristem, dari apikal menjadi lateral.
Penempatan tanaman pada suhu rendah adalah penting untuk induksi dan inisiasi
bunga dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 1,2oC (Amling dan
Amling, 1983).
·
Suhu tinggi hingga
batas ambang tertentu dibutuhkan oleh meristem lateral (primordia bunga) untuk
mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan melangsungkan proses pembungaan.
·
Selisih antara suhu max
di siang hari dengan suhu min di malam hari akan mempengaruhi proses terbentuknya
bunga: selisih yang besar akan mempercepat terjadinya pembungaan. Namun
fluktuasi suhu yang terlalu besar dapat mengacaukan meiosis pada kuncup yang
sedang berkembang pada tanaman larch,
yang berakibat pada penurunan fertilitas biji (Barner dan Christiansen, 1960).
·
Suhu tinggi akan
meningkatkan aktivitas metabolik dalam tubuh tanaman: fotosintesis, asimilasi,
dan akumulasi makanan untuk mensuplai energi pembungaan.
Curah
hujan/kelembaban
·
Stres air dapat memacu
inisiasi bunga, terutama pada tanaman pohon tropis dan subtropis seperti leci
dan jeruk (Menzel, 1983; Southwick dan Davenport, 1986). Pembungaan melimpah
pada tanaman kayu tropis genus Shorea juga
telah dihubungkan dengan terjadinya kekeringan pada periode sebelumnya
(Burgess, 1972). Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada spesies
iklim-sedang seperti pinus, apel dan zaitun.
·
Kebanyakan pembungaan
di daerah tropis terjadi saat transisi dari musim hujan menuju kemarau
·
Pada musim hujan
tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara dan air, agar dapat
mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya → pertumbuhan vegetatif lebih dominan
·
Transisi menuju kemarau
berhubungan dengan meningkatnya intensitas cahaya, lama penyinaran dan suhu
udara → meningkatnya aktivitas metabolik
pada tanaman
·
Pembungaan di daerah
tropis merupakan respon terhadap turunnya status air dalam tanah
·
Air dan nitrogen
melimpah → titik tumbuh apikal aktif →
pertumbuhan vegetatif dominan
·
Kandungan air menurun →
suhu dalam tanah meningkat → aktivitas meristem apikal menurun → terjadi
mobilisasi energi dan cadangan makanan untuk membentuk meristem lateral
Cahaya
Cahaya
mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan
fotoperiodisitas (panjang hari).
1. Intensitas Cahaya
- Berhubungan dengan
tingkat fotosintesis: sumber energi bagi proses pembungaan
- Intensitas cahaya
mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari pada
panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga
pada banyak spesies pohon (Matthews, 1963; Cain, 1971; Jackson dan Sweet,
1972; Puritch dan Vyse, 1972; Tromp, 1984; Sedgley, 1985a).
- Peningkatan cahaya
harian rata-rata telah dihubungkan dengan pembungaan yang melimpah pada
dipterokarpa di Malaysia (Ng, 1977), dan menejemen kanopi pada pohon apel
untuk memaksimalkan penetrasi cahaya dapat memberikan efek yang serupa
(Barritt dkk, 1987). Kuncup bunga lebih banyak terbentuk pada ujung
cabang/ranting yang mendapatkan cahaya matahari penuh.
- Pada spesies
monoesi dan dioesi, yang hanya mempunyai bunga-bunga berkelamin-satu (single-sex), intensitas cahaya
dapat memberikan efek yang berbeda pada inisiasi bunga betina dan jantan.
Intensitas cahaya yang tinggi merangsang inisiasi bunga betina pada walnut dan pinus, sedangkan
intensitas cahaya yang rendah, yang biasanya disebabkan oleh naungan
kanopi, lebih merangsang terbentuknya bunga jantan (Matthews, 1963;
Giertych, 1977; Ryugo dkk, 1980, 1985).
- Giertych (1977)
menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dapat memacu pembungaan
pada pinus dengan cara meningkatkan suhu dalam primordia.
2. Fotoperiodisitas (panjang hari)
- Merupakan
perbandingan antara lamanya waktu siang dan malam hari
- Di daerah tropis
panjang siang dan malam hampir sama. Makin jauh dari equator (garis
lintang besar), perbedaan antara panjang siang dan malam hari juga makin
besar
- Misalnya pada garis 60o LU
- Musim panas: siang hari hampir 19 jam, malam hari 5 jam
- Musim dingin: siang hari hanya 6 jam, malam hari 18 jam
- Sehubungan dengan
fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tanaman dapat
dibedakan menjadi:
·
Tanaman berhari pendek
·
Tanaman berhari panjang
·
Tanaman yang butuh hari
pendek untuk mengawali pembungaannya, namun selanjutnya butuh hari panjang
untuk melanjutkan proses pembungaan itu
·
Tanaman yang dapat
berbunga setiap waktu
- Pada Picea glauca, pematahan sinar infra
merah pada malam hari akan menghambat pembentukan kon betina, yang
mengindikasikan bahwa pembungaan merupakan pengaruh dari hari-pendek (short-day) (Durzan dkk, 1979), dan
pengaruh serupa telah teramati pada sejumlah spesies Pinus (Longman, 1961; Matthews, 1963; Puritch dan Vyse, 1972;
Slee, 1977; Greenwood, 1978).
- Aplikasi
hari-pendek dengan penyinaran selama 8 jam akan meningkatkan inisiasi
bunga pada Rhododendron (Criley,
1969). Pengaruh hari-pendek direncanakan untuk diaplikasikan pada spesies
pohon temperate, mengingat bahwa inisiasi bunga secara normal terjadi pada
musim gugur seiring dengan berkurangnya panjang hari.
- Namun demikian, pembentukan kuncup bunga pada apel lebih berhasil dilakukan pada 14 jam penyinaran dibandingkan dengan 8 jam, yang mengindikasikan bahwa pada tanaman ini panjang hari di musim panas memberikan hasil yang berbeda nyata (Tromp, 1984). Pada Hibiscus syriacus subtropis, pembungaan tampaknya juga merupakan pengaruh hari-panjang (long-day) (Salisbury, 1982)
Unsur
hara
·
Keberadaan unsur hara
dalam tanah berhubungan dengan ketersediaan suplai energi dan bahan pembangun
bagi proses pembentukan dan perkembangan bunga.
1.
Carbon/protein ratio
- Kuncup bunga
terbentuk setelah tanaman mencapai keseimbangan carbon/protein
- Hal
ini berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk melakukan asimilasi,
akumulasi makanan, dan alokasi/distribusi hasil asimilasi
- Panjang
tunas merupakan faktor penting pada inisiasi bunga pecan. Tunas yang lebih panjang mampu memproduksi lebih banyak
bunga secara konsisten dan membentuk lebih banyak polong, dibanding tunas
yang lebih pendek yang telah berbunga dan berbuah pada tahun sebelumnya
(Malstrom dan McMeans, 1982). Efek ini mungkin berhubungan dengan
peningkatan cadangan makanan pada tunas yang lebih panjang.
2. carbon/nitrogen ratio
- Carbon sebagian
besar diperoleh dari mobilisasi cadangan makanan dan hasil fotosintesis
- Konsentrasi carbon
yang tinggi menentukan ketersediaan energi dan akumulasi makanan untuk
pembentukan bunga
- Nitrogen → Dampak positif: ekspansi percabangan, Dampak negatif: memacu pertumbuhan vegetatif
- Secara umum, aplikasi pupuk terutama nitrogen meningkatkan pembungaan pada sebagian besar tanaman pohon (Sarvas, 1962; Matthews, 1963; Puritch dan Vyse, 1972; Pederick dan Brown, 1976; Weinbaum dkk, 1980; Edwards, 1986).
2. Faktor Internal
Fitohormon
·
Auxin
- Merupakan respon
terhadap cahaya
- Disintesis di
jaringan meristematik apikal (ujung)
- Menstimulir
terjadinya pembelahan pada meristem apikal
→ mempengaruhi proses
perpanjangan ujung tanaman
·
Ethylene
- Disintesis oleh
daun
- Diransfer ke tunas
lateral →
memulai proses induksi bunga
·
Cytokinin
- Disintesis pada
jaringan endosperm, ujung akar, dan xylem
- Ditransfer ke daun
melalui jaringan xylem
- Berfungsi untuk
meningkatkan energi metabolisme → ditransfer untuk membentuk kuncup-kuncup
bunga
- Mengendalikan
proses translokasi → menjamin ketersediaan energi untuk pembungaan
- Mematahkan
dominansi apikal.
- Berperan dalam
memacu inisiasi bunga (Ramirez dan Hoad, 1978; Oslund dan Davenport, 1987)
dan dijumpai pada level lebih tinggi pada akar Douglas-fir yang sedang
berbunga, dibanding pohon yang tidak berbunga (Bonnett-Massimbert dan
Zaerr, 1987).
·
Gibberellin
- Disintesis pada
primordia akar dan batang
- Ditranslokasikan
pada xylem dan floem
- Menstimulir proses
perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
- Asam giberelik
mempunyai efek penghambatan yang sangat kuat terhadap pembungaan berbagai
pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah temperate, rhododendron,
jeruk dan mangga (Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972; Luckwill dan
Silva, 1979; Guardiola dkk, 1982; Tomer, 1984). Pada Citrus sinensis, GA3 dapat menyebabkan
kuncup-kuncup dorman yang sesungguhnya potensial berbunga kembali sepenuhnya
ke tingkat vegetatif, sampai tiba waktunya pembentukan kelopak bunga (Lord
dan Eckard, 1987). Luckwill (1980) telah memperkenalkan sebuah model yang
melibatkan giberelin pada pengendalian inisiasi bunga apel secara
hormonal. Giberelin yang dihasilkan oleh biji-biji yang sedang berkembang
dalam buah muda diduga telah menghambat pembentukan bunga, dan dengan
demikian mengurangi pembungaan pada musim semi berikutnya.
- Pada umumnya, zat
penghambat-tumbuh, seperti Chlormequat Cycocel; (2-cloroethyl)trimethylammonium
chloride, Alar dan TIBA (tri-iodobenzoic acid), mengurangi pertumbuhan
vegetatif dan memacu pembungaan pada spesies pohon angiosperma (Cathey,
1964; Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972; Luckwill dan Silva, 1979;
Ramirez dan Hoad, 1984; Embree dkk, 1987).
- Paclobutrazol
adalah salah satu penghambat biosistesis giberelin, yang digunakan pada
pengurangan ukuran pohon, peningkatan produksi kuncup bunga, dan
peningkatan panenan buah (Edgerton, 1985; Steffens dan Wang, 1985; Tukey,
1985; Bargioni dkk, 1986; Webster dkk, 1986; Embree dkk, 1987).
- Gimnosperma
tampaknya memberikan reaksi yang berbeda. Penghambat pertumbuhan telah
meningkatkan pembungaan pada spruce Norwegia,
namun hal ini tidak berlaku pada spesies konifer (Owens dan Blake, 1985;
Bonnet-Massimbert dan Zaerr, 1987). Sebaliknya, Giberelin akan memacu
pembungaan pada banyak gimnosperma termasuk Cryptomeria, Cupressus, Thuja, Thujopsis, Juniperus, Metasequoia,
Taxodium, Chamaecyparis, Sequoia, Larix, Picea, Pinus, Pseudotsuga dan
Tsuga (Hashizume, 1959;
Matthews, 1963; Greenwood, 1977; Pharis dan Kuo, 1977; Owens dan Blake,
1985).
- Penelitian terbaru
telah memunculkan dugaan bahwa tipe giberelin mungkin merupakan faktor
penting dalam respon fisiologis pada tanaman. Dengan demikian aspek pengaruh
giberelin pada pembungaan tanaman berkayu menahun atau perenial
membutuhkan pengamatan lebih lanjut, mengingat minimnya metode deteksi dan
produksi giberelin saat ini.
- GenetikFase besar dalam siklus hidup tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif, banyak dipengaruhi oleh berbagai mekanisme yang merupakan kontrol genetik.Fase vegetatif atau juvenil adalah interval waktu selama tanaman tersebut belum mampu bereproduksi (membentuk biji). Secara alami periode ini berakhir setelah 1 hingga 45 tahun tergantung pada spesies dan kondisi lingkungannya (Ng, 1977; Hackett, 1985 dalam Griffin dan Sedgley, 1989). Lamanya periode juvenil lebih dipengaruhi oleh kontrol genetik. Inheritance pada Betula telah teramati sebagai pengaruh poligen (Eriksson dan Johnsson, 1986 dalam Griffin dan Sedgley, 1989) dan kontrol gen mayor (Johnsson, 1949 dalam Griffin dan Sedgley, 1989), sedangkan pada pohon apel dan pir, faktor poligen menentukan inheritance secara akumulatif (Visser, 1976 dalam Griffin dan Sedgley, 1989). Sejumlah karakter morfologis dan fisiologis mungkin dapat dihubungkan dengan fase juvenil ini; seperti pembentukan duri pada jeruk, pesatnya pertumbuhan meninggi pada larch dan jeruk, susunan daun pada pistachio, bulu-bulu daun pada pecan, perbedaan bentuk, warna, kelekatan atau filotaksis dedaunan pada beberapa jenis ekaliptus dan pinus, dan kemampuan untuk memproduksi akar dan kuncup adventif (Longman, 1961; Soost dan Cameron, 1975; Crane dan Iwakiri, 1981; Hackett, 1985; Wetzstein dan Sparks, 1986; Greenwood, 1987 dalam Griffin dan Sedgley, 1989).Fase juvenil diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem apikal. Semua proses yang berlangsung dalam tubuh tanaman ditujukan untuk pertambahan jumlah dan volume sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman. Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunas-tunas pucuk mendominasi proses pertumbuhan.Transisi menuju tingkat dewasa pada umumnya berlangsung secara bertahap, dan dalam satu pohon tertentu, tidak semua karakter juvenil berubah pada tahap yang sama. Beberapa jenis ekaliptus, seperti Eucalyptus pulverulenta, mempertahankan pola daun juvenilnya sementara memasuki masa dewasa yang berhubungan dengan kemampuan pembentukan bunga.Fase reproduktif adalah masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-organ reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi untuk membentuk biji. Fase ini terjadi setelah pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman mencapai jumlah primordia tertentu yang memungkinkan tanaman untuk mulai berbunga), yang ditandai dengan stabilnya pembelahan sel: pola pembelahan berubah untuk mulai membentuk meristem lateral. Tanaman memasuki fase reproduktif setelah tercapainya suatu karakter genetik yang disebut size effect dan endogenous timing. Size effect adalah ukuran tertentu yang berhubungan dengan kemampuan tanaman mengatur penyerapan, suplai dan alokasi makanan. Endogenous timing adalah umur tertentu yang secara genetis berhubungan dengan kesiapannya untuk berbunga.
No comments