SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI SEL
Sel
merupakan massa protoplasma berbatas membran dengan sistem organisasi yang
sangat kompleks. Sel bukan merupakan suatu bangunan statis, melainkan sebuah
struktur yang sangat dinamis. Berbagai jenis aktivitas hidup yang berlangsung
di dalam tubuh organisme pada dasarnya berlangsung di dalam sel dengan
mekanisme sistem yang sangat harmonis. Aktivitas satu sel menunjang aktivitas
sel yang lain membentuk suatu sistem yang sangat harmonis untuk menunjang
sebuah kehidupan yang fungsional.
Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723),
seorang yang berkebangsaan Belanda merupakan orang pertama yang menemukan
mikroskop dan meneliti organisme mikroskopis seperti berbagai Protozoa dan
Rotifera yang oleh Beliau diberi nama ”animanculus”,
berbagai jenis bakteri, meliputi bakteri basil dan bakteri spiral;. mengamati
sperma pada manusia, katak, anjing, kelinci, dan ikan. Beliau juga mengamati
pergerakan sel-sel darah di dalam kapiler kaki katak dan daun telinga pada kelinci.
Marcello Malphigi (1628-1694), seorang berkebangsaan Italia merupakan orang pertama yang
menggunakan mikroskop dalam mengamati sayatan jaringan pada organ-organ
tertentu, seperti otak, hati, ginjal, limfa, dan paru-paru. Selain itu, dia
juga mengamati perkembangan embrio ayam. Dari hasil pengamatannya, dia
menyimpulkan bahwa jaringan tersusun atas unit-unit struktural yang ia sebut utricles
(De Robertis, 1988).
Robert Hooke (1663) merupakan orang pertama yang memperkenalkan
istilah sel berdasarkan hasil pengamatannya pada sayatan sumbat gabus. Ia
melaporkan bahwa sumbat gabus terdiri atas ruang-ruang kecil yang diberi nama
sel (bahasa Yunani: Cellula yang
bermakna ruang-ruang kecil).
Rene Dutrochet (1776-1847), seorang yang berkebangsaan Perancis, melaporkan bahwa semua
hewan dan tumbuhan terdiri atas kumpulan sel-sel globular. Pada tahun 1831, Robert Brown (1773-1858), seorang yang
berkebangsaan Inggris, melaporkan bahwa sel-sel epidermis tumbuhan, serbuk
sari, dan kepala putik mengandung suatu struktur yang konstan yang disebut
inti. Pada tahun 1840, Johannes E.
Purkinye (1787-1869), seorang yang berkebangsaan Cekoslovakia,
memperkenalkan istilah protoplasma. Pada tahun 1861, W. Schultze menyatakan bahwa protoplasma merupakan dasar fisik dari kehidupan. Protoplasma adalah substansi hidup
yang berbatas membran dimana di dalamnya terdapat inti atau nukleus (Karp,
1984).
Pada tahun 1938, Mathias J.
Schleiden (1804-1882), seorang ahli pengetahuan berkebangsaan Jerman,
melaporkan bahwa tubuh tumbuhan tersusun atas sel. Secara terpisah, pada tahun
1839 Theodore Schwann
(1810-1882) yang juga seorang ahli pengetahuan berkebangsaan Jerman, melaporkan
bahwa tubuh hewan tersusun atas sel. Schwann kemudian mengusulkan dua azas yang
dikenal dengan teori sel, yaitu: Semua organisme terdiri atas sel, dan sel
merupakan unit dasar organisasi kehidupan. Sepuluh tahun kemudian R. Virchow
(1821-1902) mengusulakn azas ketiga teori sel yang berbunyi: Semua sel berasal
dari sel yang telah ada sebelumnya (Omnis
cellula e cellulaI) (Sheeler & Bianchi, 1983). Kemudian Louis Pasteur
(1908-1895) mengemu-kakan teori biogenesis yang menyatakan bahwa setiap makhluk
hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya (Omne vivum e vivo). (Thorpe, 1984; Sheeler and Bianchii, 1983; dan
Albert et al.,
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuwan tersebut
diambil suatu kesimpulan, yaitu: sel merupakan kesatuan struktural dari makhluk
hidup, sel merupakan kesatuan fungsional dari makhluk hidup, dan sel merupakan
kesatuan hereditas dari makhluk hidup. Namun, dalam lingkup yang lebih
kompleks, teori sel mengandung makna (Villee et al., 1985), yaitu:
1. Semua makhluk hidup terdiri atas sel;
2. Sel yang baru dibentuk, berasal dari pembelahan sel
sebelumnya;
3. Semua sel memiliki kemiripan yang mendasar dalam hal
komposisi kimia dan aktivitas metabo-lismenya;
4. Aktivitas dari suatu organisme dapat dimengerti sebagai
aktivitas kolektif, dan interaksi-interaksi dari unit-unit seluler bergantung
satu dengan yang lainnya.
Menurut De Robertis et al., (1975), sebuah sel
harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Memiliki membran plasma;
2. Mengandung materi genetic yang penting untuk
mengkode berbagai jenis RNA, termasuk untuk sintesis protein;
3. Mengandung “mesin biosintesis” tempat di mana
sintesis berlangsung.
No comments