Breaking News

Clonorchis sinensis (Chinese liver fluke)

Cacing ini pertama ditemukan di Kalkuta India pada seorang tukang kayu suku cina pada tahun 1875. Infeksi lain ditemukan di Hong-Kong dan Jepang. Dewasa ini diketahui bahwa “chinese liver fluke” tersebar secara luas di Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Vietnam. Diperkirakan sekitar 19 juta orang terinfeksi cacing di Asia Timur tahun 1947, yang mungkin akan menjadi lebih banyak lagi dewasa ini. Cacing berukuran panjang 8-25 mm dan lebar 1,5-5 mm.
Daur hidup
            Cacing dewasa hidup di saluran empedu hati dan memproduksi telur sampai 4000 butir/hari sampai 6 bulan. Telur yang telah masak berwarna  kuning coklat dan akan menetas bila dimakan oleh siput Parafossarulus manchouricus yang merupakan hospes intermedier ke 1. Telur menetas keluar meracidium yang akan berubah menjadi sporocyst yang menempel pada dinding intestinum atau organ lain siput dalam waktu 4 jam setelah infeksi. Sporocyst memproduksi redia dalam wakti 17 hari, dan setiap redia memproduksi 5-50 cercaria. Cercaria mempunyai 2 titik mata dan ekork, kemudian keluar dari siput berenang dalam air menuju permukaan dan kemudian tenggelam kedasar air. Bila menemukan ikan sebagai hospes intermedier ke 2, cercaria akan menempel pada epithelium kulit ikan tersebut. Kemudian menanggalkan ekornya dan menempus kulit ikan dan membentuk cyste dibawah sisik ikan tersebut menjadi metacercaria. Banyak spesies ikan yang menjadi hospes intermedier ke 2 dari C. sinensis ini terutama yang termasuk dalam famili Cyprinidae. Metacercaria juga dapat menginfeksi jenis krustacea (udang) seperti: Carindina, Macrobrachium dan Palaemonetes. Hospes definitif (orang) akan terinfeksi oleh cacing ini bila makan ikan/udang secara mentah-mentah/dimasak kurang matang.
            Hewan yang dapat terinfeksi C. sinensis ini adalah babi, anjing, kucing, tikus dan unta. Hewan laboratorium seperti kelinci dan marmot sangat peka terhadap infeksi cacing ini.
            Metacercaria menjadi cacing muda pada dinding duodenum dan bermigrasi ke hati melalui saluran empedu. Cacing muda ditemukan didalam hati dalam waktu 10-40 jam setelah infeksi (pada hewan percobaan). Cacing tumbuh menjadi dewasa dan memproduksi telur dalam waktu sekitar 1 bulan, sedangkan daur hidup secara komplit dalam waktu 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup selama 8 tahun pada tubuh orang.

Patologi

            Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu. Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit. Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak sel sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.
            Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat dipastikan. Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing. Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitioan lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis.

Diagnosis dan pengobatan
            Diagnosis dilakukan berdsarkan atas adanya telur cacing dalam feses. Adanya gejala gangguan fungsi hati dapat dicurigai sebagai clonorchiasis bila terjadi di daerah endemik, tetapi perlu dibedakan dengan gejala penyakit cancer, hydatidosis, beri-beri, abses amuba dan penyakit hati lainnya. Pengobatan masih belum ditemukan obat yang efektif terhadap penyakit cacing ini.

No comments