Paragonimus westermani
Pertama ditemukan berparasit pada
harimau Bengali di kebon binatang di Eropa tahun 1878. Pada ddua tahun kemudian
infeksi cacing ini pada manusia dilaporkan di Formosa. Ditemukan cacing pada
organ paru-paru, otak dan viscera pada orang di Jepang, Korea dan Filipina.
Sekarang parasit ini telah menyebar ke India Barat, New Guenia,, Salomon,
Samoa, Afrika Barat, Peru, Colombia dan Venezuela. Paragonimiasis termasuk
dalam penyakit zoonosis. Cacing dewasa panjangnya 7,5-12 mm dan lebar 4-6 mm
berwarna merah kecoklatan.
Daur hidup
Cacing dewasa
biasanya hidup di paru yang diselaputi oleh jaringan ikat dan biasanya
berpasangan. Cacing tersebut juga dapat ditemukan pada organ lainnya.
Fertilisasi silang dari dua cacing biasanya terjadi (hermaprodit). Telurnya
sering terjebak dalam jaringan sehingga tidak dapat meninggalkan paru, tetapi
bila dapat keluar kesaluran udara paru akan bergerak ke silia epitelium. Sampai
di pharynx, kemudian tertelan dan mengikuti saluran pencernaan dan keluar
melalui feses. Larva dalam telur memerlukan waktu sekitar 16 hari sampai
beberapa minggu sebelum berkembang menjadi miracidium.
Telur kemudian menertas dan miracidium harus menemukan hospes intermedier ke 1,
siput Thieridae supaya tetap hidup.
Didalam tubuh siput miracidium cepat membentuk sporocyst yang kemudian memproduksi
rediae yang kemudian berkembang
menjadi cercariae, dimana ceracaria
ini berbentuk micrococcus.
Setelah
keluar dari siput cercariae menjadi aktif dan dapat merambat batuan dan masuk
kedalam kepiting (crab) dan Crayfish, dan
membentuk cysta dalam viscera atau muskulus hewan tersebut (hospes intermedier
ke 2). Hospes intermedier ke 2 ini di Taiwan adalah kepiting yang termasuk
spesies Eriocheir japonicus. Dapat
juga terjadi infeksi bila krustasea ini langsung memakan siput yang terinfeksi.
Cercaria kemudian membentuk metacercaria
yang menempel terutama pada filamen insang dari krustasea tersebut. Bilamana
hospes definitif memakan kepiting (terutama bila dimakan mentah/tidak matang),
maka metacercaria tertelan dan menempel pada dinding abdomen. Beberapa hari
kemudian masuk kedalam kolon dan penetrasi ke diafragma dan menuju pleura yang
kemudian masuk ke broncheol paru. Cacing kemudian menjadi dewasa dalam waktu
8-12 minggu. Larva migran mungkin dapat berlokasi dalam otak, mesenterium,
pleura atau kulit.
Patologi
Pada fase awal
invasi tidak memperlihatkan gejala patologik. Pada jaringan paru atau jaringan
ektopik lainnya, cacing akan merangsang terbentuknya jaringan ikat dan
membentuk kapsul yang berwarna kecoklatan. Kapsul tersebut sering membentuk ulser
dan secara perlahan dapat sembuh. Telur cacing di dalam jaringan akan merupakan
pusat terbentuknya pseudotuberkel.
Cacing dalam saraf tulang belakang (spinal cord) akan dapat menyebabkan
paralysis baik total maupun sebagian. Kasus fatal terjadi bila Paragonimus berada dalam jantung. Kasus
serebral dapat menunjukkan gejala seperti Cytisercosis.
Kasus pulmonaris dapat menyebabkan gejala gangguan pernafasan yaitu sesak
bila bernafas, batuk kronis, dahak/sputum becampur darah yang berwarna coklat
(ada telur cacing). Kasus yang fatal sering tetrjadi.
Diagnosis
Diagnosis pasti
hanya dapat ditentukan dengan operasi sehingga menemukan cacing dewasa, juga
dapat ditentukan dengan menemukan telur cacing dalam sputum, menyedot cairan
pleura, dari feses atau bahan apapun yang menyebabkan ulser dari Paragonimus. Diagnosis dapat
dikelirukan dengan tuberkulosis, pneumonia, spirochaeta dan sebagainya.
Gangguan serebral perlu dibedakan dengan tumor, cystisercosis, hydatidosis,
enchepalitis dan sebagainya. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan tes
intradermal yang diikuti dengan CFT.
Pengobatan
Pengobatan masih
dalam proses penelitian. Pencegahan dilakukan dengan memasak kepiting yang akan
dimakan sampai benar-benar matang.
No comments