Schistosomiasis (Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum)
Tiga spesies schistosoma tersebut berparasit pada orang, dimana ketiganya struktur bentuknya sama, tetapi beberaopa hal seperti morfologinya sedikit berbeda dan juga lokasi berparasitnya pada tubuh hospes definitif. S. hematobium dan S. mansoni, banyak dilaporkan menginfeksi orang di Mesir, Eropa dan Timur Tengah, sedangkan S. japonicum, banyak menginfeksi orang di daerah Jepang, China, Taiwan, Filippina, Sulawesi, Laos, Kamboja dan Thailand. Cacing betina panjang 20-26 mm, lebar 0,25-0,3 mm; cacing jantan panjang 10-20 mm; lebar 0,8-1 mm.
Daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam venula yang mengalir ke organ tertentu dalam perut hospes definitif (orang), yaitu:
S. hematobium, hidup dalam venula yang mengalir ke kantong kencing (vesica urinaria),
S. mansoni, hidup dalam venula porta hepatis yang mengalir ke usus besar (dalam hati),
S. japonicum, hidup dalam venula yang mengalir ke usus halus.
Cacing betina menempel pada bagian gynecophore dari cacing jantan dimana mereka berkopulasi. Cacing betina meninggalkan tempat tersebut untuk mengeluarkan telur di venula yang lebih kecil. Telur keluar dari venula menuju lumen usus atau kantong kencing. Telur keluar dari tubuh hospes melalui feses atau urine dan membentuk embrio. Telur menetas dan kelur “meracidiun” yang bersilia dan berenang dalam air serta bersifat fototrofik. Meracidia menemukan hospes intermedier yaitu pada babarapa spesies siput yaitu:
-S. hematobium: Hospes intermediernya spesies siput: Bulinus sp, Physopsis sp. atau Planorbis sp.
-S. mansoni: Hospes intermediernya bergantung pada lokasi mereka hidup yaitu: Biomphalaria alexandria: Di Afrika Utara, Arab Saudi dan Yaman B. Sudanensis, B. rupelli, B. pfeifferi: di bagian Afrika lainnya; B. glabrata: Eropa Barat; Tropicorbio centrimetralis: Di Barzil.
-S. japonicum: hospes intermediernya pada siput Oncomelania.
Setelah masuk kedalam siput meracidium melepaskan kulitnya dan membentuk Sporocyst, biasanya didekat pintu masuk dalam siput tersebut. Setelah dua minggu Sporocyst mempunyai 4 Protonepridia yang akan mengeluarkan anak sporocyst dan anak tersbut bergerak ke organ lain dari siput. Sporocyst memproduksi anak lagi dan begitu seterusnya sampai 6-7 minggu.
Cercaria keluar dari anak sporocyst kemudian keluar dari tubuh siput dlam waktu 4 minggu sejak masuknya meracidium dalam tubuh siput. Cercaria berenang ke permukaan air dan dengan perlahan tenggelam kedasar air. Bila cercaria kontak dengan kulit hospes definitif (orang), kemudian mencari lokasi penetrasi dari tubuh orang tersebut, kemudian menembus (penetrasi) kedalam epidermis dan menanggalkan ekornya sehingga bentuknya menjadi lebih kecil disebut “Schistosomula” yang masuk kedalam peredaran darah dan terbawa ke jantung kanan. Sebagian lain schistosomula bermigrasi mengikuti sistem peredaran cairan limfe ke duktus thoracalis dan terbawa ke jantung. Schistosomula ini biasanya berada dalam jantung sebelah kanan.
Cacing muda tersebut kemudian meninggalkan jantung kanan melalui kapiler pulmonaris dan kemudian menuju jantung sebelah kiri, kemudian mengikuti sistem sirkulasi darah sistemik. Hanya schistosomula yang masuk arteri mesenterika dan sistem hepatoportal yang dapat berkembang. Setelah sekitar tiga minggu dalam sinusoid hati, cacing muda bermigrasi ke dinding usus atau ke kantong kencing (brgantung spesiesnya), kemudian berkopulasi dan memulai memproduksi telur. Seluruhnya prepatent periodnya 5-8 minggu.
Patologi
Efek patologi dari cacing ini sangat bergantung pada spesiesnya. Progresifitas dari penyakit dari ke 3 cacing ini ada tiga fase yaitu:
- fase awal, selama 3-4 minggu setelah infeksi yang menunjukkan gejala demam, toksik dan alergi.
- Fase intermediate sekitar 2,5 bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi, yaitu adanya perubahan patologi pada saluran pencernaan dan saluran kencing dan waktu telur cacing keluar tubuh.
- Fase terakhir, adanya komplikasi gastro-intestinal, renal dan sistem lain, sering tak ada telur cacing yang keluar tubuh. Proses permulaan dari fase dari ke 3 spesies cacing ini adalah sama yaitu: Demam yang berfluktuasi, kulit kering, sakit perut, bronchitis, pembesaran hati dan limpa serta gejala diaree.
Kerusakan yang nyata disebabkan oleh telur cacing, dimana S. mansoni , usus besar lebih terpengaruh. Telur terdapat dalam venula dan submukosa yang bertindak sebagai benda asing, sehingga menyebabkan reaksi radang dengan laukosit dan infiltrasi fibroblast. Hal tersebut menimbulkan nodule disebut pseudotuberkel, karena nodule yang disebabkan reaksi jaringan. Abses kecil akan terbentuk sehingga menyebabkan nekrosis dan ulserasi. Sering ditemuai adanya sel eosinofil dalam jumlah besar dalam darah dan diikuti penurunan jumlah sel radang. Banyak telur terbawa kembali kedalam jaringan hati dan menumpuk dalam kapiler hati sehingga menimbulkan reaksi sel dan terbentuk nodule pseudotuberkel. Hal tersebut menimbulkan reaksi pembentukan sel fibrotik (jaringan ikat) didalam hati dan menyebabkan sirosis hepatis dan mengakibatkan portal hipertensi. Pembengkakan limpa terjadi karena kongesti kronik dalam hati. Krena terjadinya kongesti pembuluh darah viscera mengakibatkan terjadinya ascites. Sejumlah telur cacing dapat terbawa kedalam paru-paru, sistem saraf dan organ lain sehingga menyebabkan terbentuknya pseudotuberkel di setiap lokasi tersabut.
S. japonicum menyebabkan perubahan patologi terutama di dalam intestinum dan hati, mirip dengan yang disebabkan oleh S. mansoni, tetapi lebih parah bagian yang menderita ialah usus kecil. Nodule yang dikelilingi jaringan fibrosa yang berisi telur cacing ditemukan pada jaringan serosa dan permukaan peritonium. Telur cacing S. japonicum terlihat lebih sering mencapai jaringan otak daripada dua spesies lainnya, sehingga menyebabkan gangguan saraf yaitu: koma dan paralysis (99% kasus). Schistosomiasis disebabkan oleh S. japonicum, terlihat lebih parah prognosanya dapat infausta pada infeksi yang berat dan tidak lekas diobati.
Infeksi oleh S. hematobium terlihat paling ringan dibanding dua spesies lainnya. Selama cacing dewasa tinggal didalam venula kantong kencing, gejala yang terlihat adalah adanya gangguan pada sistem urinaria saja yaitu: cystitis, hematuria dan rasa sakit pada waktu kencing. Terjadinya hematuria biasanya secara gradual dan menjadi parah bila penyakit berkembang dengan adanya ulserasi pada dinding kantong kencing. Rasa sakit terjadi akhir urinasi. Perubahan patologi dinding kantong kencing disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap telur sehingga membentuk pseudotuberkel, infiltrasi sel fibrotik, penebalan lapisan muskularis dan ulserasi.
Diagnosis
Seperti pada cacing lainnya, diagnosis dilakukan dengan melihat telur cacing dalam ekskreta. Tetapi jumlah telur yang diproduksi caing betina schistosoma sangat sedikit sekali dibanding dengan parasit cacing lainnya yang menginfeksi orang. Hanya sekitar 47% pasien dapat didiagnosis dengan cara smear langsung itupun setelah dilakukan tiga kali smear. Biopsi dapat dilakukan yaitu dengan biopsi rektal, liver dan katong kencing akan mendapatkan hasil yang baik, tetapi hal tersebut berlu keahlian khusus bagi yang melakukannya. Penelitian telah dilakukan dengan metoda imuno-diagnostik, yaitu dengan tes intradermal.
Tes intradermal akan terlihat positif setelah 4-8 minggu setelah infeksi, walaupun pasien mungkin telah sembuh. Hasilnya 97% akuarat dan lebih efisien. Tes juga dapat dilakukan dengan CFT(Complemen fiksasion tes), tetapi hal ini dapat terjadi kros reaksi dengan penyakit shyfilis dan Paragonimus sp, tetapi bila tidak hasilnya dapat 100%.
Pengobatan
Sulit dilakukan, dan penyakit schistosomiasis ini merupakan penyakit yang cukup bermasalah bagi WHO, karena distribusinya yang sangat luas. Obat yang telah dicoba dan cukup efektif adalah “trivalen organik antimonial” tetapi obat ini sedikit bersifat toksik terhadap orang, sehingga pemebriannya harus hati-hati. Obat lain yang toksik seperti:
-Lucanthone hydroksoid dan miridazole, tetapi obat ini kurang efektif. Obat tersebut hanya menghambat cacing untuk memproduksi telur dan cacing kembali ke hati untuk sementar, suatu saat cacing dapat balik lagi kevenula porta dan memproduksi telur lagi. Beberapa obat yang masih dalam proses penelitian ialah: hycanthone, metriphonat, oxamniquine, praziquantel, menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan untuk lebih efektif.
Pada fase dimana hati sudah mengalami kerusakan, semua obat menjadi berefek kontra-indikatif, mungkin operasi adalah jalan yang terbaik. Pada kasus yang sudah sangat terlambat prognosanya jelek, pengobatan hanya dilakukan sebagai suportif saja.
Kontrol schistosomiasis sangat sulit dilakukan, bergantung pada sosialisasi mengenai sanitasi dan pendidikan masyarakat setempat untuk merubah kebiasaan dan tradisi mereka.
Pemberantasan hospes intermedier dengan moluskisida cukup baik, tetapi untuk hospes intermedier cacing S. japonicus agak sulit karena siput Onchomelania bersifat amfibia dan mereka hanya masuk kedalam air bila akan bertelur saja.
No comments