Label Peringatan Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau
9.1. Mengapa Perlu Peringatan Kesehatan
Kesadaran
masyarakat akan dampak buruk merokok umumnya rendah, bahkan di negara negara
dengan kampanye anti rokok yang cukup luas[i].
Sebagian besar perokok tidak dapat melihat hubungan antara merokok dan dampak
kesehatan. Salah satu penyebabnya adalah tenggang waktu sekitar 20-25 tahun
yang dibutuhkan sejak seseorang mulai merokok sampai timbulnya berbagai
penyakit akibat rokok[ii].
Para perokok di negara maju umumnya paham akan
peningkatan resiko penyakit tetapi cenderung meremehkan dampak kesehatan bila
dibandingkan dengan bukan perokok. Bahkan ketika perokok memiliki persepsi yang
cukup akurat tentang resiko yang dihadapi oleh kelompoknya, mereka beranggapan bahwa
resiko kesehatan akan mengenai orang lain, dan tidak berlaku bagi dirinya
sendiri.[iii]
Perokok cenderung kurang menyadari bahaya asap rokoknya pada orang lain[iv].
Pemahaman menyeluruh akan bahaya rokok merupakan faktor penting yang memotivasi
perokok untuk berhenti merokok.
9.2. Konteks Kebijakan dan Relevansi
1.
Setiap orang harus (berhak) untuk mendapatkan
informasi tentang konsekuensi kesehatan, sifat adiktif dan ancaman kematian
yang diakibatkan oleh konsumsi tembakau[v].
2.
Hak konsumen untuk mendapatkan informasi
yang benar dan jujur atas kondisi dan keamanan produk dan jasa dijamin oleh
Undang Undang[vi].
Salah satu tujuan UU Perlindungan Konsumen No 8/1999 adalah meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk melindungi dirinya
sendiri.
3.
Peringatan kesehatan di kemasan
produk tembakau yang jelas, besar, berbentuk gambar dan diganti secara periodik
merupakan sarana informasi dan edukasi yang
memampukan masyarakat secara mandiri melindungi dirinya sendiri, tanpa
biaya dari pemerintah.
4.
Visi DEPKES 2004-2009 adalah
“Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat.”
5.
Salah satu strategi pengendalian
tembakau MPOWER yang dianjurkan WHO adalah “Waspadakan masyarakat akan bahaya
tembakau”.[vii]
6.
FCTC pasal 11 tentang Kemasan dan
Pelabelan Produk Tembakau menyatakan:
Dalam
waktu 3 tahun setelah memberlakukan konvensi, para pihak wajib mengadopsi dan
melaksanaka kebijakan efektif, sesuai dengan UU nasionalnya.
·
Kemasan dan pelabelan tidak
mencantumkan informasi atau tanda-tanda lain yang keliru atau menyesatkan yang
memberikan kesan yang salah tentang karakteristik, efek kesehatan, bahaya dan
emisi termasuk tiap perkataan, uraian, cap, gambar atau tanda yang secara
langsung atau tidak langsung menciptakan kesan yang salah bahwa produk tembakau
tertentu kurang berbahaya dibanding produk tembakau lainnya termasuk pernyataan
“low tar”, “light”, “ultra light”, “mild”.
·
Setiap unit kemasan dan di setiap
bagian luarnya perlu mencantumkan peringatan kesehatan yang menguraikan tentang
pengaruh buruk konsumsi tembakau, dan dapat memasukkan pesan- pesan tepat
lainnya. Peringatan
tersebut:
-
Harus
disetujui lembaga pemerintah yang berwenang
-
Diganti
secara periodik
-
Harus
besar, jelas dan terlihat dari luar
-
Luasnya
50% atau lebih dari permukaan lebar, dan tidak kurang dari 30%
-
Berbentuk
gambar
9.3. Ruangan Pelabelan di Bungkus Rokok Memberi
Peluang Promosi Industri Rokok
Tanpa peraturan pemerintah
tentang jenis dan peringatan kesehatan di bungkus rokok dan informasi lain yang
berguna bagi konsumen, industri tembakau akan memanfaatkan ruang yang terbatas
untuk kepentingan promosi produk.
Kebijakan kemasan dan
pelabelan melarang pernyataan produk yang menyesatkan yang menciptakan kesan
salah seakan-akan produk tersebut aman dikonsumsi. Deskripsi “mild”, “light”, “ultra light” dan
sebangsanya bertujuan untuk menutupi bahaya kesehatan yang berhubungan dengan
konsumsi tembakau.
9.4. Larangan Pencantuman Pernyataan yang
Menyesatkan
Tulisan di bungkus rokok
yang menyiratkan kadar tar dan nikotin rendah dengan label “light”, “mild” atau “ultra light”
berdasarkan pengukuran mesin dengan metode ISO adalah menyesatkan.
Pengukuran mesin yang
menghasilkan nilai tertentu tidak sama dengan kadar yang sesungguhnya
dikonsumsi oleh tubuh manusia karena adanya efek biologis yang tidak sama
dengan kerja mesin.
Pada
metode FTC (Federal Trade Organization) yang diprakarsai Komisi Perdagangan
Amerika Serikat tahun 1960 dan metode ISO (International Organization for
Standardization) di Eropa pada tahun yang sama setelah diberi kodifikasi ISO[viii],
rokok yang mau diukur kadarnya dimasukkan ke dalam lobang pada sebuah mesin
sampai sedalam 5 mm. Ke dalam rokok tersebut dimasukkan semacam pipa otomatik
yang berfungsi seperti orang mengisap rokok dengan isapan tetap, 2 detik setiap
60 detik sekali, dengan volume isapan asap 35 ml (volume isapan pada manusia
sangat variabel berkisar antara 21-60 ml, lamanya antara 0,8-3 detik dan
frekuensi mengisap juga bervariasi antara 18 – 60 detik. Tingkat ketergantungan
terhadap nikotin mengakibatkan perokok menyesuaikan kedalaman dan frekuensi
isapan untuk mencapai kadar nikotin dalam tubuh yang dibutuhkan untuk memuaskan
rasa ketagihan dan mengurangi gejala sakau). Mesin akan memompa terus sampai
rokok tinggal 23 mm (untuk rokok filter, 3 mm di atas filter).
Hasil
isapan mesin ditampung di kertas filter untuk mengukur partikel padatnya, TIDAK
TERMASUK gas. Jadi gas CO, sebagian nikotin dan substansi lain yang berbentuk
gas tidak terdeteksi. Bahan
yang tertampung di kertas disebut Total Particulate Matter (TPM). Jumlah
nikotin padat dalam TPM inilah yang dicatat sebagai hasilnya yaitu kadar
nikotin rokok yang diumumkan kepada konsumen, sedangkan TPM dikurangi nikotin
padat dan air dilaporkan sebagai kadar tar. Tar adalah kumpulan beribu-
ribu bahan kimia yang terbatas dan menghasilkan residu padat yang pekat dan
lengket. Hasil pengukuran “mesin merokok” (machine-smoking of cigarettes)
disebut “yield” dipublikasikan sebagai kadar tar dan nikotin. Ini perlu
dibedakan dengan jumlah bahan dalam asap rokok yang sesungguhnya disalurkan,
diisap dan diabsorbsi oleh perokok yang disebut “delivery”. “Yield” adalah
kuantitas yang dihasilkan secara tetap oleh mesin, sedangkan “delivery”
bersifat variabel dan tidak mungkin diukur dengan mesin.
Sampai
saat ini tidak satupun pengukuran kadar tar dan nikotin dengan cara FTC/ISO
yang didasarkan pada studi ilmiah dari perilaku manusia yang merokok.
Dengan rokok rendah nikotin, perokok akan mengkompensir dengan cara
mengisap lebih dalam, lebih sering atau merokok lebih banyak. Mengisap rokok
dengan kadar tar dan nikotin rendah sama saja dengan merokok biasa. Kesan “kurang berbahaya” menjadi pilihan
konsumen – konsumsi rokok meningkat dan volume penjualanpun meningkat.
Dari hampir tidak memiliki pangsa pasar pada tahun 1994, maka pada tahun
2006, pangsa pasar untuk rokok kretek “mild”
mencapai 34% dari total pangsa pasar rokok kretek mesin atau 19% dari total
pangsa pasar rokok. Industri rokok memperkirakan bahwa penjualan rokok rendah
tar akan tumbuh tiga kali lipat selama tahun 2007-2010[ix].
9.5. Efektifitas BUNGKUS Rokok
sebagai Sarana Pendidikan Masyarakat
1. Perokok yang merokok sebungkus sehari
dengan jumlah rokok rata-rata 16 batang per bungkus akan terpapar dengan
bungkusnya sebanyak hampir 6000 kali per tahun. Frekuensi
tersebut cukup untuk menyampaikan pesan anti rokok secara berulang-ulang ketika
bungkus rokok berisikan peringatan kesehatan yang efektif.
2. Studi PPK-UI tahun 2007 menunjukkan bahwa lebih dari 90% responden
pernah membaca tulisan peringatan kesehatan di bungkus rokok, walaupun 25%
mengatakan tulisan tersebut terlalu kecil.
3.
Di Selandia Baru, dengan
menambahkan nomor telepon layanan berhenti merokok di peringatan kesehatannya,
telah memotivasi perokok menggunakan layanan Quitline. Sebanyak 78% perokok
mengaku mendapat informasi tersebut dari bungkus rokok.[x]
9.6. Efektifitas PESAN Peringatan Kesehatan di
Bungkus Rokok
Studi yang membandingkan 4 negara dengan kebijakan pelabelan yang berbeda
(Australia, Kanada, Inggris yang telah menerapkan peringatan kesehatan berbentuk
gambar dengan Amerika Serikat yang masih berbentuk tulisan) memberikan hasil
sebagai berikut[xi]:
Peringatan kesehatan yang lebih besar dan jelas, lebih efektif bagi
perokok. Peringatan kesehatan bentuk gambar tentang
hubungan merokok dengan dampak kesehatan tertentu meningkatkan kesadaran
perokok. Di Canada, dimana peringatan kesehatan bentuk gambar diharuskan, 84%
perokok melihat label tersebut sebagai sumber informasi, sementara di AS,
dimana peringatan kesehatan berbentuk tulisan, hanya 47% yang melihatnya
sebagai sumber informasi.
Di Indonesia, hasil
survei masyarakat yang dilakukan PPK-UI tahun 2007 tentang peringatan kesehatan
di bungkus rokok yang saat ini berbentuk tulisan hanya pada permukaan belakang
sisi lebar, tanpa ketentuan proporsi luas dan terdiri dari 5 pesan sekaligus
yang tidak pernah diganti, menunjukkan 42,5% responden tidak percaya karena
belum terbukti, 26% tidak termotivasi
untuk berhenti merokok dan 26% tidak peduli karena kecanduan[xii].
Survei tersebut juga menunjukkan sebagian terbesar (76%) perokok dan
perokok menginginkan pesan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan. Dari yang
menginginkan pesan berbentuk gambar dan tulisan, 78% diantaranya memilih luas
gambar sebesar 50% dari permukaan lebar bungkus rokok. Perokok bahkan
mengusulkan gambar yang spesifik, informatif dan menakutkan.
Efektifitas peringatan kesehatan dibuktikan dengan studi evaluasi di
beberapa negara setelah penerapan kebijakan peringatan kesehatan berbentuk
gambar sebagai berikut[xiii]:
·
Di Brazil, sebanyak 54% responden
berubah pendapatnya tentang konsekuensi kesehatan akibat merokok dan 67% ingin
berhenti merokok. Dampaknya lebih besar pada kelompok pendidikan dan pendapatan
rendah.
·
Lebih dari 50% perokok di Canada
(58%) dan Singapura (57%) mulai memikirkan bahaya mengkonsumsi tembakau dan
dampak kesehatan.
·
Sebanyak 47% perokok di Singapura
dan 62% di Thailand langsung mengurangi jumlah rokok yang diisap.
·
Disamping itu, penerapan
peringatan kesehatan berbentuk gambar juga mendorong keinginan perokok untuk
berhenti merokok di Canada, Singapura dan Thailand masing-masing sebesar 44%,
25% dan 92%.
9.7. Status Global Penerapan Kebijakan
Peringatan Kesehatan Berbentuk Gambar
Sampai dengan
pertengahan tahun 2009, telah ada 25 negara yang menerapkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar. Empat Negara ASEAN yang telah memiliki Undang Undang
Peringatan Kesehatan berbentuk gambar adalah Singapura, Thailand, Brunei
Darussalam dan Malaysia.
Walaupun Indonesia
belum memiliki peraturan tentang peringatan kesehatan berbentuk gambar dan
konsumen rokok dalam negeri masih harus menerima peringatan kesehatan berbentuk
tulisan yang tidak efektif, industri rokok domestik TELAH MEMPRODUKSI bungkus
rokok dengan peringatan kesehatan berbentuk gambar untuk rokok-rokok yang
diekspor ke Negara tetangga: Malaysia, Singapura dan Brunei.
Indonesia telah
memasukkan pasal-pasal peringatan kesehatan berbentuk gambar dalam RUU
Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan yang komprehensif sebagai
inisiatif anggota DPR. Di penghujung tahun 2009, Kementrian Kesehatan
mengeluarkan UU. No 36/2009 tentang Kesehatan.
Ada 2 pasal yang mengatur tentang peringatan kesehatan
yaitu:
pasal 114 yang berbunyi:
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke
wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan.
pasal 199 ayat 1 yang berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sesuai
dengan pasal 116, maka pelaksanaanya harus dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah yang sampai saat penulisan ini masih dalam proses
pembahasan inter departemen.
9.8. Rekomendasi Kebijakan Peringatan Kesehatan
Berbentuk Gambar yang Efektif
1. Disiapkan beberapa jenis (5-6) peringatan kesehatan berbentuk gambar
sekaligus untuk setiap periode yang ditetapkan oleh Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintahnya; Gambar harus jelas dan cukup besar
2.
Paket
5-6 gambar tersebut diganti secara periodik
3.
Pesan
mengkomunikasikan besarnya resiko penyakit akibat rokok. Bentuk gambar adalah
penting, karena “sebuah gambar adalah sejuta kata”
4.
Masing-masing
gambar menempati minimum 50% bagian atas dari luas permukaan lebar bungkus
rokok sisi depan dan belakang, disertai 1 pesan tertulis sesuai gambar
5.
Gambar
tidak terhalang oleh sarung atau bentuk penutup bungkus rokok apapun
6.
Tidak
dibenarkan menggunakan istilah yang menyesatkan atau memberikan kesan keliru
seakan-akan produk tersebut kurang berbahaya seperti ”light”, ”mild”, dsb
7.
Diberikan
informasi tentang kandungan bahan berbahaya
8.
Dapat
ditambahkan informasi tentang layanan berhenti merokok bilamana ada
9.
Diberlakukan
pada semua bentuk kemasan produk tembakau
10. Harus dalam bentuk produk hukum, tidak
dibenarkan penerapan secara suka rela
[i] Ayanian J, Clearly P. ‘Perceived
Risks of Heart Diseases and Cancer among Cigarette Smokers’. JAMA., 1999; 281(11):1019-21
[ii] Depkes RI . Fakta Tembakau Indonesia , 2004
[iii] World Bank 1999. Curbing the Epidemic: Government and the
Economics of Tobacco Control, Ch3: p.30
[iv] Environics Research Group. ‘Assessment
of Perceived Health Risks due to Smoking: prepared for Health Canada ’, Office of Tobacco Control.
Ottawa : Health Canada , 1999
[v] FCTC 2003. ‘Article 4.1’. Guiding
Principles
[vi] Indonesia . Undang Undang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999. Hak Konsumen,
pasal 4b
[vii] World Health Organization. Country
Office for Indonesia .
MPOWER, Upaya Pengendalian Konsumsi
Tembakau. www.who.int/tobacco
[viii] WHO. ‘Monograph: Advancing Knowledge
on Regulating Tobacco Products’, 2000 dalam Kemasan dan Pelabelan Produk
Tembakau. Widyastuti Soerojo. WHO, APW # INO TOB 001/ECI/P1/A1.
TA-Strengthening Leadership in Tobacco Control, Jakarta : Juni 2004
[ix] Barber S, Sri Murtiningsih Adioetomo,
Abdillah Ahsan, Diahhadi Setyonaluri. Ekonomi Tembakau di Indonesia hal 17. Depok: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2008
[x] BRC Marketing & Social Research.
Smoking Health Warning Study: The
Effectiveness of Different (Pictorial) Health Warning in Helping People
Consider their Smoking Related Behavior. Wellington : BRC Marketing & Social
Research, 2004. http://www.ndp.govt.nz/moh.nsf/pagescm/909/$File/smokinghealthwarningmay.204.pdf
[xi] Hammond D, Fong G, McNeill A,
Borland R, Cummings KM. ‘Effectiveness of Cigarette Warning Labels in Informing
Smokers about the Risks of Smoking: Findings from the International Tobacco
Control (ITC) Four Country Survey’. Tobacco
Control, 2006; 15(Suppl III): iii9-iii25
[xii] PPK-UI, Yayasan Jantung Indonesia ,
SEATCA. Peringatan Bahaya Merokok pada
Kemasan Rokok dalam Upaya Peningkatan Kesehatan. Jakarta , 2007
[xiii] Ritthiphakdee B. ‘Best Practices in
Health Warning on Tobacco Product’, slide presentation. SEATCA, 2008
No comments