Breaking News

Ciri-ciri tingkah laku manusia

        Walaupun manusia cerdas (mempunyai otak besar) kalau hidup sebagai individu tersendiri dia tidak akan berdaya. Suatu ciri khas manusia juga adalah hidup bersama-sama membentuk suatu masyarakat. Sifat bermasyarakat pada manusia ini terbanyak beasal dari keadaan bahwa manusia memerlukan waktu lama untuk menjadi dewasa. Anak manusia selama beberapa tahun bergantung kepada orang tuanya, menjamin anak itu untuk dapat menjalin hubungan hidup bersama secara bermasyarakat. Selama itu orang dewasa dapat mendidik anaknya dan anak dapat belajar. Pengalaman generasi ini dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Dengan pengalaman serta penemuan yang menjadi pengetahuan, terkumpul dalam kelompok ini dan memungkinkan timbulnya kebudayaan.
         Pemindahan ilmu pengetahuan bergantung kepada komunikasi antar individu. Manusia dapat mengadakan komunikasi melalui isyarat dalam hal ini adalah bahasa. Bahasa adalah dasar kemuanusiaan dasar prestasi manusia. Tetapi kita tak mengetahui kapan manusia mulai berbicara; tidak ada keterangan mengenai bagaimana bahasa itu dimulai. Berbicara adalah suatu ciri dasar tingkah laku manusia.
          Dari ciri struktur maupun ciri fisiologinya memungkinkan timbulnya ciri-ciri tingkah laku yang khas bagi manusia sebagai Mamalia yang paling utama. Ciri-ciri tingkah lakunya itu nampak pada sifat-sifat manusia umumnya.
Adapun sifat-sifat manusia itu sebagai berikut :
1)   Berfikir :
  1. Manusia itu pada umumnya berfikir egosentris.
Artinya pikirannya senantiasa berfikir kepada kepentingan manusia.
Contoh : Menebang hutan, membuat jalan, membuat industri semuanya demi kepentingan manusia.
  1. Berbudaya: Akibat berfikir, manusia mempunyai kebudayaan. Kebudayaan berpengaruh terhadap manusianya sendiri.
  2. Senang belajar : karena senang belajar, mengakibatkan adanya pendidikan. Pendidikan berpengaruh besar terhadap manusianya sendiri.
  3. Bermasyarakat : berbeda dengan masyarakat hewan yang merupakan tingkah laku bawaan, masyarakat manusia berlandaskan tingkah laku yang kebanyakan telah dipelajarinya. Bentuk masyarakat mempengaruhi manusiaya sendiri secara timbal balik.
Contoh: Pendidikan mempengaruhi kedudukan dalam masyarakat, mempengaruhi penghasilan, mempengaruhi pandangan masyarakat, jadi mempengaruhi manusianya sendiri.
Cara berkomunikasi antara sesama dan kemampuan manusia berbahasa, menyebabkan manusia menjadi mahluk utama di dunia.
2)   Manusia mempunyai kebutuhan makan :
Untuk keperluan hidupnya manusia memerlukan makanan. Makanan berpengaruh terhadap : pertumbuhan, perkembangan dan pembiakan. Gizi makanan mempengaruhi kesehatan, kecerdasan, cara kerja, kebudayaan, manusia, keluarga, ras, bangsa dan lain-lain.
3)   Ingin panjang umur :
Akibat sifat ini, manusia itu selalu ingin sehat, mengatasi penyakit, membatasi kerja terlalu keras, mencegah kelaparan.
4)   Suka berteduh :
Akibatnya manusia memakai pakaian. Macam pakaian dipengaruhi oleh iklim, selera masyarakat dan bahan yang tersedia. Sedangkan cara berpakaian berpengaruh terhadap kesehatan.
5)   Suka mencari kesenangan hidup atau kebahagiaan :
Contoh : rekreasi, kesenian, kosmetika, dan sebagainya.
6)   Ingin mempunyai keturunan.
Bagaimana naluri kehidupan manusia ?
Dibanding dengan hewan yang juga banyak yang hidup bermasyarakat, misalnya: serangga, maka masyarakat manusia itu berlandaskan tingkah laku yang kebanyakan telah dipelajari. Sedangakn masyarakat serangga atau hewan lain itu berlandaskan tingkah laku yang bersifat bawaan, yang terulang secara turun temurun dan ini disebut naluri. Menurut Wildan Yatim (1974:333) dikatakan bahwa: naluri (instinct) adalah sikap yang dibawa turun temurun, tak berubah-ubah dan berperan untuk memlihara kelangsungan hidup sesuatu individu di alam.
Segala macam ciri kehidupan dijalani secara naluri. Makan, bernafas, bergerak, berlindung dan berbiak adalah naluri. Setiap mahluk termasuk manusia sebenarnya memiliki naluri. Mahluk yang mempunyai kecerdasan yakni yang bisa belajar, memikirkan, memecahkan masalah dan memperbaiki sikap-sikap meniru (stereotip) seperti manusia, akan dapat menekan sikap asli (naluri) nya sampai batas-batas tertentu yang mungkin lebih menguntungkan. Sampai batas-batas tertentu, karena setiap mahluk tak akan mungkin dapat meninggalkan sama sekali pembawaan naluri.
Contoh: 
·         Naluri makan tidak mungkin ditekan dan ditinggalkan. Namun waktu    makan dapat diatur.  
·         Naluri masyarakat manusia telah berkembang oleh karena kemampuan berfikir dan belajarnya.
·         Naluri berlindung pada manusia menyebabkan meraka membuat jaket wool, rumah bertingkat, membuat senjata dan lain-lain.
Inilah keunikan manusia, yang menyangkut jasmaninya yang telah berkembang yang memungkinkan penyesuaian fisiologi serta terbentuk sikap atau tingkah laku manusia dan prestasinya yang agak berlainan dengan hewan. Tentunya berkat kemampuan dan kecakapannya yang tinggi.

Rasa Ingin Tahu
          Ilmu pengetahuan alam itu bermula dari rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu ini merupakan ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang alam sekitarnya, benda-benda di sekelilingnya, gunung, awan, bulan, bintang, dan matahari yang dipandangnya dari jauh, bahkan ia ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin tahu itu untuk memenuhi kebutuhan fisik, mempertahankan kelestarian hidupnya, dan untuk kebutuhan nonfisik, kebutuhan alam pikirannya.
          Tumbuh-tumbuhan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, bertumbuh dan bergerak namun gerakan itu terbatas pada mempertahankan kelestarian hidupnya yang bersifat tetap. Misalnya: daun-daun yang selalu cenderung untuk mencari sinar matahari atau akar-akar yang selalu cenderung mencari air yang kaya mineral untuk kebutuhan hidupnya. Hal ini berlangsung sepanjang zaman.
          Hewan menunjukkan adanya kehendak berpindah dari satu tempat ke tenpat lain. Contoh : urung-burung bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain di dorong oleh suatu  keinginan yaitu rasa ingin tahu apakah disana ada cukup makanan atau ingin tahu apakah di suatu tempat cukup aman untuk membuat sarang. Setelah mengadakan peninjauan (eksplorasi), burung itu menjadi tahu. Itulah “pengetahuan” dari burung itu. Burung juga memiliki “pengetahuan” bagaimana caranya membuat sarang di atas pohon. Tetapi pengetahuan itu ternyata tidak berubah dari zaman ke zaman. Burung pipit dari dulu hingga sekarang membuat sarang yang sama tak pernah berubah.
          Rasa ingin tahu dan pengetahuan dari hewan yang tetap sepanjang zaman itu disebut naluri (insting). Naluri ini brpusat pada satu hal saja yaitu untuk mempertahankan kelestarian hidupnya. Untuk itu mereka perlu makan, melindungi diri dan berkembang biak.
          Manusia memiliki naluri seperti yang dimiliki hewan. Tetapi manusia memiliki kelebihan yaitu kemampuan “berfikir” dengan kata lain ingin tahu tentang “apa”, juga ia ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa” begitu. Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikaitkan/ dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru menjadi pengetahuan yang lebih baru. Hal yang demikian ini berlangsung terus berabad-abad lamanya, sehingga terjadi suatu akumulasi pengetahuan.
Contoh : manusia purba zaman dahulu yang hidup di gua-gua atau di atas pohon. Oleh karena kemampuannya berfikir yang tidak semata-mata didorong oleh sekedar kelestarian hidupnya tetapi juga untuk membuat hidupnya lebih menyenangkan, maka meraka mampu membuat rumah dia atas tiang-tiang kayu yang kokoh. Bahkan sekarang manusia mampu membuat istana ataupun gedung-gedung pencakar langit dibandingkan dnegan harimau yang hidup di gua-gua atau monyet yang membuat sarang di atas pohon, tidak mengalami perubahan sepanjang  zaman.
          Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Pengetahuan manusia berkembang sampai kepada hal-hal bercocok tanam, menyangkut keindahan dan sebagainya.

Mitos dan Perkembangan Alam Pikiran Manusia     
          Manusia tidak hanya ingin memenuhi kebutuhan fisiknya, tetapi juga ingin memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikirannya. Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terjawab atas dasar pengamatan maupun pengalamannya. Untuk memuaskan alam pikirannya, manusia membuat atau mereka-reka sendiri jawabannya.
Contoh:
  • Apakah pelangi itu ?   
Karena tak dapat dijawab, mereka meraka-reka dengan jawaban bahwa pelangi adalah “selendang bidadari”. Muncul pengetahuan baru, yaitu “bidadari”.
  • Mengapa gunung meletus ?
Karena tak tahu jawabannya, maka di reka-reka sendiri dengan jawaban “yang berkuasa dari gunung sedang marah”. Muncul pengetahuan baru, yaitu yang disebut “yang berkuasa”.
Dengan menggunakan jalan pikiran yang sama, muncul anggapan “yang berkuasa di dalam hutan yang lebat, sungai yang besar, pohon yang besar, matahari, bulan, kilat, raksasa yang menelan bulan pada saat gerhana bulan. Pengetahuan ini di terima sebagai kepercayaan masyarakat.
Pengetahuan-pengetahuan baru yang bermunculan dan merupakan gabungan dari pengamatan, pengalaman dan kepercayaan itu disebut mitos. Adapun cerita yang berdasarkan atas mitos ini disebut “legenda”.
Mitos ini timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia.Misalnya :
1)   Penglihatan :
Banyak benda-benda bergerak begitu cepat sehingga tak tampak oleh mata. Mata tak dapat membedakan seluruh gambar yang berbeda dalam satu detik. Mata tak mampu melihat partikel atau jauhnya benda.
2)   Pendengaran :
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai dengan 30.000 perdetik. Getaran dibawah 30 atau di atas 30.000 perdetik tak terdengar.
3)   Bau dan rasa :
Bau dan rasa tidak dapat dipastikan benda yang dikecap maupun diciumnya. Manusia hanya bisa membedakan empat jenis rasa, yaitu : rasa manis, masam, asin, dan pahit.
Bau seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita jika konsentrasinya di udara lebih dari 1/10 juta dari udara. Bau dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain, namun tidak semua orang bisa melakukannya.
4)   Alat perasa :
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin, namun sangat relatif, sehingga tidak dapat dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Alat-alat indera tersebut di atas sangat berbeda antara manusia : ada yang sangat tajam penglihatannya ada yang tidak. Demikian pula ada yang tajam penciumannya ada yang lemah. akibat dari keterbatasan alat indera  kita maka mungkin timbul salah informasi, salah tafsir dan salah pemikiran.
Untuk meningkatkan ketepatan alat indera tersebut dapat juga orang dilatih untuk itu, tapi tetap sangat terbatas. Usaha-usaha lain adalah menciptakan alat, meskipun alat yang diciptakan ini masih mengalami kesalahan. Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut.
Jadi mitos ini   dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena :
a)    Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan penginderaan baik langsung maupun dengan alat.
b)   Keterbatasan penalaran.
c)    Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Hasrat ingin tahunya berkembang terus dan mitos merupakan jawaban yang paling memuaskan pada masa itu. Puncak hasil pemikiran seperti itu yaitu pada zaman Babylonia ±700-600 SM. Alam semesta menurut pendapat mereka waktu itu adalah berupa suatu ruangan atau selungkup. Bumi datar sebagai lantainya dan langit-langit melengkung di atas sebagai atapnya. Bintang-bintang, matahari dan bulan menempel dan bergerak pada permukaan dalam langit. Pada atap ada semacam jendela dimana air hujan dapat sampai ke bumi.
Tetapi yang menakjubkan adalah bahwa mereka telah mengenal ekliptika atau bidang edar matahari, dan telah menetapkan perhitungan satu tahun yaitu satu kali matahari beredar kembali ke tempat semula, sama dengan 362,25 hari.
Horoskop atau ramalan nasib manusia berdasarkan perbintangan juga berasal dari zaman Babylonia ini. Masyarakat waktu itu, bahkan mungkin masih ada pada masa kini, dapat menerimanya. Pengetahuan yang mereka peroleh dari kenyataan pengamatan dan pengalaman tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidup sehari-hari yang mereka hadapi.
Contoh :
          Suatu saat hasil pertanian mereka tidak memuaskan namun pada saat yang lain baik sekali. Mereka sendiri tidak memahami mengapa demikian. Pengetahuan mereka belum dapat menjawab mengapa hal itu terjadi maka mereka percaya pada mitos, dan dikaitkan nasib itu pada bulan, matahari, dan bintang-bintang.
          Pengetahuan perbintangan pada masa itu memang sedang berkembang. Kelompok bintang atau rasi scorpio, virgo, pisces, leo, dan sebagainya yang masih kita kenal pada zaman sekarang ini, berasal dari zaman Babylonia. Pengetahuan ajaran orang-orang Babylonia itu setengahnya memang berasal dari hasil pengamatan maupun pengalaman namun setengahnya berupa dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos. Pengetahuan seperti ini dapat disebut sebagai “pseudo science” artinya mirip sains tapi bukan sains.
          Suatu pola berfikir yang satu langkah lebih maju daripada mitos ataupun  pseudo science tersebut di atas ialah penggabungan antara pengamatan, pengalaman, dan akal sehat atau rasional.
Contoh : ajaran orang-orang Yunani pada 600-200 SM.
          Sebagai tonggak sejarah dapat disebutkan disini seorang ahli pikir bangsa Yunani bernama Thales (624-548 SM), seorang astronom yang juga ahli dibidang matematika dan tehnik. Beliaulah yang pertama berpendapat bahwa bintang-bintang mengeluarkan cahayanya sendiri sedangkan bulan hanya sekedar memantulakan cahayanya dari matahari.
          Ia juga berpendapat bahwa bumi merupakan suatu piring yang datar yang terapung di atas air. Dialah orang yang pertama mempertanyakan asal usul dari semua benda yang kita lihat di alam raya ini. Ia berpendapat bahwa adanya beranekaragamnya benda di alam ini sebenarnya merupakan gejala saja bahan dasarnya amat sederhana. Bahan dasar tersebut membentuk benda-benda beraneka ragam itu melalui suatu proses, jadi tidak berbentuk begitu saja.
          Pendapat tersebut di atas sungguh merupakan perubahan besar dari alam pikiran manusia pada masa itu. Masa itu orang-orang beranggapan bahwa aneka ragam benda di alam itu diciptakan oleh dewa-dewa seperti apa adanya.
Karena kemampuan berfikir manusia semakin maju dan disertai juga oleh adanya perlengkapan pengamatan, misalnya berupa teropong bintang yang mungkin sempurna, maka mitos dengan berbagai legendanya makin ditinggalkan. Manusia makin cenderung menggunakan akal sehat atau rasionya.

No comments