Teori Evolusi Sebelum Darwin
Sejarah
munculnya teori-teori evolusi sebenarnya baru dimulai pada tahun 1859, dengan
dipublikasikan buku On the Origin of
Species, meskipun kebanyakan idea-idea Darwin kenyataannya telah ada sejak
masa lampau. Kenyataan bahwa bahwa makhluk hidup beraneka ragam dan megalamimi
perubahan sudah teramati sejak lama, namun hal ini tidak melahirkan
konsep-konsep evolusi sebagaimana yang terjadi pada masa Darwin. Parmenides
menyatakan bahwa sesuatu yang terlihat adalah suatu ilusi. Berbeda dengan apa
yang dikemukakan Parmenides, Heraclitus menyatakan bahwa dalam perjalanan
hidupnya makhluk hidup selama mengalami proses yang tetap Teori ini dikenal
dengan teori Fixise. Berasal dari
kata ‘Fixed’., artinya ‘unchanging’ atau tetap, tidak berubah.
Teori ini muncul satu atau dua abad sebelum teori Darwin. Pada masa itu tidak
pernah dipersoalkan mengenai hubungan kekerabatan antar satu organisme dengan
organisme lain. Semua kegiatan biologis dianggap tetap seperti apa adanya,
tidak ada perubahan. Namun para Naturalis
dan Philosohpy sering berspekulasi
bahwa ada terjadi transfomasi spesies. Para ahli yang mempertanyakan kebenaran
teori ‘Fixed’ misalnya: Maupertuis
ilmuwan dari Prancis, kakek Charles Darwin yaitu Erasmus Darwin. Walaupun tidak
ada pemikir-pemikir khusus yang mempersoalkan teori Fixed dengan penjelasan yang ilmiah bahwa spesies berubah, namun
sebenarnya terdapat perhatian dan minat yang kuat berdasarkan kenyataan bahwa
dapat saja satu spesies berubah menjadi spesies kedua.
Pada
250 tahun sebelum Masehi, Anaximander (Yunani) mengemukakan bahwa manusia
berasal dari makhluk yang menyerupai ikan. Pernyataan Empedocles yang berbau
evolusi namun janggal kedengarannya berbunyi bahwa manusia dan juga binatang
lainnya berasal dari bagian-bagian kepala, badan, dan tangan yang
terpisah-pisah, yang pada makhluk tertentu ketiganya tumbuh menjadi satu,
sedangkan pada makhluk lain hanya kepala dan badan yang tumbuh seperti pada
ikan. Artinya ada yang pertumbuhannya lengkap dan adapula yang tidak lengkap.
Teori
Autogenesis merupakan teori yang berkaitan dengan proses evolusi namun
dorongan evolusinya beasal dari dalam menyatakan bahwa dorongan dari dalam itulah
yang lebih menentukan sedangkan lingkungan tidak memberikan pengaruh.
Selain
itu dikenal pula paham finalisme dan telefinalisme yang mempunyai
kemiripan dengan paham vitalisme. Paham finalisme lebih
menitikberatkan pada tujuan akhir, bagaimana makhluk berevolusi sampai bentuk
akhir sudah dinyatakankarena adanya kekuatan trasenden, namun apa yang
dimaksudkan dengan kekuatan trasenden itu tidak disebutkan. Kaum finalis tidak
dapat menjelaskan proses perubahan yang ditentukan oleh kekuatan tersebut. Pada
kaum vitalis jelas bahwa kekuatan trasenden itu adalah kekuatan alam yang maha
hebat.
Ada
beberapa penganut paham lain yang mengelak terhadap adanya pengaturan atau
tuntunan khusus seperti pada vitalisme Para penganut paham lain ini berpegang
pada teori Orthogenesis, Nomogenesis, dan Aristogenesis yang
menganggap bahwa makhluk hidup itu berubah secara evolutif dan penentu
perubahan itu adalah germ plasma. Contoh: perkembangan bentuk dewasa
manusia dinyatakan sudah ada sejak tingkat embrio; Warna, bentuk, letak dan
bentuk putik, serta serbuk sari telah ada pada kuncup bunga. Perubahan pada
kuncup menjadi bunga hanya memerlukan tenaga untuk mekarnya sang bunga.
Ketiga
teori ini mempunyai perbedaan yaitu: Orthogenesis menitikberatkan
perkembangan makhluk hidup pada garis lurus artinya terjadi perkembangan yang
semakin besar, semakin bervariasi, namun semuanya bertolak dari yang sudah ada.
Nomogenesis menyatakan bahwa perkembangan hanya berlangsung sesuai
dengan aturan tertentu. Untuk setiap makhluk ada aturan tertentu yang mengikat.
Aristogenesis menyatakan bahwa perkembangan yang terjadi adalah
perubahan menuju ke yang lebih baik.
Beberapa
tokoh dan peristiwa yang mendukung dan dipandang dapat melahirkan teori evolusi
antara lain Carolus Linnaeus (Swedia) yang disebut sebagai bapak Sistematik,
telah berhasil memberi nama 4.235
spesies hewan dan 5.250 spesies tumbuhan menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup
tersebut diciptakan dan tetap (konstan), serta tergolong makhluk pertama yang
benar-benar ada. Charles Bonnet (ahli
pengetahuan alam) percaya bahwa semua organisme, bahkan semua benda tak hidup
mengalami proses pembentukan melalui rantai/tangga yang panjang dantek
terputus, tak tersisipi. Rantai ini bermula dari mineral yang selanjutnya
berkembang menjadi bentuk yang semakin kompleks seperti tumbuhan, invertebrata,
ikan, burung, dsb.
Pada
zaman sebelum abad 18 yaitu 3 abad sebelum Masehi, di Yunani berkembang suatu
paham bahwa organisme membentuk suatu tangga yaitu tangga kehidupan atau tangga
alam. Pada tangga kehidupan ini yang berada di dasar adalah organisme yang
sederhana, selanjutnya organisme yang berada di atasnya adalah organisme yang
lebih sempurna. Tetapi dalam hal ini tidak disinggung hubungan antara organisme
yang berada pada masing-masing anak tangga, sehingga dapat dimengerti mengapa
teori evolusi tidak lahir melalui paham ini. Dikemudian hari beberapa pengikut
evolusi menerima pendapat tersebut dengan melihat pandangan yang semakin maju
dan semakin kompleks. Linnaeus, meskipun percaya adanya penciptaan tetapi tetap
beranggapan bahwa tangga kehidupan tersebut ada.
Pada
abad 17, tangga kehidupan ini dibangkitkan kembali oleh Leibnitz yang
mengemukakan adanya “Hukum Kesinambungan” dalam hal ini antara spesies yang satu dengan spesies lainnya ada
spesies penyambungnya yang dikenal dengan spesies peralihan. Namun Leibnitz
tidak berani mengemukakan adanya spesies peralihan antara manusia dan kera.
Pemikiran tentang kesinambungan ini tidak juga melahirkan teori evolusi karena
pandangan dan penerapannya hanya sepotong-sepotong.
Cuvier
(Perancis) yang mempunyai pendapat yang sama dengan Linnaeus tentang
penciptaan, mengemukakan bahwa pada dasarnya evolusi itu tidak pernah terjadi.
Cuvier berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini berasal dari
proses penciptaan, spesies itu tetap dan tidak pernah berubah. Menurut Cuvier
jika sekarang ini dijumpai beragam fosil pada lapisan tanah yang berbeda maka
hal itu disebabkan terjadinya bencana alam. Bencana alam inilah yang melahirkan
teori Catastrophisme. Melalui teori ini Cuvier mengemukakan bahwa di
bumi ini terjadi beberapa kali bencana alam yang besar. Akibat bencana ini
dijumpai makhluk-makhluk yang mati dan memfosil. Fosil yang berbeda yang
terletak pada strata yang berbeda adalah hasil dari suatu ciptaan baru. Lebih
jauh tentang fosil yang terletak pada setiap strata oleh William Smith
dikemukakan bahwa tiap strata mempunyai tipe fosil yang khas dan semakin ke
bawah fosil yang dikandung semakin jauh berbeda dengan makhluk yang ada
sekarang ini.
Berbeda
dengan yang dikemukakan Cuvier, Charles Lyell dalam bukunya “Principle of
Geology” mengemukakan bahwa terjadinya strata lapisan bumi yang mengandung
fosil tidak karena terjadinya bencana alam, tetapi berlangsung sedikit demi
sedikit seperti yang kita alami seperti sekarang ini., dengan menggunakan teori
Uniformitarianisme, yaitu teori yang menyatakan bahwa bentuk dan
struktur bumi disebabkan oleh kekuatan angin, air, dan panas yang bekerja
sekarang ini identik dengan yang bekerja dan mempengaruhi bentuk dan struktur
bumi di masa lalu. Pendapat ini dikemudian hari memberikan sumbangan yang besar
terhadap perkembangan teori evolusi.
Erasmus
Darwin pada tahun 1731 – 1802 menyatakan dalam bukunya “Zoonomia” bahwa kehidupan bermula dari asal mula yang
sama. Gagasan tersebut pula yang kemudian mengilhami Charles Darwin dalam
mengemukakan gagasannya pada tahun 1859.
Dikemudian
hari gagasan tentang diwariskannya sifat yang didapat dimunculkan oleh Jean
Baptis Lamarck (1744 – 1829) dalam bukunya ‘Philosophie Zoologique”, dan
dikenal dengan teori adaptasi-transformasi. Ahli lain yang sejalan dengan pendapat Lamarck adalah Count de Buffon
yang menyatakan bahwa proses evolusi itu berlandaskan pada diwariskannya
sifat-sifat yang di dapat.
Teori
ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak ada satupun makluk hidup yang
identik. Ada
dua konsep evolusi yang dikemukakan oleh Lamarck yaitu: Pertama, spesies berubah dalam waktu lama menjadi spesies baru.
Konsep ini yang sangat berbeda dengan teori Darwin . Lamarck berpendapat bahwa dalam suatu
periode tertentu suatu spesies dapat berubah bentuk akibat suatu kebiasaan atau
latihan. Kedua, perubahan yang
terjadi tersebut dapat diturunkan. Gambar 1.2 menunjukkan perbedaan teori
Lamarck dan teori Darwin .
Berpegang
pada konsep yang mengatakan bahwa organ-organ baru muncul sebagai respons atas
tuntutan lingkungan. Lamarck mengajukan postulat sebagai berikut: Ukuran organ
sebanding dengan penggunaannya. Hal ini berarti bahwa tiap perubahan yang
terjadi karena digunakan atau tidak digunakannya organ tersebut akan diwariskan
kepada generasi keturunannya. Peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang akan
berakibat terjadinya pembaharuan bentuk dan fungsi. Contoh yang dipakai Lamarck
untuk menjelaskan teorinya adalah leher Jerapah. Ia berpendapat bahwa leher
jerapah menjadi panjang akibat dari usaha atau kerja kerasnya ‘striving’ untuk mendapatkan daun-daun
(makanan) yang terletak pada dahan yang tinggi. Leher yang dipanjangkan inilah
yang diwariskan. Dalam hal ini Lamarck telah memperhitungkan faktor lingkungan
dan memperkenalkan hukum Use and Disuse yang artinya organ yang
digunakan cenderung akan berkembang sedangkan yang tidak digunakan cenderung
akan menyusut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Thomas Robert
Malthus dalam bukunya Essay on the Principle Population bahwa tidak ada
keseimbangan antara pertambahan penduduk dan jumlah bahan makanan, artinya
adanya perjuangan untuk hidup dimana kenaikan produksi bahan makanan menurut
deret hitung sedangkan kenaikan jumlah penduduk menurut deret ukur. Teori Lamarck, oleh para ahli sejarah
disebut: adaptasi-transformasi.
No comments