Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai daerah, masing-masing sebagai subsistem yang meliputi aspek sosial budaya, ekonomi dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan yang berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem yang juga berarti meningkatkan ketahanan subsistem.
Menurut Emil Salim, secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Soedjono mengartikan lingkungan hidup sebagai lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat dalam alam.
Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.
Mengacu pada The World Commission on Environmental and Development menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan adalah proses pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa sekarang tanpa mengesampingkan atau mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Selanjutnya Holdren dan Erlich dalam Zul Endria(2003) menyebutkan tentang pembangunan berkelanjutan dengan terpeliharanya Total Natural Capital Stock pada tingkat yang sama atau kalau bisa lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sekarang.
Pembangunan berkelanjutan yang dikonsep oleh Stren, While, dan Whitney sebagai suatu interaksi antara tiga sistem: sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, dan sistem sosial, yang dikenal dengan konsep trilogi keberlanjutan: ekologi-ekonomi-sosial. Konsep keberlanjutan tersebut menjadi semakin sulit dilaksanakan terutama di Negara berkembang.
Menurut Hariyadi sebagaimana dikutip oleh Zul Endria (2003), pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan tatanan agar sumber daya alam dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, pada masa kini dan mendatang, generasi demi generasi dan khususnya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Prinsip pembangunan berkelanjutan mencakup pemikiran aspek lingkungan hidup sedini mungkin dan pada setiap tahapan pembangunan yang memperhitungkan daya dukung lingkungan dan pembangunan di bawah nilai ambang batas.
Sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masalah-masalah lingkungan hidup mendapat perhatian secara luas dari berbagai bangsa. Sebelumnya, sekitar tahun 1950-an masalah-masalah lingkungan hidup hanya mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Sejak saat itu berbagai himbauan dilontarkan oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu tentang adanya bahaya yang mengancam kehidupan, yang disebabkan oleh pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Masalah lingkungan pada dasarnya timbul karena:
- Dinamika penduduk
- Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana.
- Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju.
- Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif.
- Benturan tata ruang.
Dengan adanya Stockholm Declaration, perkembangan hukum lingkungan memperoleh dorongan yang kuat. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa diantara para ahli hukum dengan menggunakan Stockholm Declaration sebagai referensi bersama. Perkembangan baru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hidup didorong oleh hasil kerja World Commission on the Environment and Development (WCED).
WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dari enam sudut pandang, yaitu:
1. Keterkaitan (interdependency)
Sifat perusakan yang kait mengkait (interdependent) diperlukan pendekatan lintas sektoral antar negara.
2. Berkelanjutan (sustainability)
Berbagai pengembangan sektoral memerlukan sumber daya alam yang harus dilestarikan kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan pula kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan.
3. Pemerataan (equity)
Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, untuk perlu diusahakan kesempatan merata untuk memperoleh sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan pokok.
4. Sekuriti dan risiko lingkungan (security and environmental risk)
Cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif kepada lingkungan turut memperbesar risiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
5. Pendidikan dan komunikasi (education and communication)
Penduduk dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk ditingkatkan di berbagai tingkatan penduduk dan lapisan masyarakat.
6. Kerjasama internasional (international cooperation)
Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan sektoral, sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan. Karena itu perlu dikembangkan pula kerjasama yang lebih mampu menanggapi pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Untuk menganalisis berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka dapat digunakan keenam segi penglihatan tersebut di atas, masalah-masalah tersebut misalnya adalah sebagai berikut; (1) perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi dan lingkungan; (2) pengembangan energi berwawasan lingkungan, termasuk masalah CO2, polusi udara, hujan asam, kayu bakar, dan konversi sumber energi yang bisa diperbaharui dan lain-lain; (3) pengembangan industri berwawasan lingkungan, termasuk di dalamnya masalah pencemaran kimia, pengelolaan limbah dan daur ulang; (4) pengembangan pertanian berwawasan lingkungan, termasuk erosi lahan, diversifikasi, hilangnya lahan pertanian, terdesaknya “habitat wildlife”, (5) kehutanan, pertanian dan lingkungan, termasuk hutan tropis dan diversitas biologi; (6) hubungan ekonomi internasional dan lingkungan, termasuk di sini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan, dan internasional externalities; dan (7) kerjasama internasional.
Selanjutnya dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan tanggal 26 Agustus-4 September 2002 ditegaskan kembali kesepakatan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dengan menetapkan “The Johannesburg Declaration on Sustainable Development” yang terdiri atas:
a) From our Origins to the Future
b) From Stockholm to Rio de Janeiro to Johannesburg
c) The Challenge we Face
d) Our Commitment to Sustainable Development
e) Making it Happen!
Sebagai tindak lanjut ditetapkan pula World Summit Sustainable Development, Plan of Implementation yang mengedepankan integrasi tiga komponen pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan sebagai tiga pilar kekuatan. Pada Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Yogjakarta tanggal 21 Januari 2004, Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan diterima oleh Presiden RI dan menjadi dasar semua pihak untuk melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, menurut Emil Salim terdapat lima pokok ikhtiar yang perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yaitu:
1. Menumbuhkan sikap kerja berdasarkan kesadaran saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup adalah memuat hubungan saling kait mengkait dan hubungan saling membutuhkan antara satu sektor dengan sektor lainnya, antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara generasi sekarang dengan generasi mendatang. Oleh karena itu diperlukan sikap kerjasama dengan semangat solidaritas.
2. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan sumber alam dalam menghasilkan barang dan jasa. Kebutuhan manusia yang terus menerus meningkat perlu dikendalikan untuk disesuaikan dengan pola penggunaan sumber alam secara bijaksana.
3. Mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menanggapi tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan.
4. Mengembangkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat sehingga tumbuh menjadi kesadaran berbuat.
5. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang dapat mendayagunakan dirinya untuk menggalakkan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
No comments