Pengetahuan Peternak tentang Berahi
Berahi ialah suatu periode yang ditandai dengan kelakuan kelamin seekor ternak betina dan penerimaan pejantan untuk kopulasi. Peternak harus mampu memahami kondisi dan situasi ternak yang mengalami berahi. Oleh karena itu peternak harus mampu untuk mendeteksi berahi. Umumnya mereka mampu mengidentifikasi gejala berahi pada ternak (Tabel 5). Namun peternak hanya memahami tanda-tanda berahi secara parsial. Sebesar 93,6% untuk kondisi vulva berlendir, kondisi gelisah (74,5%) dan mengaung (68,1%). Peternak sedikit mengetahui tentang tanda berahi yang lain seperti nafsu makan menurun (2,1%). Pengetahuan parsial tidak dapat dijadikan pengetahuan yang holistik untuk mengetahui karakteristik tanda berahi. Hal tersebut karena pemahaman lapangan mereka masih kurang dalam menngidentifikai total karakteristik berahi. Cara-cara untuk mengamati tanda-tanda berahi perlu disosialisasikan kepada peternak, pemilik, atau pengembala. Hal ini dimaksudkan agar peternak dapat melaporkan kepada petugas inseminasi buatan (inseminator), sehingga pelaksanaan inseminasi buatan dapat tepat waktu.
Respon inseminator untuk mendeteksi berahi pada interval 0,2 – 24 jam dengan rata-rata 5±4 jam. Inseminator dinilai terlambat untuk melihat kondisi ternak berahi. Hal tersebut merupakan kerugian bagi peternak, karena dengan keterlambatan tersebut, waktu untuk melakukan inseminasi tidak sinergis dengan waktu kapasitasi. Sehingga waktu inseminasi tidak lewat dari 12-18 jam.
Menurut Dejarnette (2004), bahwa bahwa banyak penelitian mencatat bahwa terdapat kaitan erat antara kesulitan deteksi estrus dan rendahnya efisiensi reproduksi pada kelompok sapi perah yang menggunakan inseminasi buatan (IB). Kesulitan deteksi estrus pada sapi perah umumnya sebagai akibat gejala estrus yang lemah atau kurang jelas, berupa berahi tenang (sub-estrus atau silent estrus), akibatnya pelaksanaan inseminasi tidak dilakukan tepat waktu dan berakibat kegagalan konsepsi.
deteksi berahi yang baik paling sedikit dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Petenak melakukan dektesi berahi 2 kali /hari sebanyak 72,3% dan dominan peternak melakukan pagi dan sore sebanyak 63,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa peternak sebahagian besar memahami waktu deteksi
|
|
Namun ada beberapa peternak yang melakukan deteksi di atas dua kali. Hal tersebut kemungkinan disebabkan pegetahuan mereka tentang deteksi masih terbatas, sehingga peternak ragu dalam menjustifikasi ternaknya untuk dilakukannya IB, Pengetahuan tentang deteksi berahi harus dapat dipahami oleh peternak agar mereka mampu menentukan waktu yang tepat untuk melakukan IB. Hal tersebut didukung oleh pendapat Laming (2004), bahwa deteksi berahi dilakukan 2 kali dalam sehari, dan baiknya pagi dan sore.
Identifikasi berahi yang dilakukan peternak dilakukan dengan hanya melihat berahi (25,5%) dan melihat tanda dan menghitung hari berahi (74,5%), Terkait dengan deteksi berahi, perlu adanya rekording atau pencatatan terhadap waktu berahi
Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan peternak harus ditingkatkan agar peternak seyogyanya memahami proses sampai teknis deteksi berahi. Menurut Prihatno (2006), bahwa pengamatan estrus merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen reproduksi sapi perah. Kegagalan dalam deteksi estrus dapat menyebabkan kegagalan kebuntingan. Problem utama deteksi estrus umumnya bila dijumpai sapi-sapi yang subestrus atau silent heat, karena tidak semua peternak mampu mendeteksinya, untuk itu diperlukan metode untuk mendeteksi berahi, seperti:
· Identifikasi sapi (penomoran dengan ear tags).
· Meningkatkan observasi secara teratur.
· Menggunakan deteksi estrus (heat mount detector).
· Menggunakan pejantan yang dikebiri.
· Menggunakan pedometer, anjing terlatih dan assay progesteron susu.
No comments