BAGAIMANA MENINGKATKAN RENDEMEN TEBU?
Salah satu upaya menuju swasembada gula nasional 2014 adalah peningkatan rendemen TEBU. Pada saat ini perbaikan kualitas pertanaman tebu merupakan faktor penting yang harus mendapatkan perhatian serius. Tanaman tebu harus dapat “diberdayakan” sehingga kapasitasnya untuk menghasilkan dan menyimpan sukrose menjadi lebih baik.
OPTIMALISASI POTENSI RENDEMEN
Optimalisasi rendemen (biomasa) tebu sesuai dengan potensi genetik yang dibawa suatu klon atau suatu varietas tebu secara garis besar diabstraksikan seperti pada bagan di atas. Setiap faktor yang mempunyai andil terhadap terbentuknya rendemen akan berpengaruh secara kait-mengkait mengikuti Hukum Minimum Liebig. Faktor-faktor tersebut terdiri dari : bahan (material), lingkungan mikro, trigger dan kepentingan manusia, yang satu sama lainnya harus mendukung kondisi ideal yang sesuai dengan syarat fisiologis tanaman tebu.
Penurunan kualitas tanah, berdampak pada terganggunya proses penyerapan hara dan air oleh akar tanaman dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan tanaman untuk sintesis biomasa. Bertolak dari kondisi inilah beberapa hipotesis teoritis disusun untuk diuji kebenarannya.
Bibit merupakan bahan dasar awal terbentuknya potensi rendemen dan biomasa tanaman. Dengan menggunakan indek kerapatan klorofil sebagai bioindikator, perlakuan yang benar terhadap kebun bibit dapat dilakukan secara efektif yang pada akhirnya hakekat bibit sebagai starter energy potensial dapat dioptimalkan.
Optimalisasi rendemen yang dimulai dari kebun bibit ini merupakan perbaikan jangka panjang sehingga evaluasinya haruslah dengan kurun waktu yang memadai.
Kualitas dan kapasitas klorofil daun tebu dapat dijadikan tolok ukur “keberdayaan“ tanaman tebu dalam menghasilkan gula, dan potensi rendemennya. Pengukuran klorofil daun secara berkala sesuai fase tumbuh tanaman tebu akan memudahkan petani dalam menemukan solusi terhadap tanaman yang dibudidayakan. Chlorophyl-meter adalah perangkat digital yang sangat membantu dalam pelaksanaan usahatani secara terukur (the precission agriculture).
Indikator klorofil yang baik ditentukan oleh komponen seperti pada skema pembentukan sucrose (sucrose building). Pada skema sucrose building inilah sebagian besar perhatian akan dilakukan dengan didahului penyusunan kerangka-teoritis yang akurat dan didukung kajian saintifik yang komprehensip guna pembuatan formulasi yang tepat untuk memperoleh solusi terhadap kondisi yang telah ada.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah pada area perakaran, ketersediaan dan penyerapan hara, laju fotosintesa dan transportasi fotosintat dalam batang tebu merupakan indicator kunci yang harus dipantau, dalam kaitannya dengan paket-teknologi yang diuji.
Degradasi simpanan sukrose dalam batang tebu yang terjadi selama periode pasca-panen juga harus mendapat porsi perhatian yang serius. Kalau degradasi ini dibiarkan maka akan sangat sia-sia uapaya panjang yang telah dilakukan sebelumnya jika penyelamatan ini tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Selain prosedur kerja (the best management practices) yang harus dilakukan dengan benar, upaya melindungi sukrose melalui formulasi enzimatis dapat diaplikasi sebagai tindakan preventif. Indikator keberhasilan proteksi terhadap sukrose ini dapat diamati/dianalisis terhadap parameter kerusakan sukrose secara cermat.
Sukrose yang telah terbentuk akan dijaga agar tidak mudah terhidrolisis pada kondisi kelembaban yang tinggi dengan kinerja enzimatis (inhibitor) yang dapat diaplikasi pada waktu tanaman masih tumbuh.
Motivasi tentu terkait dengan pelaku usahatani. Pemahaman terhadap fisiologi tanaman yang benar akan memotivasi secara benar pula para planter dalam merawat tanamannya. Pemahaman efisiensi, pemahamanan strategis dan reward system dapat dilakukan intern. Hanya pada reward system yang terkait dengan penghargaan upaya individu masih perlu ditingkatkan komitmennya (missal analisa rendemen individu).
No comments