Pengertian Lahan
Pengertian lahan yang telah diajukan terdahulu dalam pasal "tanah sebagai komponen lahan" dapat diringkaskan bahwa lahan adalah hamparan berupa suatu tembereng (segment) sistem terestik yang merupakan suatu perpaduan sejumlah sumberdaya alam dan binaan. Lahan juga merupakan wahana sejumlah ekosistem. Lahan merupakan konsep holistik, dinamik dan geografi. Konsepnya bersifat holistik karena berpangkal pada kebulatan ujud dan fungsi dari ujud dan fungsi komponennya, masing‑masing. Konsepnya bersifat dinamik karena nasabah struktural dan fungsional antar komponennya dapat bergand menurut tempat dan/atau waktu. Konsepnya bersifat geografi karena lahan dipandang selaku perpaduan berbagai tampakan muka daratan.
Lahan merupakan suatu wilayah (region), yaitu suatu satuan ruang berupa suatu lingkungan pemapanan masyarakat manusia. Wilayah memperoleh sebutan kawasan apabila padanya telah diterapi suatu hak atau wewenang mengelola atau melakukan kegiatan untuk tuiuan tertentu. Maka berkenaan dengan tataguna lahan, laban juga bermatra, kepentingan dan politik disamping bermatra sumberdaya dan ekologi.
Sebagai suatu lingkungan pemapanan masyarakat manusia, lahan mengunjuk kepada keseluruhan keadaan luar tempat suatu organisme, masyarakat organisme atau obyek berada, yang melingkupi dan mempengaruhi kemaujudan (existence) organisme, masyarakat organisme atau obyek tersebut. Lahan merupakan penjelasan keseluruhan faktor atau kakas (force) di suatu tapak (site) yang mempengaruhi atau berperan dalam hidup dan kehidupan suatu makhluk atau masyarakat makhluk. Menurut pengertian ekologi manusia, lahan adalah habitat.
Keseluruhan keadaan luar dapat dipilahkan atas keadaan yang diperlukan secara mutlak, yang menguntungkan, dan yang membabayakan. Harkat lahan ditentukan oleh imbangan antara ketiga macam keadaan tersebut.
Kebaikan imbangan bersifat nisbi karena bergantung pada maksud dan tujuan penggunaan lahan, dan hal ini pada gilirannya ditentukan oleh tempat dan waktu. Ketersediaan udara bersih dan air bersih dalam jumlah mencukupi adalah kebutuhan mutlak universal apa pun maksud dan tujuan penggunaan lahan. Ketersediaan tanah subur yang luas menjadi kebutuhan mutlakk untuk tujuan pengembangan pertanian. Keadaan tersebut merupakan keadaan yang menguntungkan untuk tujuan pendirian permukiman (memberi peluang perindangan dan pengasrian). Keadaan yang membahayakan dapat berkenaan dengan pencemaran atau bencana alam yang kerap terjadi. Untuk maksud dan tujuan pe nggunaan lahan apa pun keadaan semacam ini mutlak harus disingkirkan atau dihindari.
Dengan menggunakan pengertian lahan seperti itu tampak kemiripan hakekat antara lahan dan lingkungan, keduanya mengunjukkan tapak tinggal (habitat) makhluk pada umumnya dan manusia pada khususnya. Perbedaan yang dapat diajukan antara kedua pengertian tersebut ialah mengenai pendudukan komponen antropogen dalam sistem.‑Dalam sistem lahan kedudukan komponen antropogen dibahas berdasarkan hasil‑ hasil kegiatan manusia beserta lembaganya yang membentuk tampakan binaan (waduk, jalan raya, kota , dsb), yang dapat mengubah tampakan alami atau nasabah antar tampakan tersebut. Dalam hal sistem lingkungan kedudukan komponen antropogen dibahas berdasarkan cerapan (perception) mengenai campur tangan yang dapat atau akan dilakukan manusia beserta lembaganya. Dengan kata lain, dalam masalah lahan pembahasan unsur sosial‑ekonomi‑budaya menggunakan campur tangan manusia sebagai fakta yang telah mengujud (materialize). Dalam masalah lingkungan pembahasan tersebut menggunakan campurtangan manusia sebagai fakta yang bersifat niskala (immaterial) seperti tradisi, pandangan hidup, perilaku lembaga, peraturan tertulis dan tidak tertulis, dsb.
Berkenaan dengan pembandingan pengertian lahan dengan lingkungan bolehlah dikatakan bahwa istilah lingkungan merupakan istilah konsepsional mengenai habitat, sedang lahan merupakan istilah operasional sebagai jabaran istilah lingkungan. Dengan penjabaran ini persoalan lingkungan menjadi lebih tertangani (manageable) karena struktur lahan bersifat nyata (tangible), komponen‑komponen tersidik secara jelas, dan watak serta perangai tiap komponen, nasabah antar komponen dan perubahannya dapat diukur (measurable) atau dapat dihitung (calculable). Dengan demikian interaksi kompensatif atau antikompensatif antar komponen lingkungan nan jalurdampak usikan ke tiap komponen dapat lebih mudah diikuti.
Komponen sumberdaya alam lahan terdiri atas atsmosfer, pedoser, bentuk muka bumi, gelogi, hidrosfer, dan biosfer. Komponen sumberdaya binaan berupa hasil rekayasa manusia pada masa lampau dan masa kini yang berpengaruh penting atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan pada masa mendatang. Jadi, komponen lahan ialah segala tampakan atau gejala, baik yang bersifat tetap maupun yang bersifat mendaur, yang menentukan nilai kegunaan lahan untuk manusia.
Antar komponen lahan berlangsung saling tindak (interactioan) dengan proses pertukaran energi dan bahan yang membangkitkan proses alihrupa (transformation) dan alihtempat (translocation). Dalam hal saling tindak antar komponen berlangsung secara kompensatif, lahan berada dalam keadaan mantap atau berada dalam keseimbangan tahana tunak (steady state equilibrium). Usikan (disturbance) memberikan dampak yang mengganggu nasabah kompensatif (compensatory relationship) antar komponen lahan. Makin kuat nasabah kompenstifnya, lahan makin tegar menghadapi dampak, baik yang datang secara alamiah maupun yang terjadi karena ulah manusia. Kemampuan lahan menghadapi usaikan juga berkaitan dengan kelentengan komponennya dalam melawan kakas pengubah (deformation force). Makin lenting sifatnya, makin besar daya lahan memugar diri. Misalnya, tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih lenting daripada yang miskin bahan organik, karena bahan organik berdaya sangga fisik dan kimia besar. Tanah lempungan bersifat lebih lenting daripada tanah pasiran, karena. bahan lempung berdaya sangga kimia, sedang bahan pasir tidak.
Dengan konsep, lahan sebagai lingkungan hidup, acuan struktur lahan dapat diringkas menjadi tiga gatra (aspect), yaitu fisik, hayati dan sosial‑ekonomi‑budaya (sosekbud). Gatra fisik lingkungan hidup merangkum komponen lahan atmosfer, pedosfer, hidrosfer dan litosfer. Gatra hayati lingkungan hidup merangkum lingkungan komponen lahan biosfer. Gatra sosekbud lingkungan hidup merangkum komponen lahan antroposfer. Gatra fisik bersama dengan gatra hayati menentukan kemanfaatan pembawaan lingkungan hidup. Apabila pada kemanfaatan pembawaan diberikan pengaruh sosekbud, timbullah kemanfaatan binaan yang diciptakan oleh manusia dengan rekayasanya di bawah kendali faktor‑faktor tradisi, kepercayaan, agama, organisasi kemasyarakatan, sumberdaya, kebijakan, dan politik
Kemanfaatan binaan pada dasamya diupayakan lebih tinggi daripada kemanfaatan pembawaan dengan jelas menerapkan teknologi untuk memperbaiki sifat komponen lahan dan/atau perilakunya dalam nasabah antar komponen. Makin banyak keadaan yang dapat diperbaiki, atau perbaikannya dapat dikerjakan makin mendalam, peningkatan kemanfaatan binaan terhadap kemanfaatan pembawaan makin tinggi. Namun demikian peningkatan kemanfaatan binaan tidak boleh semaunya. Peningkatannya harus selalu mengingat keterlanjutan fungsi lingkungan menopang kehidupan manusia dan makhluk lainnya, serta mempertahankan keanekaan dan keseimbangan hayati.
No comments