Penemuan DNA
Gen terdapat dalam kromosom sebuah sel, setiap kromosom mengandung sebuah molekul DNA yang sangat panjang dengan jutaan rantai basa yang mengkode banyak gen disepanjang rantainya. Struktur kimia DNA seperti sebuah rangkaian surat-surat yang berisi pesan-pesan genetika. Surat-surat itu hanya memiliki empat huruf menurut abjad genetik (Adenin/A, Guanin/G, Timin/T, Cytosin/C) yang disebut basa. DNA mudah diekstrasi dari gel-gel, dan kemajuan biologi molekuler sekarang memudahkan ilmuwan mengambil gen-gen individu DNA suatu spesies yang menyusun konstruksi molekuler mereka. DNA tersebut disebut DNA rekombinan yang dapat disimpan dalam laboratorium. Gen-gen yang diiisolasikan dengan metode demikian disebut gen yang diklon.
Pada pertengahan tahun 1940-an para peneliti menemukan bahwa gen bekerja mengarahkan sintesa protein. Hasil pengarnatan ini menimbulkan pertanyaan filosofis yang menarik : Jika gen mengarahkan sintesa protein, bisakah mereka itu adalah protein itu sendiri ? Jadi menjelang pertengahan tahun 1940-an arab penelitian tentang bahan genetis mulai beralih dari protein ke DNA. Lalu pada awal tahun 1950-an Erwin Chargaff mencatat adanya beberapa keteraturan dalam komposisi dasar DNA pada berbagai spesies makhluk. Ini menjadi pendorong bagi para ilmuwan untuk merasakan betapa pentingnya mengamati stuktur bahan itu. Terutama terungkap bahwa persentase adenin selalu sama dengan timin, dan persentase guanin selalu sama dengan cytosin. Meskipun demikian perbandingan persentase guanin selalu sama dengan cytosin. Meskipun demikian perbandingan pasangan adenin-timin dengan pasangan guanin-cytosin bervariasi sekali antara berbagai spesies. Pengamatan belakangan membantah hipotesa bahwa DNA terdiri dari unit berulang empat macam nukleotida yang monoton. Jika benar demikian lalu keempat basa adenin, Cytosin, guanin dan timin haruslah hadir dalam jum1ah yang sama. Berarti ini jelas tidak seperti yang ditemukan oleh Chargaff. Peneliti ini memberi pandangan bahwa struktur DNA memiliki variasi yang dibutuhkan darinya sebagai simpanan infolmasi genetis. Pada awal 1950-an juga, James D Watson dan Francis Crick yan bekerjasama pada Medical Reserch Council's Laboratory of Molekul Biologi di Cambridge, Inggris, berusaha untuk memecahkan struktur tiga dimensi molekul DNA dengan metode kristalogi sinar X. Pada percobaan ini mula-mula mengalami kegagalan untuk menetapkan struktur DNA sebelum dibantu oleh foto pembiasan sinar X yang dibuat oleh Rosalind Franklin di Maurice Wilkin's Laboratory di Combridge. Dengan menggunakan informasi dati foro pembiasan itu dan juga dari rumus yang ditemukan Chargaff, Watson dan Crick menyimpulkan bahwa molekul DNA terdiri dari dua untaian nukleotida yang berpilin bersama membentuk ikatan ranggkap (double helix) ( Gambar 1). Tiap untaian atau mata rantai adalah nukleoda, yang tulang punggungnya berupa deoksiribosa dan fosfat yang berselang seling. Biasanya menjulur dari tulang punggung itu.
Tulang punggung dua untaian itu berada disebelah luar double helix yang diteorikan Watson-Crick, dan bahasanya berada disebelah dalam. Basa satu untaian membentuk ikatan hidrogen yang lemah dengan basa untaian pasangannya dengan cara yang sangat khusus. Sesuai dengan rumus Chargaff, adenin selalu berikatan dengan timin (A-T), sedang cytosin selalu berikatan dengan guanin (C-G). Rancang bangun molekuler DNA yang berpilin rangkap menjadi tempat untuk memelihara kelangsungan informasi genetis serta mampu mewariskannya kepada generasi berikutnya. Molekul besar menyimpan banyak infonnasi dalam urutan nukleotidanya. Selain itu urutan nukleotida dati satu untaian menentukan urutan nukleotida pasangannya.
Pada pertengahan tahun 1940-an para peneliti menemukan bahwa gen bekerja mengarahkan sintesa protein. Hasil pengarnatan ini menimbulkan pertanyaan filosofis yang menarik : Jika gen mengarahkan sintesa protein, bisakah mereka itu adalah protein itu sendiri ? Jadi menjelang pertengahan tahun 1940-an arab penelitian tentang bahan genetis mulai beralih dari protein ke DNA. Lalu pada awal tahun 1950-an Erwin Chargaff mencatat adanya beberapa keteraturan dalam komposisi dasar DNA pada berbagai spesies makhluk. Ini menjadi pendorong bagi para ilmuwan untuk merasakan betapa pentingnya mengamati stuktur bahan itu. Terutama terungkap bahwa persentase adenin selalu sama dengan timin, dan persentase guanin selalu sama dengan cytosin. Meskipun demikian perbandingan persentase guanin selalu sama dengan cytosin. Meskipun demikian perbandingan pasangan adenin-timin dengan pasangan guanin-cytosin bervariasi sekali antara berbagai spesies. Pengamatan belakangan membantah hipotesa bahwa DNA terdiri dari unit berulang empat macam nukleotida yang monoton. Jika benar demikian lalu keempat basa adenin, Cytosin, guanin dan timin haruslah hadir dalam jum1ah yang sama. Berarti ini jelas tidak seperti yang ditemukan oleh Chargaff. Peneliti ini memberi pandangan bahwa struktur DNA memiliki variasi yang dibutuhkan darinya sebagai simpanan infolmasi genetis. Pada awal 1950-an juga, James D Watson dan Francis Crick yan bekerjasama pada Medical Reserch Council's Laboratory of Molekul Biologi di Cambridge, Inggris, berusaha untuk memecahkan struktur tiga dimensi molekul DNA dengan metode kristalogi sinar X. Pada percobaan ini mula-mula mengalami kegagalan untuk menetapkan struktur DNA sebelum dibantu oleh foto pembiasan sinar X yang dibuat oleh Rosalind Franklin di Maurice Wilkin's Laboratory di Combridge. Dengan menggunakan informasi dati foro pembiasan itu dan juga dari rumus yang ditemukan Chargaff, Watson dan Crick menyimpulkan bahwa molekul DNA terdiri dari dua untaian nukleotida yang berpilin bersama membentuk ikatan ranggkap (double helix) ( Gambar 1). Tiap untaian atau mata rantai adalah nukleoda, yang tulang punggungnya berupa deoksiribosa dan fosfat yang berselang seling. Biasanya menjulur dari tulang punggung itu.
Tulang punggung dua untaian itu berada disebelah luar double helix yang diteorikan Watson-Crick, dan bahasanya berada disebelah dalam. Basa satu untaian membentuk ikatan hidrogen yang lemah dengan basa untaian pasangannya dengan cara yang sangat khusus. Sesuai dengan rumus Chargaff, adenin selalu berikatan dengan timin (A-T), sedang cytosin selalu berikatan dengan guanin (C-G). Rancang bangun molekuler DNA yang berpilin rangkap menjadi tempat untuk memelihara kelangsungan informasi genetis serta mampu mewariskannya kepada generasi berikutnya. Molekul besar menyimpan banyak infonnasi dalam urutan nukleotidanya. Selain itu urutan nukleotida dati satu untaian menentukan urutan nukleotida pasangannya.
No comments