Breaking News

RESPON TANAMAN TERHADAP KEKERINGAN

        Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen.  Diatas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.  Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya serap tanaman.  Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di  daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman.  Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).
            Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta pe-rubahan ekspresi gen (Kramer, 1980; Pennypacker Pugnaire, Serrano dan Pardos, 1990; Mullet dan Whissit, 1996; Navari-Izzo dan Rascio, 1999; Pugnaire  et al, 1999).
            Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan.  Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman.  Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki  status air, yaitu (1) tanaman mengubah distribusi asimilat baru  untuk mendukung pertumbuhan akar  dengan mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi; (2) tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Mansfield dan Atkinson, 1990).
            Menurut Pugnaire et al (1999), bergantung responnya terhadap kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan menjadi (1) tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan (2) tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators).  Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau akuisisi air maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun.  Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi.  Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik.
            Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel (Ingram dan Bartels, 1996; Nguyen, Babu dan Blum, 1997).  Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Venekamp, 1989; Gosset et al., 1994;  Santos-Diaz dan Ochoa-Alejo, 1994; Savin dan Nicolas, 1996; Close, 1997; Notle Hanson dan Gage, 1997; Yoshiba et al., 1997;  Yakushiji, Morinaga dan Nonami, 1998; Zushi dan Matsuzoe, 1998; dan Xiong, Ishitani dan Zhu, 1999).  Menurut Amthor dan McCree (1990) peningkatan alokasi relatif substrat yang tersedia ke akar yang selanjutnya menyebabkan produksi daun menurun, merupakan salah satu akibat perubahan konsentrasi antar bagian dalam sistem metabolisme tanaman yang mengalami cekaman air.  Peristiwa tersebut sering diinterpretasikan sebagai mekanisme adaptasi terhadap kondisi langka air.

No comments