PENYAKIT VIRAL UNGGAS
Penyakit Newcastle Disease (ND)
Newcastle
Disease (ND) adalah penyakit yang sangat menular, dengan angka kematian yang tinggi,
disebabkan oleh virus genus paramyxovirus dengan famili paramyxoviridae. Nama lain untuk ND
adalah tetelo, pseudovogolpest, sampar ayam, Rhaniket,
Pneumoencephalitis dan Tontaor furrens. Newcastle Disease dipandang
sebagai salah satu penyakit penting di bidang perunggasan. Kejadian wabah
penyakit ND seringkali terjadi pada kelompok ayam yang tidak memiliki kekebalan
atau pada kelompok yang memiliki kekebalan rendah akibat terlambat divaksinasi
atau karena kegagalan program vaksinasi.
Kerugian yang ditimbulkan oleh
penyakit ND antara lain berupa kematian ayam, penurunan produksi telur pada
ayam petelur, gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan pada ayam
pedaging.
Terdapat tiga
katagori ND yang secara rinci dibahas di
bawah ini.
1)
Velogenik. Virus golongan
ini bersifat akut dan sangat mematikan serta dikategorikan sangat tinggi
patogenitasnya ( sangat ganas). Wabah ND di Indonesia umumnya disebabkan oleh
velogenik tipe Asia yang lebih banyak menimbulkan kematian daripada tipe
Amerika. Velogenik tipe Asia disebut juga Velogenik Visceritropik.
Sedangkan Velogenik tipe Amerika disebut juga Velogenik pneumoencephalitis. Contoh
virus galur velogenik, antara lain
Milano, Herts, Texas.
2)
Mesogenik. Virus galur ini
bersifat akut, cukup mematikan dan
dikategorikan sedang patogenitasnya.
Contoh galur mesogenik, antara lain
Mukteswar, Kumarov, Hardfordhire dan Roakin
3) Lentogenik. Virus galur
lentogenik merupakan bentuk respirasi sedang yang sangat rendah patogenitasnya.
Contoh virus galur lentogenik, antara lain
B1, F dan La Sota.
Sifat-sifat Virus ND
Sifat-sifat virus ND penting untuk
diketahui guna menentukan model atau cara-cara pencegahan dan penanganan
vaksin. Sifat virus ND antara lain
menggumpalkan butir darah merah, di bawah sinar ultra violet akan mati
dalam dua detik, mudah mati dalam keadaan sekitar yang tidak stabil dan rentan
terhadap zat-zat kimia, seperti : kaporit, besi, klor dan lain-lain.
Desinfektan yang peka untuk ND, antara lain
NaOH 2%, Formalin (1 – 2%), Phenol-lisol 3%, alkohol 95 dan 70%,
fumigasi dengan Kalium permanganat (PK) 1 : 5000. Aktivitas ND akan hilang pada suhu 100oC
selama satu menit, pada suhu 56oC akan mati selama lima menit sampai
lima jam, pada suhu 37oC selama berbulan-bulan. Virus ND stabil pada
pH 3 sampai dengan 11.
Masa inkubasi penyakit ND adalah 2 –
15 hari, dengan rata-rata 6 hari. Ayam yang tertul;ar virus ND akan mulai
mengeluarkan virus melalui alat pernapasan antara 1 sampai dengan 2 hari
setelah infeksi.
Infeksi oleh virus ND di alam yang
tidak menyebabkan kematian akan menimbulkan kekebalan selama 6 – 12 bulan,
demikian juga halnya kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi.
Ternak Rentan
Hampir semua jenis unggas, baik unggas darat maupun unggas air rentan
terhadap virus ND, termasuk ayam, kalkun, itik, angsa, merpati dan unggas liar.
Cara Penularan
Penularan virus ND dari satu tempat ke
tempat lain terjadi melalui alat transportasi, pekerja kandang, litter dan
peralatan kandang, burung dan hewan lain. Debu kandang, angin, serangga,
makanan dan karung makanan yang tercemar, dapat pula melalui telur terinfeksi
yang pecah dalam inkubator dan mengkontaminasi kerabang telur lain. Penyebaran
virus ND oleh angin bisa mencapai radius 5 km. Burung-burung pengganggu, ayam
kampung dan burung peliharaan lain merupakan reservoir ND.
Penularan ND terutama melaui
udara. Melalui batuk, virus mudah terlepas dari saluran
pernapasan penderita ke udara dan mencemari pakan, air minum, sepatu, pakaian
dan alat-alat sekitarnya. Virus dengan capat menyebar dari ayam ke ayam lain,
dari satu kandang ke kandang lain.
Sekresi, ekskresi dan bangkai
penderita merupakan sumber penularan penting bagi ND. Virus yang tercampur
lendir atau dalam feses dan urine mampu bertahan dua bulan, bahkan dalam
keadaan kering tahan labih lama lagi.
Gejala
Klinis
Gejala klinis
yang terlihat pada penderita sangat bervariasi, dari yang sangat
ringan sampai yang terberat. Berikut ini dijelaskan kemungkinan
gejala-gejala klinis pada ungggas penderita penyakit ND.
·
Bentuk Velogenik-viscerotropik : bersifat akut, menimbulkan
kematian yang tinggi, mencapai 80 – 100%. Pada permulaan sakit napsu makan
hilang, mencret yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas,
megap-megap, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit,
kadang-kadang terlihat gejala torticalis.
·
Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis : gejala
pernapasan dan syaraf, seperti torticalis lebih menonjol terjadi daripada
velogenik-viscerotropik. Mortalitas bisa mencapai 60 – 80 %.
·
Bentuk Mesogenik : pada bentuk ini terlihat gejala
klinis berupa gejala respirasi, seperti : batuk, bersin, sesak napas,
megap-megap. Pada anak ayam menyebabkan kematian sampai 10%, sedangkan pada
ayam dewasa hanya berupa penurunan produksi telur dan hambatan pertumbuhan,
tidak menimbulkan kematian.
·
Bentuk Lentogenik : terlihat gejala respirasi ringan
saja, tidak terlihat gejala syaraf. Bentuk ini tidak menimbulkan kematian, baik
pada anak ayam maupun ayam dewasa.
·
Bentuk asymptomatik : pada galur
lentogenik juga sering tidak memperlihatkan gejala klinis.
Gejala
klinis anak ayam dan ayam fase bertelur penderita ND dijelaskan sebagai berikut (a) Pada anak
ayam, ditemukan penderita mati tiba-tiba tanpa gejala penyakit. Pernapasan
sesak, batuk, lemah, napsu makan menurun, mencret dan berkerumun. Terlihat gejala syarafi berupa
paralisis total atau parsial. Penderita mengalami tremor atau kejang otot,
bergerak melingkar dan jatuh. Sayap terkulai dan leher terputar (torticolis).
Mortalitas pada penderita bervariasi. (b) pada ayam fase produksi, umur 2 sampai dengan 3 minggu terlihat gejala
gangguan pernapasan, depresi dan napsu makan menurun, namun gejala syaraf
jarang terlihat. Produksi telur menurun secara mendadak. Morbiditas dapat
mencapai 100%, sedangkan mortalitas bisa mencapai 15%.
Kelainan Pasca
Mati
Perubahan pasca mati pada unggas
penderita antara lain, meliputi ptechiae, berupa bintik-bintik perdarahan pada
proventrikulus dan seca tonsil, eksudat dan peradangan pada saluran pernapasan
serta nekrosis pada usus, sebagaimana
Pencegahan
Tindakan
vaksinasi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya pencegahan terhadap
penyakit ND. Program vaksinasi yang secara umum diterapkan, yaitu (1) pada
infeksi lentogenik ayam pedaging,
dicegah dengan pemberian vaksin aerosol atau tetes mata pada anak ayam
umur sehari dengan menggunakan vaksin Hitchner B1 dan dilanjutkan
dengan booster melalui air minum atau secara aerosol (2) pada infeksi
lentogenik ayam pembibit dapat dicegah dengan pemberian vaksin Hitchner B1
secara aerosol atau tetes mata pada hari ke-10. Vaksinasi berikutnya dilakukan
pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin Hitchner B1 atau
vaksin LaSota dalam air, diikuti dengan pemberian vaksin emulsi multivalen yang
diinaktivasi dengan minyak pada umur 18 – 20 minggu. Vaksin multivalen ini
dapat diberikan lagi pada umur 45 minggu, tergantung kepada titer antibodi
kawanan ayam, resiko terjangkitnya penyakit dan faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan pemeliharaan.
Tindakan pencegahan selain vaksinasi
adalah sanitasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain (1) sebelum
kandang dipakai, kandang dibersihkan kemudian dilabur dengan kapur yang
dibubuhi NaOH 2%. Desinfeksi kandang dilakukan secara fumigasi dengan
menggunakan fumigant berupa formalin 1 – 2% dan KMnO4, dengan
perbandingan 1 : 5000 (2) liter diupayakan tetap kering, bersih dengan
ventilasi yang baik. Bebaskan kandang dari hewan-hewan vektor yang bisa
memindahkan virus ND. Kandang diusahakan mendapat cukup sinar matahari (3)
hindari penggunaan karung bekas (4) DOC harus berasal dari perusahaan pembibit
yang bebas dari ND (5) di pintu-pintu masuk disediakan tempat penghapus hamaan,
baik untuk alat transportasi maupun orang. (6) memberikan pakan yang cukup
kuantitas maupun kualitas.
Pengendalian
Tindakan
pengendalian untuk menekan penularan penyakit ND sangat diperlukan.
Tindakan-tindakan tersebut, antara lain meliputi (1) ayam yang mati karena ND harus dibakar
atau dikubur (2) ayam penderita yang masih hidup harus disingkirkan, disembelih
dan daging bisa diperjualbelikan dengan syarat harus dimasak terlebih dahulu
dan sisa pemotongan harus dibakar atau dikubur (3) larangan mengeluarkan ayam,
baik dalam keadaan mati atau hidup bagi peternakan yang terkena wabah ND,
kecuali untuk kepentingan diagnosis(4) larangan menetaskan telur dari ayam
penderita ND dan izin menetaskan telur harus dicabut selama masih ada wabah ND
pada perusahaan pembibit (5) penyakit ND
dianggap lenyap dari peternakan setelah 2 bulan dari kasus terahir atau 1 bulan
dari kasus terakhir yang disertai tindakan penghapus hamaan.
2.
Penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro
Penyakit IBD merupakan penyakit
menular pada ayam dengan ciri khas menyerang bagian bursa fabricius pusat
kekebalan pada ayam umur muda. Hasil survei menunjukkan 80% kasus IBD
terjadi pada ayam umur 3 sampai dengan 5
minggu, 17 % terjadi pada ayam umur antara 6 minggu sampai 10 minggu dan bisa
terjadi sepanjang bursa fabricius masih berfungsi, yaitu antara umur 1 sampai
dengan 16 minggu. Penyakit ini sudah meluas di seluruh negara-negara industri
ayam.
Beberapa gejala khas penderita IBD,
antara lain bursa fabricius membengkak,
meradang yang selanjutnya mengalami atrofi (ukuran mengecil) apabila penyakit
berjalan kronis. Ayam menggigil, gemetar, napsu makan hilang, inkoordinasi,
lemah dan mati.
Sebagai akibat kerusakan bursa
fabricius maka ayam penderita akan mengalami penurunan kemampuan menghasilkan
antibodi (immunocompetence) yang akan berakibat terjadinya kegagalan
vaksinasi ND, Marek’s’s dan lain-lain. Flok yang unggas yang terserang IBD
menjadi lebih peka terhadap infeksi penyakit-penyakit lain, seperti Coccidiosis, ND, Marek’s’s, Salmonellosis
dan Pasteurellosis.
Etiologi
Penyakit
IBD disebabkan oleh virus RNA dengan famili Birnaviridae dan genus Birnavirus.
Virus ini memiliki ketahanan yang cukup tinggi. Pada temperatur 56oC
tetap hidup sampai 5 jam, akan tetapi akan mati pada temperatur 70oC
dalam waktu 30 menit. Virus IBD tetap infeksius selama 2 bulan dalam bahan
pakan. Virus tetap tahan terhadap desinfektan, berupa phenol, eter, chloroform. Tetapi peka
terhadap formalin 5% atau chloramine 5% minimal selama 10 menit dan yodium.
Virus tahan terhadap pH rendah dan enzim tripsin.
Virus bersifat limfosidal,
karena sering menyerang organ-organ
penghasil limfosit, antara lain bursa
fabricius, lien, seka tonsil dan thymus. Sel-sel limfosit b dalam bursa fabricius rusak. Bursa mengalami edema dan terjadi
infiltrasi sel-sel heterofil
Morbiditas
mencapai 30%, mortalitas umumnya mencapai 20%. Angka morbiditas dan mortalitas
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : Kondisi tubuh, pakan, iklim,
strain dan adanya maternal antibodi.
IBD menyerang lebih hebat pada strain Leghorn daripada Broiler.
Cara Penularan
Penularan
penyakit IBD bisa secara langsung melalui kontak antara ayam penderita dengan
ayam peka, secara oral dan aerogenous. Penularan bisa juga secara mekanis
melalui tinja, makanan, minuman dan alat-alat serta pakaian yang tecemar.
Antara 3 sampai dengan 4 hari setelah infeksi ayam akan sakit dan mati.
Gejala
klinis
Gejala
klinis yang terlihat pada unggas penderita IBD, antara lain adalah masa
inkubasi penyakit berlangsung antara 3 – 4 hari. Terjadi kelemahan, dehidrasi,
inkoordinasi, merejan, kadang bulu sekitar anus kotor, peradangan sekitar
kloaca, diare yang kadang disertai darah, gemetar, napsu makan hilang, yang
selanjutnya akan diikuti kematian.
Kelainan Pasca
Mati
Perubahan
pasca mati pada penderita IBD, antara lain
(1) pembengkakan bursa fabricius hingga dua kali ukuran normal sampai
hari ke lima, selanjutnya setelah lewat hari ke – 8, bursa fabricius mengecil
(atrophi), (2) ginjal membengkak dengan ureter berisi asam urat (3) perdarahan
pada otot terutama otot pektoral dan mungkin pada perbatasan antara
proventriculus dengan ventriculus (gizzard).
Pencegahan
Upaya
pencegahan terhadap penyakit Gumboro
sudah tentu melalui program vaksinasi.
Guna mendapatkan kekebalan dari induk yang tinggi sehingga akan menurun
kepada anak keturunannya, maka pada peternakan pembibit petelur diperlukan
vaksinasi pertama dengan vaksin aktif
pada umur 12 minggu. Vaksinasi ke dua dilakukan pada umur 20 minggu dengan
vaksin inaktif.
Ayam petelur dan ayam broiler perlu
divaksin pada saat umur 3 – 4 minggu dengan vaksin aktif. Vaksin untuk Gumboro yang berkualitas memiliki
beberapa sifat, antara lain memiliki kekebalan silang terhadap strain-strain
virus Gumboro yang lain, tidak merusak bursa fabricius pada anak ayam dan tidak
menghambat kekebalan terhadap penyakit lain, vaksin bersifat murni, bebas dari
kontaminasi agen infeksi patogen.
Pengendalian
Upaya-upaya
pengendalian yang penting dilaksanakan, antara lain (1) kandang bekas penderita Gumboro
dikosongkan sementara. Semua peralatan, alas kandang, sisa pakan yang mungkin
terkontaminasi segera dimusnahkan (2) meminimalkan faktor-faktor penyebab stres
di kandang brooder, terutama perbaikan ventilasi dan menghindari kepadatan yang
berlebihan (3) mencegah stres dengan suplementasi vitamin-vitamin, terutama vitamin
C, E dan asam amino (4) perhatian yang besar terhadap temperatur di kandang
brooder, trutama saat umur kritis, antara 2 – 5 minggu.
3. Penyakit Marek’s
Penyakit
Marek’s (Marek’s Disease) merupakan penyakit yang sangat infeksius yang
disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai herpesvirus, dengan subfamili Gamma
herpesvirinae. Virus ini bertanggung jawab terhadap pembentukan tumor syaraf
(neural) dan organ dalam (visceral). Virus bersifat immunosupressif, sehingga
ayam yang terkena akan peka terhadap penyakit infeksi lain oleh virus lain atau
bakteri.
Etiologi
Virus penyebab penyakit Marek’s
memiliki ketahanan hidup yang tinggi, di litter bisa tahan minimal 16 minggu,
dalan debu kandang dengan suhu 20 – 250C tahan beberapa bulan. Di
kandang tertular, dalam sisik kulit ayam yang terlepas dapat tahan sampai 50
hari. Virus tidak tahan terhadap asam dan basa, mati pada pH < 6 dan > 8.
Virus penyebab Marek’s peka terhadap beberapa disinfektan, antara lain :
kombinasi formalin dengan senyawa iodine, namun pemberian gas formalin secara
sendiri tidak cukup efisien sebagai disinfektan.
Ditemukan tiga galur virus, antara
lain galur yang apatogen, yang tidak menimbulkan gejala, galur visceral, yang
menyebabkan tumor pada organ-organ visceral dan galur syaraf/klasik, yang
menimbulkan gejala syaraf.
Kerugian
Penyakit Marek’s menyebabkan
kerugian ekonomis, terutama berupa kematian ternak, penurunan produksi telur
dan penurunan produksi karkas.
Hewan Peka
Ternak yang
peka terhadap penyakit Marek’s, antara lain
ayam, kalkun, puyuh dan bebek.
Cara Penularan
Pada hari
ke 14 setelah infeksi, ayam
penderita akan membebaskan virus ke kandang. Sehingga debu kandang mengandung
virus dan virus mengkontaminasi alat-alat di dalam kandang. Virus bisa berada
di dalam epithel (sisik) kulit kantung bulu yang terlepas dan ayam lain akan
tertular apabila memakan epithel tersebut.
Penularan juga bisa terjadi melalui pernapasan dengan cara inhalasi debu
yang mengandung virus. Penularan antar ternak sekandang (horisontal) terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara tidak langsung bisa
melalui tinja atau kumbang sebagai vektor. Kumbang yang berperan sebagai vektor
yaitu Alphitobius diaperinus. Penularan secara vertikal (dari induk
kepada keturunannya atau transovarial) tidak terjadi di sini.
Virus ada di dalam darah (viremia)
penderita kira-kira pada hari ke-4 setelah infeksi. Antibodi akan terdeteksi
kira-kira 2 – 3 minggu. Hari ke-14 setelah infeksi virus akan dibebaskan dari
penderita, sehingga 8 minggu setelah infeksi ayam satu flok akan terinfeksi.
Masa inkubasi, gejala klinis,
keadaan lesi, tingkat mortalitas dan morbiditas sangat tergantung kepada
beberapa faktor, antara lain : virulensi dari virus, dosis infeksi, genetik dan
umur ayam. Ayam pada minggu pertama kehidupan sangat peka dan yang betina lebih
peka daripada pejantan. Antibodi maternal, infeksi lain dan faktor-faktor
lingkungan, seperti stres akan menyokong serangan penyakit Marek’s.
Gejala
Klinis
Gejala-gejala
klinis yang bisa diamati pada penderita Marek’s, antara lain adalah (1)
paresis, paralisis alat gerak dan tumor pada organ-organ visceral, syaraf dan
kulit. Pada Marek’s’s klasik, kelemahan alat gerak menyebabkan sayap terkulai
dan kelumpuhan kaki. Apabila syaraf pada leher diserang maka akan terlihat
gejala torticalis, apabila syaraf vagus dan intercostalis yang diserang, maka
terlihat gejala gangguan napas, apabila syaraf pencernaan yang diserang, maka
gejala mencret akan terlihat (2) kehilangan warna pada iris dan perubahan bentuk
pupil mungkin terlihat (3) tumor pada organ-organ visceral dan kulit terjadi
pada ayam umur < 16 minggu. Ayam yang berumur> 16 minggu terlihat tumor
terjadi pada bursa fabricius.
Perubahan Pasca
Mati
Perubahan
pasca mati yang bisa diamati pada unggas penderita Marek’s antara lain (1) pada
bentuk syaraf, ditemukan syaraf-syaraf (nervus-nervus/n), seperti n. Vagus, n. Mesentericus, n. Intercostalis
dan plexus-plexus, seperti plexus
ischiadicus dan plexus
brachialis terlihat membulat dan membesar, kelabu kekuningan, bersifat unilateral
atau bilateral (2) pada bentuk visceral, maka terlihat benjolan-benjolan atau
tumor pada indung telur, hati, limpa,
pankreas, jantung, paru-paru, proventrikulus, ginjal dan usus. Warna organ
menjadi putih kelabu dengan bidang sayatan keras dan kering. Bursa fabricius
mengalami atrofi. Kejadian Marek’s yang
banyak ditemukan adalah bentuk visceral daripada bentuk syaraf.
Pencegahan
Tindakan
pencegahan terhadap penyakit Marek’s adalah melalui program vaksinasi. Vaksinasi
dilakukan terhadap anak ayam yang baru menetas atau DOC. Di pasaran tersedia
dua macam vaksin Marek’s, yaitu bentuk basah (cell- associated) dan
bentuk kering (cell free).
Berdasarkan serotipe virus yang terkandung, terdapat tiga kelompok vaksin
Marek’s, yang dapat digunakan secara tunggal atau dengan sistem kombinasi. Tiga
kelompok tersebut, antara lain (1) vaksin Marek’s’s serotipe 1, terdiri dari 3
jenis, yaitu : virulen, setengah virulen dan sangat ganas. Contoh strain
virulen adalah strain HPRS-16, strain yang setengah virulen, misalnya : strain
CVI-988, sedangkan yang sangat virulen dibuat dari strain vv-MDV. Strain vv-MDV
ini memiliki kemampuan mencegah serangan penyakit Marek’s’s yang virulen maupun
sangat virulen (2) vaksin Marek’s’s serotipe 2, yang dibuat dari strain virus
Marek’s’s yang non patogen, yang secara normal dapat diisolasi dari
peternakan-peternakan ayam. Strain virus Marek’s’s non patogen yang sering
digunakan untuk pembuatan virus adalah strain SB-1, dikenal pula strain lain,
yaitu 301B/I (3) vaksin Marek’s’s serotipe 3, dibuat dari virus herpes yang
diisolasi dari kalkun. Salah satu strain yang digunakan untuk pembuatan vaksin
adalah FC-126, yang bisa mencegah serangan penyakit Marek’s’s dari virus yang
virulen (v-MDV), namun tidak efektif mencegah serangan penyakit marek’s’s dari
vv-MDV yang jauh lebih ganas.
Cara
menggunakan vaksin penting untuk diketahui, karena sangat bervariasi tergantung
produsen vaksin dan hal ini menentukan keberhasilan vaksinasi. Vaksin basah,
yaitu vaksin yang disimpan dalam alat
penyimpan vaksin yang berisi nitrogen cair dengan suhu rendah. Cara penggunaan
vaksin basah adalah vaksin dikeluarkan dari alat penyimpan vaksin (ampul),
dengan hati-hati injeksikan ke dalam pelarut, sebagian dari pelarut perlu
dimasukkan ke dalam alat suntik dan digunakan untuk membilas ampul. Vaksin kering, yaitu vaksin yang sebelum
digunakan, vaksin disimpan dalam kulkas,
karena botol berisi virus maupun pelarut harus selalu dingin. Route pemberian
vaksin adalah di bawah kulit leher. Setiap selesai melakukan vaksinasi maka
alat suntik harus dicuci dengan desinfektan dan bekas botol vaksin harus
dibakar dan dikubur dalam tanah.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan pada ayam
penderita Marek’s, penderita harus dimusnahkan dan bangkainya dibakar.
No comments