Penyebab dan Gejala PMK pada Hewan Ternak
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sedang merebak di sejumlah wilayah Indonesia. Ribuan hewan ternak sudah diidentifikasi positif terserang PMK.
PMK datang dari virus yang menyerang kuku dan mulut hewan
ternak. Untuk beberapa kasus virus ini tidak membuat hewan ternak seketika
mati. Namun, virus ini secara perlahan menggerogoti kuku dan mulut ternak
sehingga membuat hewan tidak bisa makan dan berjalan.
Kementerian Pertanian pun telah menerbitkan 2 keputusan
menteri berisi pernyataan status PMK sebagai wabah di kawasan Provinsi Jawa
Timur dan Aceh. Sampai tengah Mei 2022, kasus-kasus PMK di sejumlah daerah lain
juga masih terus ditemukan.
Kementan mengklaim telah mendistribusikan obat-obatan berupa vitamin, antibiotik, antipiretik, disinfektan dan alat pelindung diri (APD) ke sejumlah wilayah, untuk mengendalikan penyebaran PMK pada hewan ternak.
"Mulai 7-12 Mei lalu kami sudah melakukan pengiriman
logistik tahap satu ke beberapa provinsi," kata Dirjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan Nasrullah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (19/5/2022),
dikutip dari Antara.
Berdasarkan keterangan Menteri Pertanian Syahrul Yasin
Limpo, setidaknya sudah ada 16 daerah yang terkontaminasi PMK. Meski begitu, ia
optimistis penyebaran PMK bisa segera dikendalikan.
Penyebab Penyakit Mulut dan Kuku
PMK termasuk penyakit sangat menular yang menyerang semua
hewan berkuku belah atau genap. Hewan yang mungkin tertular PMK seperti sapi,
kerbau, babi, kambing, domba, hingga hewan liar semacam gajah, rusa, dan lain
sebagainya.
Di Indonesia, penularan PMK pada hewan ternak pertama kali
ditemukan pada 1887 yang dipicu sapi impor dari Belanda. Setelah itu, wabah PMK
sempat beberapa kali terjadi di tanah air. Sebelum Indonesia dinyatakan bebas
PMK pada 1990, wabah terakhir dari penyakit ini di Jawa terjadi pada tahun
1983.
Mengutip penjelasan di laman Kementan, penyebab PMK
(Penyakit Mulut dan Kuku) pada hewan adalah virus RNA yang masuk dalam genus
Apthovirus, keluarga Picornaviridae. Virus PMK serotipe yaitu O, A, C, Souther
African Territorie (SAT-1, SAT-2, SAT-3), dan Asia-1.
Setidaknya ada tiga cara penularan PMK pada hewan ternak
yang paling umum terjadi. Ketiganya adalah kontak langsung, kontak tidak
langsung, dan penyebaran virus via udara.
Jika seekor hewan terkena infeksi virus PMK, maka patogen
virus bisa ditemukan dalam semua cairan yang dikeluarkannya. Agen penyakit yang
dikeluarkan dari tubuh hewan sakit itu kemudian akan menyebar dan menulari
hewan lain dengan mudah.
Merujuk penjelasan di situs Ditjen PKH Kementan, berikut
sejumlah hal yang berpotensi memicu penularan PMK pada hewan ternak:
1. Penularan paling umum terjadi akibat kontak langsung
antara hewan sehat dengan hewan yang terinfeksi virus penyebab PMK.
2. Penularan PMK pun bisa diperantarai oleh pakan, air, dan
peralatan kandang yang tercemar oleh virus penyebab PMK. Paparan virus bisa
berasal dari air susu, urin, kotoran, air liur dan leleran luka dari ternak
yang terserang PMK.
3. Sumber penularan lain dapat berasal dari pakaian peternak
yang kotor, alas kaki, perkakas kandang, area kandang, hingga kendaraan
angkutan hewan ternak, yang terkontaminasi oleh virus penyebab PMK. Manusia
bisa punya peran penting dalam penularan PMK dari hewan satu ke hewan yang
lain.
4. Produk hewan yang dihasilkan oleh ternak yang terinfeksi
kuman virus seperti daging dan susu, yang kemudian diberikan dalam kondisi
mentah atau tidak matang sempurna kepada ternak babi juga bisa menjadi sumber
penularan yang potensial.
5. Pada kondisi cuaca tertentu, patogen virus PMK pun bisa
menyebar bersama angin ke kandang peternakan lain di sekitar hewan yang
terinfeksi atau tempat terjadinya wabah. Babi yang terkena PMK bahkan termasuk
bisa memicu penularan lewat udara. Sebab, babi dapat menyebarkan virus dalam
jumlah banyak ke udara lewat aktivitas bernapasnya. Diperkirakan, penyebaran
virus PMK oleh angin bisa sampai radius 10 kilometer.
PMK atau disebut Apthae Epizootica (AE) memang bukan
penyakit zoonosis yang mengakibatkan sakit pada manusia. Namun, penyebarannya
harus diwaspadai karena bisa memicu kerugian di sektor peternakan dan ekonomi.
Beberapa dampak merugikan dari wabah PMK seperti penurunan
dalam produksi susu, kematian hewan secara mendakak, keguguran di saat hewan
hamil, turunnya berat badan hewan, infertilitas hewan, hingga menghambat
ekspor.
Gejala PMK pada Hewan Ternak Sapi, Kambing, dan Babi
Gejala klinis penyakit PMK bisa bervariasi antar-individu
hewan ternak. Pada ternak sapi, penyakit PMK bisa tampak sangat jelas.
Masih mengutip penjelasan di laman Ditjen PKH Kementan, sapi
yang terserang PMK akan terlihat mengalami gejala lemas, demam tinggi, tidak
mau makan, atau masih mau makan tetapi kesulitan mengonsumsi makanan, hingga
terjadi penurunan produksi susu (sapi perah).
Sejumlah gejala PMK lainnya pada sapi ialah peningkatan
produksi air liur, kemunculan lepuh luka berisi cairan di hidung, lidah, gusi
(bagian dalam mulut), puting susu, dan kuku kaki. PMK pun bisa memicu kematian
mendadak pada pedet (anak sapi).
Sementara itu, gejala PMK pada kambing dan domba sering kali
tidak separah yang dialami sapi. Umumnya, gejala PMK pada kambing atau domba
berupa kemunculan luka lepuh kecil di sekitar kuku kaki, moncong, dan rongga
mulut. PMK juga bisa memicu kematian mendadak kambing dan domba usia muda,
terutama yang baru lahir.
Adapun pada hewan ternak jenis babi, gejala PMK yang umum
terjadi adalah keculitan berdiri. Ada juga babi yang positif PMK mengalami
gejala luka/lesi di kaki hingga tidak lagi mampu menopang tubuhnya untuk
berdiri. Dalam kondisi itu, babi lebih sering mengambil posisi seperti duduk.
Selain itu, PMK pun bisa memicu kematian mendadak pada babi usia muda.
Peternak yang menemukan sejumlah gejala PMK di atas
disarankan segera melapor kepada dokter hewan atau petugas dinas peternakan
setempat. Selain itu, hewan ternak yang sakit perlu segera diisolasi dan tidak
dibiarkan keluar kandangnya. Perpindahan orang dan barang keluar atau masuk
area kandang juga perlu dihindari untuk mencegah penularan PMK meluas.
Source:
https://tirto.id/
No comments