FORMULASI STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA INDUSTRI KECIL
Penelitian ini
memfokuskan pada penentuan strategi peningkatan kualitas di industri kecil
dengan mengambil kasus di industri tempe. Metode yang digunakan untuk
mengenali, menganalisa dan menentukan tingkat persaingan menggunanakan Quality Function Deployment (QFD) yang
diawali dengan membuat matriks perencaaan produk (House of Quality),
dilanjutkan dengan membuat matriks
perencanaan part (part Deployment),
matriks perencanaan proses (process planning) dan matriks perencanaan
produksi/manufaktur. Dari hasil analisis QFD diperoleh usulan untuk
perbaikan perencanaan proses pembuatan
tempe yaitu: sortir bahan baku,
pencucian I dan II, pemindahan kedelai dan pelubangan kemasan plastik. Dari
usulan perbaikan perencaanaan proses diatas, dilakukan pemilihan perbaikan
untuk direalisasikan dengan menggunakan teknik formulasi strategi implementasi dengan berdasarkan pada
pemetaan kebutuhan utama (berisi tujuan utama perbaikan), performansi yang
ingin dicapai dan perbandingan kondisi sekarang dan kondisi yang ingin dicapai.
Dari langkah ini didapatkan tindakan usulan yaitu perancangan alat pemindah
kedelai, alat pencuci dan alat pelubang kemasan. Untuk mengetahui tingkat
kelayakan usulan maka dilakukan analisis kelayakan baik dari aspek pasar ,
teknologi dan produksi maupun aspek
finansial yang menunjukkan bahwa usulan
adalah layak untuk diimplementasikan.
Katakunci: Keinginan konsumen, Quality Function Deployment, house of Quality, Part Deployment process planning, manufacturing planning,
strategi implementasi
Peningkatan kualitas produk secara
sistematis dan berkesinambungan
merupakan salah satu upaya untuk memenuhi keinginan pelanggan yang merupakan
tujuan utama perusahaan untuk dapat bertahan di pasar. Kualitas produk ini tercermin dari karakteristik-karakteristik
mutu yang terkandung pada produk yang diinginkan oleh konsumen. Salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas ini adalah dengan menerapkan Quality Function Deployment (QFD). QFD adalah suatu
metodologi untuk menterjemahkan kebutuhan dan keinginan konsumen ke dalam
rancangan produk yag memiliki persyaratan teknis dan karakteristik kualitas
tertentu. Menurut Daetz, Barnard dan Norman (1995 dalam Martyaningsih, 1999)
menyatakan bahwa QFD adalah suatu proses perencanaan sistematis yang
dikembangkan untuk membantu tim proyek dalam menyusun semua elemen-elemen yang
dibutuhkan untuk mendefiinisikan, mendesain dan menghasilkan sebuah produk
(jasa) yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
Penelitian Penerapan metode QFD dilakukan baik dibidang manufaktur
maupun jasa (services). Di bidang manufaktur atara lain pada produk Izusu Panther PT Pantja Motor
(Bernadetta,1998), Produk Deterjen PT Industri Kimia Daarut Tauhit, Bandung
(Nurhayati,1999), Produk Tekstil PT ATM
Bandung (Aang Dael,1998). Di bidang jasa antara lain.Paket Pos PT Pos Cabang Semarang (Indratno,1997), di Mechanical Engineering Department, Wisconsin-Madison university pada tahun 1991 untuk melakukan
evaluasi terhadap proses pembelajaran (Ermer,1995), di Universitas Massey,
Selandia Baru (Houston and Lawrence,1998), Fakultas Teknik Industri Universitas
Trisakti (Dedy, Widjaja,1998).
Dalam penelitian ini akan diteliti penerapan metode QFD di bidang
industri kecil (studi kasus pada pabrik tempe) dengan menerjemahkan keinginan konsumen beserta persyaratan teknis
dan perencanaan komponen yang dibutuhkan untuk memenuhinya sampai pada
perencanaan proses dan perencanaan produksi/manufaktur serta strategi
implementasinya.
2. GAMBARAN
SINGKAT PROSES PRODUKSI
Penelitian ini mengambil studi kasus pada salah satu perusahaan tempe
yang ada di daerah Kiara Condong Bandung, yang merupakan home industri. Dalam
satu hari perusahaan mampu mengolah 200 kg biji kedelai menjadai tempe. Proses
pembuatan tempe melalui tahap-tahap: pemilihan biji kedelai (sortir),
pencucian1, perebusan, pemindahan kedelai matang dari ketel ke tempat
perendaman, perendaman, pengupasan dan pemecahan biji, pencucian II, peragian,
penirisan dan pendinginan, proses pelubangan kemasan plastik , pengepakan
dan pemeraman. Peralatan yang digunakan
antara lain: timbangan, tampi, bak/drum perendaman, bak/drum berlubang untuk penirisan,
tungku dan ketel, alat saringan, mesin pemecah kedelai, alat pelubang plastik
dan rak anyaman bambu.
3.
LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN METODE QFD
QFD
adalah metoda perencanaan dan pengembangan struktur produk yang memungkinkan
suatu tim pengembangan untuk menentukan dengan jelas kebutuhan dan keinginan
konsumen dan kemudian mengevaluasi setiap tujuan produk atau sistematika
kemampuan pelayanan dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap kebutuhan
konsumen.
Metoda
QFD memiliki beberapa tahap perencanaan dan pengembangan yaitu (Cohen,1995):
a. Matriks perencanaan produk (House of Quality)
b. Matriks perencanaan part (Part Deployment)
c. Matriks perencanaan proses (Proses Planning)
d. Matriks perencanaan manufacturing / produksi (Manufacturing
/ Production Planning)
3.1 House of Quality
3.1.1. Kuisioner
Dalam matriks perencanaan
produk terdapat bagian Customer
requirements, yang diperoleh dari survey ke konsumen dengan cara
menyebarkan kuisioner yang berhubungan dengan produk tempe. Kuisioner disebarkan
kepada kalangan masyarakat dan umumnya responden adalah ibu rumah tangga,
pemilik kantin / warung makanan dan mahasiswa.
Berikut ini adalah ringkasan
hasil dari kuesioner yang disebarkan, yaitu :
a. Alasan utama responden
mengkonsumsi tempe karena :
·
Nilai gizi tempe yang tinggi adalah sebesar 53 % responden
·
Harga yang murah adalah sebesar 28 % responden
·
Kesesuaian selera adalah sebesar 19 % responde
b. Jenis tempe yang biasa
diolah menurut responden adalah tempe kedelai.
c. Jenis masakan tempe yang
paling sering dibuat menurut responden adalah:
·
Tempe goreng sebesar 59 % responden
·
Sayur tempe sebesar 28 % responden
·
Sambal kering tempe sebesar 13 % responden
d. Ciri-ciri tempe yang baik
menurut responden berdasarkan persentase terbesar adalah :
·
Warna tempe yang putih dan bersih
·
Bau tempe yang khas
·
Tempe yang pada
·
Jamur yang merata
·
Keawetan tempe
·
Rasa tempe yang gurih
·
Tempe tidak beracun
e. Kemasan / bungkus tempe yang
paling disukai adalah :
Dibungkus dengan plastik
sejumlah 59 % responden
Dibungkus daun sebesar 41 %
responden
f. Menurut 63 % responden tempe
yang awet adalah tempe yang dapat bertahan selama 2 hari dan sisanya memiliki
jumlah hari yang bervariasi.
Setelah dari kuisoner diperoleh atribut dari produk
tempe yang dianggap penting oleh responden yang mewakili konsumen, maka disusun
bobot kepentingan atribut – atribut tersebut. Hasil pembobotan adalah diberikan
dalam Tabel 1.
Untuk bagian customer competitive
evaluation diperoleh dari perbandingan produk tempe yang diamati di pasar
swalayan tanpa diketahui merk produknya. Sedangkan untuk bagian competitive technical assesment perlu
melakukan studi banding ke perusahaan tempe yang lain untuk mengetahui
bagaimana tingkat persaingannya dan hal ini tidak dilakukan sehingga untuk
bagian tersebut tidak dapat diisi. Matriks House
of Quality yang mencakup customer
requirements dan technical
requirem
Tabel 1. Bobot Atribut
No
|
ATRIBUT
|
BOBOT
|
1
|
Tempe putih dan bersih
|
5,6
|
2
|
Bau khas tempe
|
2,2
|
3
|
Tempe padat
|
3,0
|
4
|
Jamur merata
|
2,2
|
5
|
Tempe awet
|
4,4
|
6
|
Rasa gurih
|
4,7
|
7
|
Tidak beracun
|
4,6
|
3.2. Part Deployment
3.2.1. Rincian kebutuhan sebagai kriteria dalam analisis konsep
Sebelum penentuan part kritis yang harus diperhatikan
perlu dibuat suatu analisis konsep terlebih dahulu. Dalam analisis konsep
terdapat kriteria – kriteria yang merupakan rumusan rincian kebutuhan dari
produk tempe, yaitu :
a. Kebutuhan konsumen dari QFD;
berdasarkan house of quality maka ditentukan
faktor teknik yang memungkinkan untuk diperbaiki adalah :
Banyaknya kotoran dalam
kedelai mentah
Banyaknya kulit tertinggal
pada kedelai matang
Tingkat sirkulasi udara di
dalam tempe
b. Kebutuhan dari sisi
manufakturing, dalam proses pembuatan tempe terdapat beberapa hal yang
memerlukan perhatian yaitu :
Keamanan pengoperasian yaitu
proses pengoperasian pelubangan plastik pembungkus tempe
Kemudahan
pemindahan bahan
Minimasi tenaga
kerja manusia yang digunakan
Tata letak yang
baik
c. Kebutuhan akan karakteristik
umum produk tempe secara umum produk tempe yang dibutuhkan oleh konsumen adalah
tempe yang mempunyai karakteristik: Bersih, awet, gurih.
Dari rincian kebutuhan tersebut masih harus dipilih lagi kebutuhan yang
penting dan berhubungan dengan konsumen dan pihak perusahaan mampu
mengusahakannya. Faktor –faktor kebutuhan yang harus diteliti lebih lanjut
adalah pengendalian banyaknya kotoran dalam kedelai mentah, pengendalian
banyaknya kulit tertinggal pada kedelai matang, tingkat sirkulasi udara di
dalam tempe, keamanan pengoperasian pembuatan tempe dan kemudahan pemindahan
bahan selama dalam proses pembuatan tempe.
3.2.2.
Fault Tree Analysis
Untuk menentukan critical part deployment digunakan
metode fault tree analysis yaitu
menganalisis elemen-elemen yang diperkirakan sebagai penyebab terjadinya
ketidaksesuaian target dengan technical
requirements. Fault tree analysis
untuk mencari penyebab ketidaksesuaian tersebut diberikan dalam Gambar 2.
Matriks Part Deployment diberikan
dalam Gambar 3.
3.3. Process
Planning
3.3.1. Proses
Analisis
Sebelum menentukan proses
yang harus diperhatikan perlu diketahui tahap-tahap proses yang dilalui oleh
bahan baku biji kedelai sampai menjadi tempe dan siap dipasarkan. Analisis
proses ini digambarkan dalam Gambar 4. Matriks perencanaan proses diberikan
dalam Gambar 5.
3.4. Manufacturing / Production Planning
Setelah
melalui tahap perencanaan part dan
proses maka untuk tahap terakhir dapat
diketahui tindakan yang perlu diambil untuk perbaikan kualitas. Dalam
pembuatan tempe terdapat tahap-tahap yang memerlukan perhatian dan dapat
dilihat dalam matriks perencanaan produksi Gambar 6.
4. HASIL QFD DAN RENCANA USULAN TINDAKAN
Hasil dari
QFD adalah perbaikan untuk proses:
a. Sortir bahan baku
Bahan baku yang dimaksud adalah biji kedelai mentah. Hasil sortiran
kadangkala tidak optimal karena masih banyak kotoran berupa pasir, kerikil,
kulit kedelai yang masih tercampur pada saat masuk ke tahap proses selanjutnya.
Hal ini dapat terjadi karena alat yang digunakan adalah tampak yang
kapasitasnya terbatas dan tingkat kebersihan biji kedelai yang diperoleh
dipengaruhi oleh ketrampilan tenaga kerjanya.
b. Pencucian I dan II
Pencucian kedelai dilakukan dalam drum yang diisi dengan air. Tujuan
dari proses pencucian adalah memisahkan antara biji kedelai dari kulit arinya
yang terkelupas. Proses pencucian dipengaruhi oleh cara pencucian dan kecepatan
aliran air. Selama ini pencucian dilakukan dengan tangan dan kaki oleh tenaga
kerjanya, berarti tenaga yang dibutuhkan lebih besar dan tergantung kepada
kondisi tenaga kerjanya. Agar proses pencucian ini tidak melelahkan tenaga
kerja dan kedelai yang diperoleh dapat lebih bersih dari kulit arinya, maka
diusulkan suatu perbaikan pada rancangan alat pencuciannya.
c. Pemindahan kedelai
Pada proses pemindahan, yang dipindahkan adalah kedelai dalam jumlah
yang besar yaitu sekitar 165 kg. Terdapat dua tahap pemindahan, yaitu
pemindahan kedelai mentah dari drum pencucian ke ketel untuk direbus dan
pemindahan biji kedelai matang dari ketel ke drum pencuciannya. Cara pemindahan
yang tidak benar akan dapat menimbulkan bahaya bagi tenaga kerja yang
memindahkannya, karena kedelai matang yang dipindahkan ke dalam pencucian masih
dalam kondisi yang panas dan dalam jumlah yang banyak. Selama ini pemindahan
dilakukan manual dengan beberapa kali pemindahan menggunakan jaring yang
memisahkan kedelai dengan air rebusan.
d. Pelubangan kemasan
plastik
Plastik digunakan untuk membungkus kedelai matang yang sudah siap untuk
diperam. Agar sirkulasi udara dalam tempe cukup maka diperlukan lubang-lubang
di permukaan plastik sehingga sirkulasi udara untuk tempe lancar. Plastik
tersebut dilubangi secara manual. Pekerjaan ini dapat membahayakan karena telah
terjadi beberapa kali kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tenaga kerjanya
yang tidak hati-hati. Untuk menghindari bahaya ini maka diusulkan rancangan
alat pelubang kemasan plastik yang lebih aman.
Perbaikan yang diusulkan
tidak meliputi seluruh proses yang tersebut diatas. Pemilihan dilakukan untuk
menentukan proses mana yang diperlukan perbaikannya dengan mempertimbangkan
tujuan yang ingin dicapai. Pemilihan alternatif tindakan perbaikan dilakukan
dengan menggunakan teknik Formulasi Strategi Implementasi sebagai berikut :
4.1. Pemetaan Kebutuhan Utama
Tujuan
:
1. Memperbaiki proses
pembuatan tempe dari segi keselamatan tenaga kerjanya.
2. Memperbaiki efisiensi
tenaga kerja yang dibutuhkan.
3. Memperbaiki tingkat
kebersihan produk.
4.2. Data Dasar
Dari QFD diperoleh hasil berupa usulan implementasi.
Usulan implementasi tersebut sebagai data dasarnya. Data dasar diberi skor
sesuai dengan kepentingan dalam tujuan, dengan nilai skor yaitu:
-2 untuk
tujuan implementasi yang tidak sesuai dengan tujuan dalam 4.1
+2 untuk
tujuan implementasi yang sesuai dengan tujuan dalam 4.1
Hasil skor diberikan dala Tabel 2.
Dari tabel tersebut di atas diperoleh bahwa hanya alternatif usulan
ke-1 yang tidak sesuai.
Tabel
2. Skoring Usulan Implementasi
Usulan Implementasi
|
Tjuan Implementasi
|
Skor
|
1. Merancang alat sortir
|
Kecepatan penyortiran
bahan baku
|
-2
|
2. Merancang alat Bantu pencuci
|
Mengurangi tenaga yang
diperlukan agar mengurangi resiko kerja
|
+2
|
3. Merancang alat pemindah
|
Mengurangi resiko terjadi
kecelakaan kerja
|
+2
|
4.
Merancang alat pelubang kemasan
plastik
|
Mengurangi resiko terjadi
kecelakaan kerja
|
+2
|
4.3. Performansi yang Ingin Dicapai
Skor yang digunakan :
- 2 untuk
performansi yang tidak mendukung tujuan dalam 3.1
+2 untuk
performansi yang mendukung tujuan dalam 3.1
Performansi
yang ingin dicapai adalah :
Tingkat
keselamatan kerja 100%
Dengan rancangan alat yang
diusulkan diharapkan dapat menghilangkan bahaya yang berhubungan dengan
keselamatan tenaga kerja dalam pengoperasiannya.
Tenaga yang dibutuhkan untuk
pengoperasiannya sedikit
Dengan rancangan alat yang
diusulkan diharapkan dapat memperingan kerja karyawan dengan memperkecil tenaga
yang dikeluarkan.
Tingkat kebersihan produk
Produk tempe yang dihasilkan
dengan rancangan usulan alat ini diharapkan mampu memberikan nilai kesehatan
yang baik dalam hal kebersihan.
Biaya yang layak
Biaya yang layak artinya biaya
yang dikeluarkan untuk pembuatan alat masih tergolong layak bila dibandingkan
dengan nilai penggunaannya.
Dari uraian tersebut dapat ditabulasikan dalam Tabel
3 .
Tabel
3. Total Skor Usulan Implementasi
Usulan Implementasi
|
Tingkat keselamatan 100%
|
Tenaga yang dibutuhkan
untuk operasi sedikit
|
Tingkat kebersihan tinggi
|
Biaya yang layak
|
Total skor
|
Bobot
|
10
|
10
|
5
|
5
|
|
1. Merancang alat sortir
|
-2
|
-2
|
+2
|
+2
|
-20
|
2.
Merancang alat bantu pencuci
|
-2
|
+2
|
+2
|
+2
|
40
|
3. Merancang alat pemindah
|
+2
|
+2
|
+2
|
+2
|
60
|
4.
Merancang alat pelubang kemasan plastik
|
+2
|
+2
|
-2
|
+2
|
40
|
Dari tabel tersebut di atas diperoleh bahwa alternatif usulan ke-1
mempunyai total skor terendah sehingga tidak dipilih untuk implementasikan.
4.4. Tindakan
Berdasarkan point 4.2 dan 4.3 maka dapat diambil kesimpulan bahwa
usulan yang dapat dipertimbangkan selanjutnya adalah alat yang mendukung proses
pencucian, proses pemindahan dan proses pelubangan kemasan plastik. Tindakan
yang harus dilakukan dengan melihat keadaan sekarang dan keadaan yang dibutuhkan
yang diberikan dalam Tabel 4.
5. USULAN PERBAIKAN RANCANGAN ALAT
5.1. Gambar Rancangan Alat
A. Alat Pemindah (gambar 7)
B. Alat Pencuci (gambar 8)
C. Alat Pelubang Kemasan
Plastik (gambar 9)
5.2. Cara Penggunaan Alat
A. Alat Pemindah
Alat pemindah terdiri dari
(lihat gambar 7)
·
Ember alumunium berlubang-lubang, dengan ukuran;
Diameter atas =
100 cm
Tinggi = 50 cm
·
Crane terbuat dari besi, dengan
ukuran;
Panjang = 360 cm
Lebar = 10 cm
·
Batang besi untuk pemindah beban, dengan ukuran;
Panjang = 130 cm
·
Tuas pengatur crane
Cara kerja alat ini
digunakan terutama untuk memindahkan benda-benda yang bersifat berat dan
berbahaya. Ember alumunium berlubang digunakan sebagai tempat kedelai dan
dimasukkan ke dalam ketel perebusan. Jika perebusan telah selesai maka crane dapat mengangkat ember alumunium
tersebut beserta kedelai matang agar dapat ditiriskan airnya. Pengaturan naik
turunnya crane dapat dilakukan dengan
memutar tuas yang terletak pada batang dan menguncinya pada ketinggian crane tertentu. Setelah tiris, kedelai
matang tersebut dapat dipindahkan ke dalam alat pencucian untuk dilakukan
pencucian atau pendinginan, dengan cara mendorong batang pemindah beban kearah
lokasi yang diinginkan. Batang pemindah beban dirancang dengan engsel yang
terletak pada batang rel penumpu. Batang pemindah beban tersebut dapat digeser
sepanjang rel dan engselnya digunakan untuk dapat menggerakkan batang pengatur
vertikal. Batang pemindah beban dapat diatur posisinya menjadi dua posisi,
yaitu posisi tidak digunakan, yaitu setinggi 2 m, dan posisi digunakan yaitu
setinggi siku berdiri manusia (1 m). Jika tidak digunakan maka batang dapat
diletakkan pada posisi tidak digunakan agar tidak mengganggu aktivitas manusia.
Tabel 4. Tindakan yang dapat dilakukan dari hasil QFD
Cara dan alat yang
digunakan
Pada saat ini
|
Perbaikan yang diperlukan
|
1. Proses Pencucian Kedelai
ü Alat : drum & air
ü Cara :
tenaga manusia dengan menginjak–injak kedelai menggunakan kaki atau meremas
dan mengosok–gosok tangan untuk mengelupas kulit ari kedelai
|
Mengurangi
tenaga yang dikeluarkan untuk mengelupas kulit ari kedelai.
Menghindari
penggunaan kaki untuk menginjak injak kedelai
|
2. Alat Pemidah
ü Alat : saringan untuk mengambil kedelai
ü Cara : memisahkan kedelai dari air rebusannya
dengan alat saringan. Cara ini dilakukan berulang kali kemudian air
rebusannya dikeluarkan dari ketel dengan menggunakan ember dan cara ini juga
dilakukan berulang kali sampai air sudah dibuang semua.
|
Menghindari bahaya karena
memindahkan kedelai dalm kondisi panas (sehabis direbus)
Mengurangi pekerjaan yang
berulang– ulang.
Mengurangi tenaga yang
dibutuhkan
|
3. Alat Pelubang Kemasan Plastik
ü Alat
: Paku dan Kayu sebagai alas.
Ü Cara : Plastik ditumpuk beberapa buah
kemudian paku ditusuk– tusukkan ke plastik secara satu persatu tusuk dengan
tangan kanan dan tangan kiri digunakan untuk menahan plastik agar tidak
bergeser.
|
Menghindari bahaya tangan
tertusuk paku.
Mengurangi pekerjaan yang
berulang–ulang
|
B. Alat Pencuci
Alat pencuci terdiri dari
(lihat Gambar 8):
·
Bak pencuci alumunium yang mempunyai saluran untuk pembuangan air,
dengan ukuran;
Diameter atas = 120 cm
Tinggi = 75 cm
·
Air yang mengalir
·
Tutup bak pencuci beserta pengaduknya, dengan ukuran;
Diameter = 120 cm
Cara kerja alat ini :
Alat ini mempunyai ember
yang berukuran sesuai dengan ember berlubang yang digunakan sebagai tempat
kedelai matang sedemikian sehingga ember berlubang tersebut dapat masuk ke
dalam ember tempat pencucian dengan tinggi ember berlubang tepat sampai pada
tinggi saluran pembuangan air pada ember pencucian. Penggunaan alat pencucian
ini dilakukan 3 kali selama proses pembuatan tempe yaitu:
·
Proses pencucian kedelai mentah pada awal yang dilakukan pada alat
pencucian ini. Setelah dicuci ember berlubang dengan kedelainya dapat diangkat
dengan crane untuk diletakkan pada
ketel perebusan.
·
Proses pendinginan kedelai setelah direbus, pencucian dilakukan hanya
sekali, setelah diinginkan kedelai dapat diangkat dengan embernya dengan
menggunakan crane untuk dilakukan
proses pemecahan dan pengelupasan biji kedelai.
·
Proses pencucian dan pemisahan biji kedelai dengan kulitnya setelah
proses pemecahan selesai.
Ke dalam
ember pencucian dimasukkan air hingga penuh, kemudian ember ditutup dengan alat
pengaduknya dan diklem agar kuat. Dengan air yang mengalir terus kedelai dapat
diaduk dan dicuci. Pengadukan dapat dilakukan dengan memutar tuas pengaduk yang
berukuran setinggi siku berdiri manusia (1 m). Dalam proses pemisahan biji
kedelai dengan kulitnya, pengadukan dilakukan agar biji kedelai yang telah
dipecah pada proses pemecahan berpisah dengan kulitnya dan kulit tersebut
kemudian akan mengambang pada permukaan air. Air yang mengalir akan membuang
kulit tersebut ke luar melewati saluran pembuangan pada alat pencuci tersebut.
C. Alat Pelubang Kemasan Plastik
Alat ini digunakan untuk
melubangi plastik yang digunakan untuk mengemas tempe. Alat ini terdiri dari 3
bagian (lihat gambar 9):
·
bantalan yang terbuat dari kayu sebagai bagian dasar.
·
penjepit plastik, yang terbuat dari kayu dilapisi karet agar permukaan
penjepit tidak licin dan dapat menjepit plastik dengan baik sebagai bagian
tengah.
·
pelubang, yang terbuat dari kayu dengan paku-paku pelubang sejumlah 50
sebagai bagian atas.
Cara kerja
alat ini :
Plastik
pembungkus pada waktu dibeli dikelompokkan dalam suatu jumlah tertentu dan
dalam bentuk terlipat tiga. Hanya diperlukan 2/3 dari luas plastik keseluruhan
yang harus dilubangi karena hanya bagian tersebut yang nantinya akan diisi
tempe. Plastik yang terlipat tiga harus dibuka lipatannya satu, dan kemudian
bagian plastik yang masih terlipat dijepit di bawah alat penjepit dan diklem
agar kuat. Bagian pelubang kemudian dapat diturunkan untuk melubangi plastik
yang telah dijepit tadi.
5.3. Proses pembuatan tempe
setelah digunakan alat yang baru ialah sebagai berkut :
a.
Pemilihan biji kedelai, dilakukan sama dengan proses yang lama.
b.
Pencucian I : biji kedelai dimasukkan ke dalam ember berlubang yang
telah dipasang di dalam bak pencucian. Bak pencucian kemudian diisi air dan
diaduk sampai tingkat kebersihan yang diinginkan. Setelah cukup bersih maka
ember berlubang yang berisi kedelai dapat dipindahkan dengan crane ke dalam ketel perebusan.
c.
Proses perebusan dilakukan sama dengan proses yang lama.
d.
Pemindahan kedelai matang dari ketel ke tempat perendaman dilakukan
dengan memindahkan ember berlubang ke bak pencucian untuk direndam. Sedangkan
air sisa perebusan dapat dikeluarkan dari ketel dengan membuka kran di bagian
bawah ketel.
e.
Perendaman dilakukan sama dengan proses yang lama.
f.
Pengupasan dan pemecahan biji dilakukan sama dengan proses yang lama.
g.
Pencucian II : Setelah pemecahan biji, kedelai dimasukkan ke dalam
ember berlubang yang terletak di dalam bak pencucian. Kemudian dilakukan
pencucian sampai semua kulit terpisah dari biji kedelai.
h.
Peragian : Setelah kedelai bersih dari kulitnya, ke dalam bak pencucian
dicampurkan ragi yang kemudian diaduk agar dapat bercampur dengan rata. Setelah
dicampur dengan rata, ember berlubang dapat diangkat crane untuk ditiriskan airnya dan dipindahkan pada bak penirisan.
i.
Penirisan dan pendinginan, dilakukan sama dengan proses yang lama.
j.
Pengepakan dilakukan sama dengan proses yang lama.
k.
Pemeraman dilakukan sama dengan proses yang lama.
6. ANALISIS
KELAYAKAN PEMBUATAN ALAT
Dari usulan rancangan alat, dilakukan analisis pasar, teknologi dan
produksi dan finansial. Dari hasil analisis pasar dan teknologi dan
produksi didapatkan bahwa usulan adalah layak. Dari aspek finansial
denngan NPV, Payback periods dan IRR
didapatkan bahwa usulan adalah layak.
7. KESIMPULAN
Upaya untuk peningkatan kualitas produk pada industri
kecil tempe agar dapat bersaing di pasar dilakukan dengan metode Quality Function Deployment (QFD) yang
diawali dengan membuat matriks perencaaan produk (House of Quality),
dilanjutkan dengan membuat matriks
perencanaan part (part Deployment), matriks perencanaan process (process planning) dan matriks perencanaan produksi / manufaktur.
Dari hasil analisis QFD diperoleh usulan untuk perbaikan perencanaan proses pembuatan tempe
yaitu: sortir bahan baku, pencucian I
dan II, pemindahan kedelai dan pelubangan kemasan plastik. Dari usulan
perbaikan perencanaan proses diatas, dilakukan pemilihan perbaikan untuk direalisasikan dengan menggunakan teknik formulasi strategi implementasi dengan berdasarkan pada
pemetaan kebutuhan utama (berisi tujuan utama perbaikan), performansi yang
ingin dicapai dan perbandingan kondisi sekarang dan kondisi yang ingin dicapai.
Dari langkah ini didapatkan tindakan usulan yaitu perancangan alat pemindah
kedelai, alat pencuci dan alat pelubang kemasan. Untuk mengetahui tingkat
kelayakan usulan maka dilakukan analisis kelayakan baik dari aspek pasar,
teknologi dan produksi maupun aspek
finansial yang menunjukkan bahwa usulan
adalah layak untuk diiplementasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anna, B, K, 1996, Pengembangan Dan
Implementasi Sitem Perancangan Produk Otomotif Yang Mempertimbangkan Suara Konsumen, Thesis S2 Teknik Industri ITB
Cohen, Lou, 1995, Quality Function
Deployment: How to make QFD work for you, addition wesley publishing company,
New York
Dedys dan Wijaya F, 1998, Penggunaan rumah
kualitas (House of Quality) dalam
meningkatkan perbaikan dan penyempurnaan pelayanan jasa pendidikan dan
pengajaran di Jurusan Teknik Industri di Universitas Trisakti, proceeding
seminar nasional manajemen kualitas Bandung
Daniel, A.1998, Implementasi metodologi QFD
dalam proses perancangan tekstil di PT ATM, Bandung, skripsi S1 Teknik Industri
ITB
Ermer, D, S,1995, Using QFD Becomes An
Educational Experiencefor Studentsand Faculty, Quality progress, p131-136
Houston, D and Lawrence, K.A , 1998, QFD in
University Quality manajement course Annual Quality Connggress Procedings,
564-574
Indratno, Is, 1997, Peningkatan Kualitas Pelayanan Produk Paket Pos Dengan Metode QFD di PT Pos Cabang Semarang, Skripsi SI Teknik
Industri Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Martyaningsih, DKK, 1999, Quality by Design dengan Quality Function
Deployment, Review Paper, Pasca sarjana
Teknik Industri, ITB
No comments