Distribusi
Setelah diabsorpsi, alkohol
kemudian didistribusikan kesemua jaringan dan cairan tubuh serta cairan
jaringan. Keseimbangan terjadi diantara cairan jaringan, darah dan kompartemen
jaringan itu sendiri. Disamping itu etanol sangat mudah sekali menembus
jaringan otak dan plasenta. Akhir-akhir ini yang menjadikan perhatian adalah
ibu hamil yang menjadi peminum minuman keras yang mengandung alkohol dan
pengaruhnya terhadap fetus yang dikandungnya. Distribusi alkohol antara
alveoler paru dengan darah sangat bergantung pada kecepatan difusi, tekanan gas
dan konsetrasi alkohol dalam kapiler paru. Rasio distribusi antara alveoler
paru dengan darah adalah 1:2100.
Seorang
peneliti Swedia mengembangkan metoda untuk memperkirakan jumlah alkohol yang
diperlukan sehingga dapat terdeteksi dalam darah.
Formulanya adalah:
A=WrCT / 0,8
Dimana: A= etanol (ml) yang
diminum
W=
berat badan (g)
r=
rasio distribusi etanol: pria= 0,68 dan wanita= 0,55
CT=
konsentrasi alkohol dalam darah
0,8=
berat jenis alkohol
r: dihitung dari persentase
alkohol dalam tubuh dibagi persentase alkohol dalam darah
r= % alkohol dalam tubuh : % alkohol dalam
darah
Penetapan rasio distribusi untuk
pria = 0,68 dan wanita = 0,55, disebabkan karena wanita biasanya kurang
kendungan airnya dalam tubuh, tetapi lebih besar kandungan jaringan lemaknya.
Pada
pria dengan berat badan sekitar 68,1 Kg meminum minuman keras sekitar 30 ml
yang mengandung 50% etanol (whiskey) atau setara dengan 360 ml beer yang
mengandung 5% etanol. Setelah semua diabsorpsi tubuh ternyata kandungan alkohol
dalam darah ialah:
0,025% (2,5 mg%), perhitungaanya
adalah sebagai berikut:
A=WrCT/0,8= 68,100X0,68X0,025% : 0,8=
11,58/0,8
A= sekitar 15 ml
Sedangkan
untuk memperkirakan kandungan alkohol dalam darah (KAD), untuk orang yang
beratnya sekitar 150 pond, atau kandungan alkohol dalam minuman keras sekitar
50%, maka KAD menjadi cukup proporsional. Dengan formulasi dibawah ini akan
dapat diperkirakan jumlah KAD maksimum.
150/bb X %EtOH/50 X Juml. Alk. Yang diminum
(ons) X 0,025%= KADmaks
Pada
kasus overdosis teanol akut, kadang formula tersebut diatas sangat berguna
untuk memperkirakan KAD dari si penderita, bilamana diketahui jumlah minuman
keras yang diminum. Sehingga jumlah ini dapat diperkirakan dengan melihat
gejala yang timbul dari si penderita (Walgreen, 1970).
Metabolisme
Mengetahui
proses metabolisme etanol sangat berguna untuk meramalkan atau menangani suatu
kasus toksisitas etanol. Sekitar 90-98% etanol yang diabsorpsi dalam tubuh akan
mengalami oksidasi oleh enzim. Biasanya sekitar 2-10% diekskresikan tanpa mengalami
perubahan, baik melalui paru maupun ginjal. Sebagian kecil dikeluarkan melalui
keringat, air mata, empedu, cairan lambung dan air ludah. Tetapi perlu diingat
bahwa konsentrasi alkohol selalu sama dengan kandungan cairan jaringan atau
disebut cairan tubuh.
Proses
oksidasi enzimatik etanol pertama terjadi dalam hati kemudian dalam ginjal.
Proses metabolisme melibatkan tiga jenis enzim. Pada proses pertama etanol
dioksidasi menjadi acetaldehyd oleh enzim “alkohol dehydrogenase” dan
memerlukan kovaktor NAD (nicotinamid adenin dinucleotida). Enzim alkohol
dehydrogenase dalam hati adalah enzim yang tidak spesifik, enzim ini juga
mengubah alkohol primer lainnya menjadi aldehyd, begitu juga pada alkohol
sekunder dan keton.
Pada
tahap kedua acealdehyd diubah menjadi asam asetat oleh enzim aldehyd
dehydrogenase juga dibantu oleh kovaktor NAD. Tahap berikutnya diubah lagi
menjadi acetyl coenzim A (CoA), yang kemudian CoA masuk kedalam siklus Krebs
dan mengalami metabolisme menjadi CO2 dan H2O (Gambar
2.1).
C2H5OH
+ NAD+ alkohol-dehydrogenase(ADH)->CH3CHO
+NADH
Etilalkohol---------------------------Ã acetaldehyd
CH3CHO
+ NAD+ aldehyd-dehydrogenase__Ã CH3COOH
+ NADH
Acetaldehyd-----------------------Ã asam asetat
CoA
AsetylCoA
à siklus Krebs
CO2
H2O
Gambar
2.1. Proses biokimiawi metabolisme etanol
Proses
metabolisme etanol mengakibatkan terjadinya pengubahan NAD menjadi reduksi NAD
(NADH). Hal tersebut menyebabkan penurunan rasio antara NAD:NADH di dalam hati,
sehingga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat (energi), karena intoksikasi
dari etanol. Misalnya terjadinya gejala hipoglikemia setelah terjadi
intoksikasi alkohol secara kronis ataupun akut. Walaupun terjadi gangguan
metabolisme yang disebabkan keracunan
etanol sangat komplek, tetapi dapat diduga bahwa hambatan proses
glukoneogenesis oleh etanol adalah akibat dari kekurangan NAD. Oleh sebab itu
asam amino yang biasanya masuk kedalam jalur glikolisis dan siklus asam
trikarboksilat (TCA) berubah kelain jalur. Sebagai akibatnya terjadi penurunan
kandungan oksaloasetat dan pyruvat dan terjadi penimbunan laktat dan ketoasit.
Juga terjadi reduksi dalam metabolisme gliserol yang mengakibatkan terjadinya
penimbunan lemak didalam hati.
Gejala klinis
Gejala yang
menciri dari keracunan etanol sangat bervariasi dari yang sifatnya ringan yaitu
ataxia (sempoyongan) sampai berat yaitu koma (tidak sadarkan diri). Pada
intoksikasi yang berat, penderita menunjukkan gejala stuppor (tidak bereaksi)
atau menjadi koma. Kulit teraba dingin, bau nafas tercium alkohol, suhu tubuh
dan frekwensi nafas menurun, kadang denyut jantung meningkat. Kejadian koma
karena keracunan alkohol biasanya KAD nya mencapai 300 mg% atau 0,3 %. Pada
konsentrasi kurang dari 100 mg%, lobus frontal otak terpengaruh sehingga tidak
berfungsi.
Gejala
subyektif termasuk peningkatan percaya diri “tidak mengikuti peraturan” dan
daya penglihatan menurun. Bila KAD meningkat dari 0,1% menjadi 0,2%, lobus
parietal otak terpengaruh. Pada kondisi tersebut terjadi penurunan daya syaraf
motorik, bicara terbata-bata, tremor dan ataksia. Bila KAD mencapai 0,3% akan
berpengaruh terhadap serebelum dan juga lobus osipitalis dan serebelum. Pada
kondisi ini penderita akan terganggu keseimbangannya dan persepsinya. Bilamana
KAD mencapai LD50 (sekitar 0,45-0,5%), penderita akan koma, pernafasan sesak,
pembuluh darah tepi (perifer) tidak berfungsi. Pada konsisi tersebut bagian
medula otak terpengaruh dan kondisi menjadi sangat kritis.
Pengobatan
Pasien
penderita intoksikasi yang berat, tubuhnya harus dijaga selalu hangat dan isi
perut harus segera dikeluarkan. Prioritas pertama yang dilakukan ialah dengan
pemvberian pernafasan buatan, diberikan infus 10-50% dextrosa secara intravena
untuk menjaga kadar glukosa darah. Pemberian sodium bikarbonat cukup baik sebgai
antidotum untuk mencegah terjadinya asidosis. Perlakuan hemodialisis diperlukan
bila KAD mencapai 0,4%.
No comments