IKAN-IKAN DEMERSAL
Indonesia merupakan negara
kepuluan yang memiliki potensi yang sangat besar di bidang kelautan dan
perikanan. Secara umum, potensi sumber daya kelautan di seluruh Nusantara
mencapai 6,26 juta ton ikan per tahun. Sampai dengan tahun 2000 lalu, potensi
kelautan yang baru dimanfaatkan sebesar 5,1 juta ton per tahun. Pemanfaatannya
juga masih terbatas pada ikan untuk dikonsumsi langsung dan olahan ikan secara
tradisional (Triana, 2004).
Total hasil tangkap laut
tersebut yang langsung untuk konsumsi ikan segar 61,04 persen, olahan
tradisional 28.46 persen dan olahan modern 10,33 persen. Ekspor olahan ikan
Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 703.155 ton. Total jumlah ekspor tersebut
masih didominasi produk olahan modern yang mencapai 80 persen dan hanya enam
persen yang merupakan olahan tradisional.
Permintaan luar negeri
mengalir deras, tetapi keterbatasan penguasaan keterampilan dan penerapan
teknologi modernlah yang membuat industri pengolahan ikan Indonesia tidak dapat
memenuhi permintaan tersebut. Padahal, dengan jumlah tenaga kerja dan potensi
kelautan dan perikanan yang berlebih tantangan tersebut sangat
mungkin dipenuhi.
Salah satu jenis pengolahan
ikan yang berkembang di Indonesia terutama di daerah pantura adalah pengolahan
fillet ikan demersal. Daerah-daerah yang telah mengembangkan pengolahan fillet
ikan demersal ini diantaranya adalah daerah Brebes dan Tegal, Jawa Tengah.
Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan fillet ini adalah ikan-ikan
demeresal yang sebelumnya kurang laku di pasaran. Contoh ikan demersal yang
banyak digunakan untuk pengolahan fillet di daerah Tegal adalah ikan abangan,
kapasan, demang, kuniran, dan coklatan (Ariadi, 2004). Sebelum industri fillet
ini berkembang, ikan-ikan tersebut kurang memiliki nili ekonomis yang tinggi.
Pemanfaatannya hanya sebatas sebagai bahan baku untuk proses pengolahan ikan
asin, proses pengolahan tepung ikan atau hanya dimanfaatkan sebagai bahan pakan
ternak yaitu bebek.
Ikan demersal adalah ikan yang
umumnya hidup didaerah dekat dasar perairan, ikan demersal umumnya berenang
tidak berkelompok (soliter). Sumberdaya ikan demersal terbagi dua berdasarkan
ukuran yaitu ikan demersal kecil dan ikan demersal besar. Industri pengolahan
fillet ikan demersal pada umumnya memanfaatkan ikan demersal kecil sebagai
bahan bakunya. Contoh-contoh ikan yang termasuk ke dalam ikan demersal kecil
adalah ikan bambangan, beloso/buntut kerbo, baronang kuning, biji nangka, biji
nangka karang, kuniran, gulamah, kurisi dan lain-lain.
Ikan kuniran merupakan salah
satu jenis ikan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pengolahan fillet
ikan demersal terutama di daerah Tegal, Jawa Tengah. Nama latin untuk ikan
kuniran adalah Upenephelus sulphureus (Cuvier, 1829). Nama
internasional untuk jenis ikan ini adalah Sulphur goatfish,
sedangkan banyak sekali nama lokal yang ada untuk ikan kuniran yaitu antara
lain kuniran (PPN Prigi), kuningan, kamujang (PPN Brondong), kuniran (PPN
Karangantu), kuniran (PPN Pekalongan), kuniran, jenggot (PPP Tegalsari),
kuniran (PPS Cilacap). ikan kuniran masuk ke dalam famili Mullidae, genus Upeneus.
Hidup di sekitar terumbu karang. Bentuk badan memanjang sedang, pipih samping
dengan penampang melintang bagian depan punggung beberapa garis bengkok yang
dalam dan kepala tumpul. Mempunyai pita gelap berwarna coklat kemerahan
memanjang di atas gurat sisi mulai dari moncong melewati mata sanpai ke
pertengahan dasar pangkal ekor. Ukuran mampu mencapai 20 cm. Ikan ini biasanya
ditangkap menggunakan Pukat tarik ikan (Fish net), Dogol (termasuk
lampara dasar, cantrang) (Demersal danish seine), Pukat cincin (Purse
seine), Bagan tancap (Stationary lift net) dan Sero (Guiding
Barrier). Ikan kuniran tersebar di perairan pantai seluruh Indonesia, ke
utara dampai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan,
Philipina, ke selatan sampai pantai utara Australia dan ke barat sampai Afrika
Timur. Di Indonesia ikan kuniran didaratkan di PPP Tegalsari, PPN pekalongan,
PPN Brondong dan PPP Karangantu.
Jenis ikan lain yang juga
banyak digunakan dalam proses pengolahan fillet ikan demersal adalah ikan mata
goyang atau swanggi. Nama Internasional untuk jenis ikan ini adalah Purple-spotted
bigeye. Nama latin dari ikan mata goyang ini adalah Pricanthus
tayenus (Rhicardson, 1846), sedangkan nama lokalnya antara lain golok
sabrang (PPN Brondong), capa (PPN Sibolga), mata bulan (PPN Ambon), camaul (PPN
Pelabuhan Ratu), demang, mata goyang, ohyes (PPP Tegalsari), belong (PPN
Pekalongan) dan empok asu (PPN Prigi). Ikan ini memiliki bentuk bulat agak
memanjang, mata cukup besar dengan bintik hitam pada bagian sirip pectoral.
Ikan mata goyang tersebar pada perairan dengan dasar karang berbatu. Alat
tangkap yang digunakan untuk mendapatkan ikan mata goyang antara lain Pukat
tarik udang ganda (Double rigs shrimp trawl), Pukat tarik ikan (Fish
net), Payang termasuk Lampara dasar (Pelagic danish seine), Pukat
cincin (Purse seine), Jaring insang hanyut (Drift gill net),
Jaring klitik (Shrimp entangling gill net), Jaring tiga lapis (Trammel
net), Bagan perahu/rakit (Boat/raft lift net), dan Sero termasuk
Kelong (Guiding barrier). Di Indonesia ikan ini didaratkan di PPN
Sibolga, PPN Pelabuhan Ratu, PPP Tegalsari, PPN Pekalongan, PPN Brondong dan
PPN Ambon. Ikan demersal lainnya yang juga digunakan dalam pengolahan fillet
ikan demersal adalah ikan ekor kuning.
No comments