Tidak Adanya Hikmah dan Pemahaman
Disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur`an bahwa seseorang hendaknya memiliki hikmah, pengertian, dan pemahaman yang Allah berikan dalam rangka untuk mengerti dan menangkap maknanya yang benar. Muhammad Rasulullah juga menyebutkan ini dalam sebuah haditsnya sebagai berikut.
Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah seseorang dibolehkan iri kepada seseorang kecuali hanya dalam dua perkata: seseorang yang Allah karuniai kekayaan lalu dia pergunakan pada jalan yang benar; kemudian orang yang Allah karuniakan kepadanya hikmah agama (Al-Qur`an dan Sunnah) dan dia memberikan kesaksian sesuai dengan itu dan mengajarkannya kepada orang lain.” (Bukhari, 9/419 dan 6/543)
KebuTuhan paling utama dalam mempelajari Al-Qur`an adalah pengetahuan yang total tentang Al-Qur`an, mengerti tentang berbagai metode penafsiran, dan memiliki pengetahuan bahasa Arab yang ekstensif. Akan tetapi, walaupun seseorang memiliki semua itu, ia masih belum bisa mengambil manfaat apa-apa dari Al-Qur`an kecuali jika Allah mengaruniainya pemahaman. Itulah sebabnya, tidaklah cukup hanya memiliki hal-hal teknis untuk bisa secara tepat menafsirkan Al-Qur`an. Sejarah banyak membuktikan hal itu. Sejarah penuh dengan contoh manusia yang memiliki kemampuan teknis, namun jatuh ke dalam kesalahan saat menerangkan Al-Qur`an dengan pendekatan yang sangat berbelit-belit. Beberapa pendiri gerakan keagamaan dan sekte yang menyimpang tampaknya sangat menguasai bidangnya, namun faktanya mereka tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang Allah karuniakan. Orang-orang tersebut telah menjaga jarak diri mereka sendiri dan para pengikut mereka yang taklid buta dari praktik Islam yang benar.
Lebih jauh dari itu, kaum musyrikin di Mekah pada masa Rasulullah, yang mampu membaca, tidak mampu untuk mengerti akan Al-Qur`an sehingga mereka menolak Al-Qur`an. Inilah contoh yang sangat gampang di mana seseorang yang mengerti bahasa Arab, namun tidak mampu memahami Al-Qur`an.
Aturan pertama dalam menerima kemampuan untuk mengerti akan Al-Qur`an dari Allah adalah bertakwa kepada-Nya dan hendaknya selalu berlaku jujur dan benar. Sangatlah tidak mungkin untuk menerima pemahaman Al-Qur`an itu sementara dia sendiri tenggelam dalam kemewahan dan kenikmatan dunia. Seseorang yang melakukan pendekatan kepada Al-Qur`an dengan spirit menghakimi, dengan tujuan dan perspektif yang menjadikan Allah tidak berkenan, tindakan ini akan menggiring pada kesalahan pengertian dan penafsiran. Seseorang yang tenggelam dalam syahwatnya tidak akan pernah memiliki kondisi otak yang benar untuk bisa membuka spirit yang benar dari Al-Qur`an dan mengeksplorasi nilai-nilainya yang sangat indah, misteri dan kedalaman kandungannya. Seseorang yang mengikuti kemauan nafsunya sendiri akan memiliki kekurangan dalam menangkap dan berpikir serta hanya akan mampu menginterpretasi Al-Qur`an dari sisinya yang superfisial. Lebih dari itu, dia akan gagal untuk melihat mukjizat Al-Qur`an.
Di samping itu, seseorang yang mengikuti hawa nafsunya akan terjebak untuk menafsirkan Al-Qur`an sesuai dengan perilaku dan kesenangannya sendiri. Dengan demikian, dia tidak akan bisa menemukan makna yang benar dari ayat-ayat Al-Qur`an ini sebagaimana yang Allah kehendaki. Disebutkan dalam Al-Qur`an bagaimana seseorang yang tidak lurus tidak bisa menangkap makna sebenarnya dari Al-Qur`an. Allah berfirman,
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (al-Furqaan: 43-44)
Manusia-manusia seperti ini akan mengalami kesulitan yang sangat akut untuk mengkomtemplasikan Al-Qur`an. Bahkan lebih jauh dari itu, mereka tidak mampu mamahami beberapa hal yang dalam pandangan orang lain sudah dianggap sangat dasar dan gampang. Mereka tidak mampu membangun koneksi yang sangat dibutuhkan antara ayat satu dan yang lain atau antara ayat-ayat tertentu dan beberapa peristiwa. Hasilnya, mereka akan mendeklarasikan bahwa ayat-ayat yang tidak mampu mereka tangkap dan mengerti adalah ayat-ayat yang kontradiktif. Pikiran mereka sangat tertutup hingga satu ayat mereka gambarkan sebagai sesuatu yang lebih kecil dari binatang ternak.
Lemah Pikiran
Disebutkan dalam Al-Qur`an bahwa dalam usaha untuk bisa menginterpretasikan Al-Qur`an dengan benar sesuai dengan isinya, seseorang hendaknya berpikir dan berkomtemplasi tentang Al-Qur`an. Jika Al-Qur`an hanya dilihat secara superfisial dan dibaca dalam posisi sebagaimana buku-buku biasa lainnya, manfaat yang sebenarnya dari hikmah yang tiada batasnya ini tidak akan muncul ke permukaan. Dalam Al-Qur`an, Allah secara konstan mengajak manusia untuk menggunakan akalnya dan senantiasa berpikir. Berpikir, menggunakan akal, dan selalu berusaha keras serta berupaya untuk mengerti maknanya, menggapai nilai-nilainya yang indah, misteri dan mukjizat Al-Qur`an, adalah hal-hal yang sangat esensial jika seseorang secara benar melakukan apresiasi terhadap Al-Qur`an itu. Al-Qur`an mengabarkan kepada setiap manusia tentang dirinya sendiri, tujuan di balik penciptaan dirinya, watak asli dunia ini, alasan-alasan kejadian yang mengelilingi dirinya yang disertai dengan beberapa hal yang berhubungan dengan dirinya dan wilayah sekitarnya. Dengan demikian, seseorang hendaknya berusaha untuk membangun sebuah koneksi antara ayat-ayat itu dan dirinya, alam sekelilingnya dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, dan berusaha sekuat tenaga untuk mengerti Al-Qur`an dengan melakukan pemikiran yang mendalam tentang semua itu. Sebagaimana hal tersebut dinyatakan dalam Al-Qur`an bagi orang-orang yang mengambil pelajaran,
“Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya, Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (al-An’aam: 126)
“... Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir.” (Yunus: 24)
Sepanjang ayat-ayat ini diberikan hanya kepada orang-orang yang berpikir maka menjadi jelas bahwa orang-orang yang tidak melakukan itu tidak akan mampu memahami makna-makna ayat-ayat Al-Qur`an secara benar.
Adalah sebuah fakta bahwa kehidupan seseorang selalu dipenuhi dengan berbagai pelajaran yang bisa dia pelajari dari peristiwa-peristiwa yang dia alami dalam dirinya sendiri dan lingkungan yang mengelilinginya. Al-Qur`an adalah sebuah petunjuk yang memperlihatkan kepada seseorang bagaimana cara menginterpretasi pelajaran-pelajaran hidup ini dan bagaimana seharusnya dia bereaksi tatkala ia telah memahami pengalaman hidup itu. Seseorang hanya bisa mampu memahami makna sebenarnya dari Al-Qur`an jika dia membaca dengan kontemplasi yang benar bahwa Allah adalah Pemilik ilmu pengetahuan dan hikmah yang tiada batasnya. Telah disebutkan dalam salah satu ayat Al-Qur`an bahwa Al-Qur`an adalah satu kitab suci di mana seseorang harus melakukan kontemplasi dengan serius dan hendaknya dia dijadikan sebagai sebuah sumber petunjuk. Allah berfirman,
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shaad: 29)
Pada ayat yang lain, Allah menegaskan bagaimana pentingnya pemikiran yang sejati tentang Allah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?” (al-Mu’minuun: 68)
Al-Qur`an adalah sumber ilmu pengetahuan yang tanpa batas dan superior karena ia merupakan wahyu yang Allah, Tuhan semesta alam, turunkan. Al-Qur`an memuat seluruh topik, dari sifat-sifat Allah hingga keajaiban penciptaan, dari keanehan jiwa manusia hingga misteri alam semesta, hari kiamat, dan seterusnya. Dengan demikian, apresiasi tentang sejumlah besar informasi yang ada di dalamnya dalam bahasa yang asli dan esensial hanya bisa dicapai dengan adanya kombinasi antara pemikiran yang mendalam, kesadaran yang tinggi, dan perhatian pada detail-detail, hati yang jernih, dan kemauan yang keras.
Arogansi dan Superioritas
Arogansi akan menghambat seseorang untuk memahami Al-Qur`an. Ini karena bila dalam diri seseorang ada sifat arogansi, dia akan selalu menganggap dirinya sebagai makhluk yang superior. Dia tidak akan memiliki kerendahan hati dan kesadaran yang dibutuhkan untuk memahami lebih dekat Al-Qur`an secara benar dan tepat. Dia tidak akan mampu melihat dan menerima ayat-ayat yang mengingatkan hamba Allah tentang kelemahan dirinya dan fakta bahwa Allah adalah satu-satunya Zat yang telah memberikan segalanya untuknya yang selama ini belum pernah dia miliki. Dia tidak akan mampu menerima peringatan-peringatan itu, tidak akan bisa mengikuti perintah Al-Qur`an dan tidak akan mampu menjaga dirinya dari apa yang Al-Qur`an larang, serta tidak akan tunduk pada hikmah Allah. Kecongkakan dengan anggapan bahwa dirinya merupakan seorang yang superior akan menghambatnya untuk melakukan semua itu. Inilah sebabnya mengapa dia akan menganggap Al-Qur`an sebagai ancaman terhadap karakter dirinya, yang didasarkan pada arogansi. Dia akan menempuh segala cara untuk mengkontradiksikan Al-Qur`an. Sebagaimana yang Allah firmankan bahwa seseorang yang congkak tidak akan mampu memahami Al-Qur`an,
“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai darinya.” (al-A’raaf: 146)
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya, Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (al-Kahfi: 57)
Arogansi adalah sebuah sarana bagi seseorang untuk melihat inteligensi dirinya sendiri, budaya dan ilmu pengetahuannya sebagai sesuatu yang superior. Dengan demikian, kumpulan dari faktor arogansi seseorang, seperti karier akademik, budaya, dan keahlian, akan menjadi faktor penghambat yang sangat hebat bagi seseorang untuk bisa dekat dengan Al-Qur`an. Ketidakbijakan dengan menyejajarkan Al-Qur`an dengan keahlian dan intelektualitas merupakan kesaksian dari fakta bahwa kecongkakan akan mencegah seseorang untuk bisa memahami Al-Qur`an. Manusia seperti ini banyak digambarkan dalam ayat-ayat Al-Qur`an. Seperti firman Allah di bawah ini,
“Sesungguhnya, orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka, tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya. Maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mu’min: 56)
“Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.” (al-Jaatsiyah: 8)
Dengan demikian, kita mengambil konklusi bahwa untuk bisa mengerti Al-Qur`an, seseorang harus memiliki sifat rendah hati dan tawadhu’ serta ketaatan dan menampakkan penyerahan diri secara total kepada Allah dengan kesadaran bahwa seseorang bukanlah apa-apa di depan kemahaagungan-Nya.
Berusaha untuk Menginterpretasi Al-Qur`an dengan Tradisi Lama
Kesalahan terbesar dalam menafsirkan Al-Qur`an adalah tatkala ada usaha untuk menafsirkannya dengan menggunakan takhayul dan khurafat yang mereka terima dari nenek moyang mereka dari tradisi lama yang mereka anggap sebagai agama. Manusia-manusia yang mengikuti warisan tradisi agama lama dan bukan Al-Qur`an serta pada saat yang sama dia berusaha untuk mengadaptasi Al-Qur`an dengan agama buatan itu, maka mentalitas mereka telah Allah gambarkan di dalam Al-Qur`an,
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab, ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami.’ ‘(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?’” (al-Baqarah: 170)
Pandangan agama yang berbelit-belit yang kini banyak menyebar di tengah manusia yang tidak terpelajar, akan membentuk semua model keimanan yang secara sempurna berbeda dan sangat kontradiksi dengan apa yang ada di dalam Islam. Model semacam ini, yang dipresentasikan atas nama Islam, pada hakikatnya sama sekali tidak memiliki hubungan apa-apa dengan agama yang benar, etika dan cara hidup yang digambarkan di dalam Al-Qur`an. Model yang telah terdistorsi ini didasarkan pada tradisi dan gaya lama serta khurafat yang sama sekali tidak ada di dalam Al-Qur`an. Para pengikut dari praktik-praktik menyimpang ini berusaha untuk mengadaptasikan Al-Qur`an dan ayat-ayatnya dengan tujuan untuk mencocok-cocokkannya dengan tradisi dan khurafat mereka. Sungguh sangat tidak mungkin memberikan penjelasan tentang Al-Qur`an dengan segala yang tidak mungkin itu. Bagaimanapun juga, sebagaimana hal ini disebutkan dalam Al-Qur`an, kebohongan yang dilakukan dengan melakukan “distorsi lewat lisan mereka” hanya akan semakin menjauhkan seseorang dari Al-Qur`an.
Manusia-manusia itu akan senantiasa berpendapat bahwa apa yang mereka katakan itu berdasarkan pada Al-Qur`an tatkala mereka berusaha untuk menyatakan keontetikan ide-ide, interpretasi, klaim, dan penerapannya yang sesungguhnya sangat jauh dari apa yang direpresentasikan oleh Al-Qur`an. Walaupun demikian, mereka tidak akan mendapatkan celah yang membuat apa yang mereka klaim sangat logis adanya. Bagaimanapun kuatnya usaha yang mereka lakukan, setiap orang dengan pemikiran yang biasa-biasa saja akan gampang menangkap kekeliruan penjelasan yang mereka lakukan. Orang-orang yang menggunakan khurafat dan khayalan akan menyadari bahwa mereka tidak akan mampu menjadikan Al-Qur`an sesuai dengan pendekatan mereka yang berbelit-belit dan membingungkan itu. Dengan demikian, mereka akan semakin menjadikan orang lain jauh dan semakin jauh dari Al-Qur`an yang benar. Membaca Al-Qur`an dengan pikiran yang jernih dan kesadaran yang penuh akan menyingkap wajah buram dari keyakinan yang tidak berdasar tersebut. Pada saat yang sama, dia akan menggiring untuk menenggelamkan status orang-orang yang memiliki keyakinan seperti itu, yang mendasarkan semua pola hidup dan kepentingannya atas agama yang berbelit-belit itu serta berusaha membangun posisi dan kedudukannya dengan menggunakan khurafat-khurafat tersebut.
Al-Qur`an memaparkan situasi manusia yang jauh dari pemahaman makna ayat-ayat Al-Qur`an yang benar dan mereka berusaha memalingkan manusia dari jalan yang benar dengan penjelasan yang sama sekali tidak mendidik. Allah berfirman,
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah ia dengan azab yang pedih.” (Luqman: 6-7)
Faktanya, manusia-manusia yang memiliki niat jahat seperti ini dan memiliki pengertian yang tidak benar, yang disertai dengan kebodohannya serta pengikut yang membabi buta, akan mengalami perspektif yang distortif dalam melakukan pendekatan terhadap Al-Qur`an. Mereka akan berusaha untuk menerangkan ayat-ayat Al-Qur`an yang sama sekali berseberangan dengan apa yang menjadi pemahaman yang benar di kalangan kaum muslimin. Dengan melakukan ini, mereka akan menghubungkan pemahaman keagamaan yang salah ini dengan Al-Qur`an.
Kecenderungan tidak sehat dan jahat ini akan menggiring manusia-manusia yang mengikuti cara ini untuk celaka di dunia ini dan di akhirat nanti. Pada saat yang sama, mereka akan membuat orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup tentang agama, semakin jauh dari agama Islam dan akan menghambat mereka untuk mendapat gambaran yang benar mengenai Allah. Manusia-manusia ini akan memercikkan gangguan paling berbahaya dan akan memosisikan diri sebagai satu ancaman terhadap agama dengan menarik dan memikat orang-orang yang jauh lebih bodoh dari dirinya untuk berada di barisan mereka. Walaupun demikian, kebenaranlah yang akan tetap menjadi pemenang dalam melawan kejahatan sebagaimana yang Al-Qur`an ungkapkan kepada kita semua, “Kejahatan akan selalu binasa.” Inilah ketentuan yang pasti dan Al-Qur`an menyatakannya dengan jelas dan gamblang. Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya dan disertai dengan niat yang tulus untuk mendapatkan jalan yang benar sesuai dengan kehendak Allah, maka dengan izin Allah dia akan mampu mengerti agama yang benar dan memperoleh kebahagiaan serta akan berada di dalam naungan rahmat Allah. Allah berfirman,
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam; sesungguhnya, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 256-257)
No comments