Tekanan Osmosis
Komponen
potensial tumbuhan terutama terdiri dari atas potensial osmosis (solute) dan
potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel,air
murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel
mengakibatkan air meninggalkan sel. Untuk mengatur potensial osmosis ,
potensial turgor nol . potensial turgor sama dengan nol jika sel mengalami
plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa keluarnya cairan sel karena adanya
tekanan osmosa,bilamana sel tersebut berada dalam larutan yang hipertonis dalam
keadaan “inspien plasmolysa”, tekanan osmosa cairan sel sama dengan tekanan
osmosa larutan dimana sel tersebut direndam. Jika sel dalam larutan yang encer
(hipotonis) maka cairan yang untuk merendam sel tersebut akan mengalir masuk
kedalam sel , sel menggembung.
Inspien
plasmolysa dapat dikenali apabila dalam suatu larutan dijumpai sekumpulan sel
yang 50% tidak berplasmolisis.dalam hal ini digunakan nilai rata-rata karena
potensial osmosis sel-sel tersebut tidak sama .
Pada
waktu terjadi plasmolisis inspien , sel berada dalam keadaan tanpa tekanan.
Potensial osmosis larutan eksternal memiliki nilai sama dengan potensial
osmosis ciran sel.dalam keadaan seperti ini larutan eksternal dikatakan
isotonic terhadap cairan sel.
Dengan
menghitung nilai potensial osmosis larutan sukrosa yang isotonic terhadap
cairan sel,maka nilai potensial osmosis sel dapat diketahui. Nilai potensial
osmosis cairan sel tumbuhan berkisar -10 dan -20 atm .
Nilai
potensial air di dalam sel dan nilainya di sekitar sel akan mempengaruhi difusi
air dari dan ke dalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang
menetukan nilai potensial airnya, yaitu matriks sel, larutan dalam vakuola dan
tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel
tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu potensial matriks, potensial
osmotik dan potensial tekanan (Wilkins, 1992). Sel tumbuhan yang digunakan
dalam praktikum ini adalah sel epidermis bawah daun Rhoeo discolor, sedangkan konsentrasi larutan sukrosa yang
digunakan adalah 0 M; 0,16 M; 0,18 M; 0,20 M; 0,22 M; 0,24 M dan 0,26 M.
Osmosis
pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara
differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi
rendah. Tekanan yang
terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar
terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya. Menurut Kimball
(1983) bahwa proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air
seimbang dengan masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi.
Sistem osmotik,alat ukur osmosis disebut osmometer.umunya
osmometer adalah perkakas laboratorium,tapi sel hidup dapat pula di anggap
sebagai sistem osmotik. Pada keduanya ,biasanya terdapat 2 hal yang penting
pertama ,2 larutan atau lebih atau air murni ,dipisahkan satu sama lain oleh
membran yang lebih membatasi pergerakan unsur terlarut daripada molekul
pelarut.kedua,biasanya terdapat sarana untuk membangun membrannya bersifat semi
permiable yang melakukan pelarut air dengan mudah tapi tidak melarutkan
larutan. Larutan demikian kuat terbatasi sehingga pergerakan air kedalam
osmometer tidak banyak menaikkan volume larutan.osmometer yang ha,pir sempurna
dapat dibuat di laboratorium namun sel tidak pernah berfungsi sebagai sistem
osmotik yang sempurna.(Frank B salisbury,1995;47)
Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam
larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai
potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih
tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih
rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila
kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volum sel akan
menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang
dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding
sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami
plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang
mengalami plasmolisis.
Membran
protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses
plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh
sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan
protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung
yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan
mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang
protoplasme yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang
tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar
daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah
(Salisbury, 1995).
Komponen
potensial air pada tumbuhan terdiri atas potennsial osmosis (solut) dan
potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel, air
murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel
mengakibatkan air meninggalkan sel. Pengaturan potensial osmosis dapat
dilakukan jika potensial turgornya sama dengan nol yang terjadi saat sel
mengalami plasmolisis. Nilai potensial osmotik dalam tumbuhan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain : tekanan, suhu, adanya partikel-partikel bahan
terlarut yang larut di dalamnya, matrik sel, larutan dalam vakuola dan tekanan
hidrostatik dalam isi sel. Nilai potensial osmotik akan meningkat jika tekanan
yang diberikan juga semakin besar. Suhu berpengaruh terhadap potensial osmotik yaitu semakin tinggi suhunya maka nilai potensial
osmotiknya semakin turun (semakin negatif) dan konsentrasi partikel-partikel
terlarut semakin tinggi maka nilai potensial osmotiknya semakin rendah (Meyer
and Anderson, 1952).
Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung
untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel
mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial
osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama
dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses
lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air
dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992). Menurut Winduwati (2000),
karakteristik permeasi air pada membran osmosis balik telah dipelajari dengan
menggunakan membran komposit modul modul sopitral wound dan larutan klorida
dalam air dalam larutan umpan.
Percobaan
yang memiliki judul Tekanan Osmosis dengan sub judul Plasmolisis ini bertujuan
untuk menemukan fakta tentang gejala plasmolisis, menunjukkan factor penyebab
plasmolisis, mendeskripsikan peristiwa plasmolisis, serta menunjukkan hubungan
antara plasmolisis dengan status potensial osmotic antara cairan selnya dengan
larutan di lingkungannya. Berdasarkan literatur disebutkan bahwa plasmolisis
adalah peristiwa lepasnya membran sel dari dinding sel sebagai dampak
hipertonisnya larutan di luar sel, sehingga cairan yang berada di dalam sel
keluar dari sel dan akibatnya tekanan turgor sel menjadi 0. Efek selanjutnya
yang ditimbulkan adalah karena potensial air dalam sel lebih tinggi dari luar
sel, maka air di luara sel bergerak ke dinding sel mendesak membran sel yang
mengakibatkan membran sel terlepas dari dinding sel. Objek percobaan kali ini
adalah daun Rhoe discolor.
Klasifikasi dan Deskripsi Rhoe discolor
Berdasarkan
litelatur yang didapatkan, deskripsi dari daun Rhoe discolor adalah sebagai
berikut:
Klasifikasi ilmiah
Klasifikasi ilmiah
Kingdom :
Plantae
Sub kingdom :
Tracheobionta
Super divisio :
Spermatophyta
Divisio :
Magnoliophyta
Class :
Liliopsida
Ordo :
Commelinales
Famili :
Commelinaceae
Genus : Rhoeo
Spesies :
Rhoeo discolor
Nama daerah :
Tanaman Adam dan Hawa
Deskripsi
Habitus : Semak, tinggi 40-60 cm.
Batang : Kasar, pendek, lurus, coklat.
Daun : Tunggal, lonjong,ujung runcing, pangkal memeluk batang, tepi rata, panjang 25-30 cm, lebar 3-6 cm, permukaan atas hijau, permukaan lainnya merah kecoklatan.
Bunga : Majemuk, bentuk mangkok, di ketiak daun, terbungkus, kelopak seperti kerang, benang sari silindris, banyak, putih, kepala putik kuning, mahkota bentuk segitiga, tiga lembar,
putih
Akar : Serabut, kecoklatan.
Habitus : Semak, tinggi 40-60 cm.
Batang : Kasar, pendek, lurus, coklat.
Daun : Tunggal, lonjong,ujung runcing, pangkal memeluk batang, tepi rata, panjang 25-30 cm, lebar 3-6 cm, permukaan atas hijau, permukaan lainnya merah kecoklatan.
Bunga : Majemuk, bentuk mangkok, di ketiak daun, terbungkus, kelopak seperti kerang, benang sari silindris, banyak, putih, kepala putik kuning, mahkota bentuk segitiga, tiga lembar,
putih
Akar : Serabut, kecoklatan.
Analisa hasil Pengamatan
Pada
percobaan ini, yang dipakai sebagai preparat adalah sayatan tipis epidermis
daun Rhoe discolor bagian bawah.
Dalam membuat preparat segar dari daun tersebut harus memperhatikan ketentuan
dalam membuat preparat yang telah diajarkan sebelumnya. Sedangkan syarat objek
dapat diamati di bawah mikroskop adalah tembus cahaya.
Setelah preparat segar selesai dibuat, kemudian diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran kecil kemudian perbesaran yang semakin besar. Pada pengamatan
tersebut akan telihat sel-sel yang berwarna ungu yang terbentuk karena adanya
pigmen warna anthocian pada daun Rhoe discolor tersebut. Setelah itu pada tepi
gelas penutupnya ditetesi dengan larutan gula (glukosa), diamati, dan dicatat
kapan saja terjadi perubahan sel-sel beranthosian tadi terus-menerus selama 15 menit. Sukrosa yangg digunakan pada percobaan
ini memiliki berbagai konsentrasi yaitu 0 M; 0,16 M ; 0,18 M ; 0,22 M ; 0,24M
dan 0,26 M.
Pada
pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki
pigmen warna ungu yang disebut pigmen antosian.larutan yang digunakan adalah
aquades murni sebanyak 100 ml dengan konsentrasi glukosa 0 M yang kemudian di
ambil menggunakan gelas ukur sebanyak 5ml untuk diletakkan di cawan
petridish,sayatan Rhoe discolor diletakkan
pada cawan petridish tersebut slema 15 menit setelah itu diamati dibawah
mikroskop,hasil yang didapatkan adalah tidak ada sel yang berplasmolisis karena tidak faktor konsentrasi zat terlarut
yaitu glukosa akibatnya inti dinding sel tidak mengalami perubahan jadi pada
konsentrasi glukosa 0 M tidak ada sel yang berplasmolisis . Kondisi larutan
di luar sel dalam keadaan hypotonic .
Pada pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki pigmen warna ungu yang disebut pigmen
antosian. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan. Selain itu
digunakan larutan glukosa dengan konsentrsai 0,16 M larutan glukosa tersebut
yang berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel pada percobaan ini. Dalam
membuat preparat segar, perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah
dijelaskan sebelumnya, baik dalam menyayat preparat maupun saat meletakkannya
pada gelas benda. Hasil sayatan dari preparat tersebut harus tembus cahaya,
karena hal tersebut merupakan syarat objek dapat diamati di bawah mikroskop.
Sebelum larutan sukrosa diteteskan pada daun Rhoe discolor yang diamati dibawah
mikroskop, jumlah total sel yang berwarna ungu adalah 42 buah. Selain sel-sel
yang berwarna ungu maupun yang berwarna putih, juga ditemukan stomata sel.
Sel-sel yang berwarna ungu pada sel terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas
yang berwarna hijau. Hal ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin
berada vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung
tersebar mengambang pada sitoplasma. Kemudian, setelah sel berwarna ungu
selesai dihitung lalu menetesinya dengan larutan glukosa 0,16 M pada tepi gelas
penutup. Setelah itu, mengamati perubahan yang terjadi selama 15 menit. Akan
tetapi, setelah 15 menit sel yang berwarna ungu seolah menghilang karena pecah.
Sehingga tinggal 30 sel yang berwarna ungu . Jadi sebanyak 28,6% sel telah
terplasmolisis dan sebanyak 71,4% sel tak terplasmolisis.
Hal ini terjadi karena pada
saat sel ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar
dari vakuola sehingga membran sitoplasma akan mengerut begitu pula sitoplasma,
dan secara otomatis juga ukuran vakuola. Sehingga pigmen antosianin dari dalam
vakuola tidak terlalu jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut , kloroplas
yang tersebar di dalam sitoplasma akan merapat sehingga dapat terlihat jelas. Pernyataan
ini sesuai dengan buku karangan Wildan Yatim yang berjudul Biologi Modern
Biologi Sel dalam
Novi Utami 2011 (on line)
Pada percobaan plasmolisis, Di dalam pengamatan dan percobaan ini yang menjadi
objek pengamatan adalah epidermis bawah daun Rhoe discolor. Pada epidermis
bawah daun Rhoe discolor ini di buat preparat dahulu sebelum melakukan
pengamatan pada mikroskop dengan perbesaran 10X10. Dalam pengamatan ini
diperoleh data bahwa sel-sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) berjumlah
11 sel dari 40 sel yang terlihat di mikroskop dengan perbesaran 10X10. Hal ini
berarti ada 29 sel berwarna putih. Kemudian setelah sel terhitung jumlahnya,
disekitar cover glass memberinya beberapa tetes larutan sukrosa (gula) dengan
konsentrasi 0,18 M dan mengamati perubahanya. Dalam hal ini perubahan yang
terjadi pada sel tersebut langsung terjadi pada menit ke 15.
Selama pengamatan tersebut pada 14 sel yang berplasmolisis sedangkan yang tidak
berplasmolisis sebanyak 26 sel jadi total rata-rata antara keduanya yaitu 20
sel . jadi 35 % sel berplasmolisis sedangkan yang tidak berplasmolisis sebanyak
65 % . penyebab sel berplasmolisis pada
konsentrasi 0,18M bertambah 2 sel dari konsentrasi sebelumnya 12 sel
dikarenakan terjadi penambahan konsentrasi gula sebesar 0,02 M . sedangkan sel
yang tidak berplasmolisis berkurang 4 sel dari konsentrasi sebelumnya .
keadaan konsentrasi sel bertujuan untuk mencapai keadaan yang isotonic.
Percobaan
ini dilakukan dengan membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor, dan meletakkan sayatan tersebut pada gelas benda,
menetesi dengan sedikit air, kemudian menutupnya dengan kaca
penutup,konsentrasi gula yang digunakan 0,20 M di dapatkan hasil pengamatan sel
yang berplasmolisis sebanyak 20 sel dan yang 24 sel yang tidak berplasmolisis .
terjadi penambahan jumlah sel yang berplasmolisis sebanyak 6 sel dari
konsentrasi sebelumnya sedangkan jumlah sel yang tidak berplasmolisis mengalami
penurunan sebesar 2 sel , hal ini dikarenakan karena penambahan konsentrasi
gula sebesar 0,02 M . penambahan konsentrasi zat terlarut(glukosa) sangat
mempengaruhi jumlah sel yang berplasmolisis untuk mencapai konsentrasi isotonic
. persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 45,5% dan yang tidak
berplasmolisis 54,5%.
Percobaan ini dilakukan dengan membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe
discolor, dan meletakkan sayatan tersebut pada gelas benda, menetesi dengan
sedikit air, kemudian menutupnya dengan kaca penutup. Preparat epidermis bawah
daun Rhoe discolor tersebut kemudian diletakkan di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 hingga preparat tampak jelas dari lensa pengamat. Kegiatan
selanjutnya yaitu menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu
(anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan. Setelah terhitung,
selanjutnya memberikan tetesan larutan gula 0,22 M ke tepi gelas penutupnya, lalu
mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi selama 15 menit, dan menghitung
kembali jumlah sel beranthocian yang mengalami pemudaran warna ungu, atau
bahkan menjadi transparan(terplasmolisis).
Percobaan ini menghasilkan data jumlah sel yang mengalami plasmolisis pada
larutan gula 0,22 M yaitu sebanyak 25 sel dan tidak terplasmolisis sebanyak 20
sel. Sehingga jika dilakukan perhitungan, dapat diketahui persentase sel yang
terplasmolisis maupun tidak,yaitu sebagai berikut:
Sel terplasmolisis : 25/45 x 100% = 55,56%
Sel tidak terplasmolisis: 20/45 x 100% = 44,44%
Waktu mulai terjadi plasmolisis tercatat lebih dari 15 menit. Ada suatu bentuk
hubungan yang terjadi antara besar potensial osmotic (PO) sel terhadap
molaritas atau konsentrasi larutan sukrosa disekitar sel, yaitu semakin tinggi
molaritas larutan sukrosa, maka semakin rendah besar potensial osmotik sel
tersebut. Hal ini menyebabkan semakin
cepat proses terjadinya plasmolisis. Bila tekanan osmotik larutan diluar sel
sama dengan tekanan osmotik cairan sel (isotonik) maka tidak akan terjadi
peristiwa plasmolisis. Plasmolisis terjadi karena larutan diluar sel memiliki konsentrasi yang lebih
tinggi daripada konsentrasi cairan sel.
Percobaan ini dilakukan dengan membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor, dan meletakkan sayatan
tersebut pada gelas benda, menetesi dengan sedikit air, kemudian menutupnya
dengan kaca penutup,konsentrasi gula yang digunakan 0,24 M di dapatkan hasil
pengamatan sel yang berplasmolisis sebanyak 30 sel dan yang 16 sel yang tidak
berplasmolisis . terjadi penambahan jumlah sel yang berplasmolisis sebanyak 5
sel dari konsentrasi sebelumnya sedangkan jumlah sel yang tidak berplasmolisis
mengalami penurunan sebesar 4 sel , hal ini dikarenakan karena penambahan
konsentrasi gula sebesar 0,02 M . penambahan konsentrasi zat terlarut(glukosa)
sangat mempengaruhi jumlah sel yang berplasmolisis untuk mencapai konsentrasi
isotonic . persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 65,2% dan yang tidak
berplasmolisis 34,8%.
Pada pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki
pigmen warna ungu. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan.
Selain itu digunakan larutan sukrosa 0,26 M yang berperan sebagai larutan hipertonic
terhadap sel. Sebelum larutan sukrosa diteteskan pada daun Rhoe discolor yang diamati dibawah
mikroskop, jumlah sel yang berwarna ungu adalah 60 buah. Sel-sel yang berwarna
ungu ini terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau. Hal
ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin berada vakuola tumbuhan
yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada
sitoplasma. Kemudian, setelah sel berwarna ungu selesai dihitung lalu
menetesinya dengan larutan sukrosa 0,26 M pada tepi gelas penutup. Setelah itu,
mengamati perubahan yang terjadi selama 15 menit. Akan tetapai, setelah 5 menit
sel yang berwarna ungu seolah menghilang karena pecah. Sehingga tinggal 50 sel
yang berwarna ungu . jadi sebanyak 83,3 % sel telah terplasmolisis dan sebanyak
16,67 % sel tak terplasmolisis. Sel-sel yang berwarna ungu terlihat lebih sedikit dan kloroplas lebih jelas
terlihat. Hal ini terjadi karena pada saat sel ditempatkan pada larutan yang
hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari vakuola sehingga membrane
sitoplasma akan mengerut begitu pula sitoplasma, dan secara otomatis juga
ukuran vakuola. Sehingga pigmen antosianin dari dalam vakuolatidak terlalu
jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut , kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma
akan merapat sehingga dapat terlihat jelas. Pernyataan ini sesuai dengan buku
karangan Wildan Yatim yang berjudul Biologi Modern Biologi Sel. Dari seluruh variable bebas yaitu berbagai konsentrasi larutan sukrosa (0,16M
;0,18M ; 0,22M dan 0,26M), variable kontrol waktu, dan variable terikat adalah
banyaknya sel yang terplasmolisis, maka diperoleh persen sel yang
terplasmolisis ataupun yang tidak terplasmolisis. Selanjutnya dapat dibuat
grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan sel yang
terplasmolisis sebagai berikut: Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan glukosa,
sel yang terplasmolisis lebih banyak. Hal ini terjadi karena perbedaan
konsentrasi zat semakin besar, mengakibatkan air semakin cepat berpindah dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Waktu mulai terplasmolisis juga akan
lebih cepat terlihat pada konsentrasi larutan sukrosa yanga lebih tinggi. Dari
hasil persentase sel yamg terplasmolisis yang mendekati 50 % adalah ketika
glukosa yang digunakan 0,20 M yaitu
sebesar 45.5 % Hal ini berarti bahwa Inscipient Plasmolisis terjadi saat
konsentrasi sukrosa yang diberikan sebesar 0,20 M. Menurut Tjitrosomo
(1987) dalam Novi Utami 2011 (on line) , jika sel dimasukan ke dalam larutan
gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air
larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air
akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka
yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan
air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian
besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh
dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel. Sel
epidermis daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa
mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak
sel yang mengalami plasmolisis.
Apabila dibandingkan
menurut literatur ternyata hasil percobaan yang dilakukan justru berbeda dengan
literature, hanya perlakuan dengan larutan sukrosa0,26 M yang sesuai dengan
literature. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah tetesan larutan sukrosa
yang diteteskan pada sel epidermis Rhoe discolor dan ada sebagian
larutan sukrosa yang diteteskan tidak mengenai sel epidermis tersebut. Sel
epidermis yang diamati sangat kecil dan dan celah antara gelas penutup dan sel
episermis sangatlah sempit, sehingga latutan sukrosa sulit mengenai sel
epidermis. Selain itu, pada percobaan ini waktu pengamatan terhadap sel-sel
anthosianin yang mulai terplasmolisis tidak dilakukan tepat selama 2 menit
serta terjadi kesalahan penghitungan jumlah sel yang terplasmolisis karena
sel-sel epidermis dari Rhoe discolor sangat banyak dan letaknya saling
berdekatan satu sama lain.
No comments