Leucocytozoon caulleryi
Dalam siklus
hidupnya Leucocytozoon caulleryi membutuhkan vektor Culicoides
arakawae. Kemampuan C. arakawae dalam mentransmisikan Leucocytozoon
caulleryi pada unggas telah dibuktikan oleh Akiba. Menurut Akiba yang
dikutip oleh Wahyuti (2003) bahwa tidak C.
arakawae saja yang dapat mentransmisikan L. caulleryi pada ayam,
tetapi beberapa Culicoides seperti C. circumskriptus kieffer
dan C. Schutzei Enderlin (C. oxystoma Kieffer) juga dapat
bertindak sebagai vektor. Berdasarkan data technical servis medion sepanjang
tahun 2006-2008, Jawa Timur mengalami kasus leucocytozoonosis rata-rata 50%.
Kediri yang merupakan salah satu kota penghasil ayam broiler di Jawa Timur juga
tidak luput dari serangan wabah leucocytozoonosis. Kejadian leucocytozoonosis
di Kabupaten Kediri bersifat endemis, ini berarti keberadaan Culicoides
sebagai vektor selalu ada. Untuk melakukan pemberantasan terhadap vektor, perlu
diketahui pola distribusi Culicoides sehinga bisa terarah dan efisien.
Menurut
Soekardono yang dikutip oleh Wahyuti (2003) bahwa telah ditemukan sebanyak 7
spesies Culicoides pada ayam di Jawa Timur antara lain C. bifasciatus,
C.javae, C. micropunctatus, C. suborientalis, C.
puntigerus, C.arakawae, dan C. guttifer .C. arakawae
merupakan jenis lalat yang paling banyak tertangkap dan selalu ada pada tiap
tempat penangkapan.
Leucocytozoonosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh protozoa darah, Leucocytozoon sp termasuk famili Plasmodiidae.
Kerugian yang ditimbulkan dari penyakit ini berupa hambatan pertumbuhan pada
ayam muda, penurunan produksi telur pada ayam dewasa, peningkatan biaya
produksi maupun kematian (Nakamura et al,
1979). Leucocytozoon yang biasa menginfeksi ayam adalah Leucocytozoon
caulleryi dan pertama kali dilaporkan oleh Mathis dan Legar pada tahun 1990
di Tonkin (Asia Tenggara) dan Akiba di Jepang (Nakamura et al, 1979; Morii et al.,1986).
Menurut
Smith (1973) Culicoides dapat menyerang beberapa jenis hewan seperti
unggas, sapi, kerbau dan domba, serta manusia. Baik lalat jantan maupun lalat betina
menghisap darah dan merupakan vektor dari beberapa jenis penyakit. C. arakawae dan C. guttifer merupakan spesies
yang paling dicurigai sebagai vektor-vektor utama leucocytozoonosis, dapat
ditemukan di daerah pantai maupun di daerah pedalaman sampai ketinggian
100-1.253m di atas permukaan laut. Tempat ditemukan biasanya berada di dekat
tempat-tempat yang berair (sungai, selokan, sawa) yang dekat pohon / semak yang
rimbun. Hal ini memberikan petunjuk kuat bahwa daerah penyebaran Culicoides cukup luas (Soekardono,
1986).
Usaha perlindungan terhadap ayam yang
terserang leucocytozoonosis pada saat ini hanya dengan mengandalkan pengobatan
pada ternak, tetapi ini tidak menjamin berulangnya kembali infeksi jika tidak
dilakukan pengendalian serangga (Culicoides) sebagai vektor. Meskipun
mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil dan jarak tebang yang pendek, akan
tetapi Culicoides mudah terbawa angin, dan pengendaliannya cukup sulit.
Faktor-faktor tersebut, serta didukung oleh
kemampuan seekor lalat betina yang dapat menghasilkan beribu-ribu sporozoit,
maka lalat ini mempunyai potensi yang besar dalam menyebarkan penyakit (Morii
and Kitaoka, 1969). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui distribusi dan mengidentifikasi spesies-spesies Culicoides
yang ada di peternakan-peternakan ayam pedaging di wilayah Kabupaten Kediri
sehingga, dapat diketahui spesies yang dicurigai sebagai vektor L. caulleryi.
Data ini diharapkan dapat membantu dalam strategi pengendalian leucocytozoonosis
di masa yang akan datang.
No comments