Penggunaan Nitrogen-Banteri Fiksasi untuk Memperbaiki Hasil Panen.
Fokus
penelitian sekarang--salah satunya yang memiliki pengaruh yang luas—adalah
proses fiksasi nitrogen. Semua binatang dan tanaman dan sebagian besar bakteri
tergantung dari ketersediaan beberapa bentuk nitrogen kombinasi pada
lingkungannya: nitrat (NO3-), ammonia (NH3),
dan nitrogen-nitrogen sejenisnya-yang mengandung senyawa organik seperti asam
amino. Jumlah besar N2, yang tersedia di atmosper tidak mencukupi
dunia biologi kecuali proses fiksasi nitrogen.
Nitrogen telah difiksasi atau
dirubah menjadi pupuk (sebagian besar garam amoniak), dengan proses industri
sejak awal abad ini. Karena N2 merupakan senyawa stabil yang luar
biasa, perubahan N2 menjadi NH3 membutuhkan kondisi yang
keras--temperatur lebih dari 500ºC dan tekanan melebihi 200 atm. Dengan
demikian pembuatan pupuk kimia menghabiskan porsi energi yang sangat berarti.
Disamping itu, jumlah besar pupuk yang digunakan pada lahan justru diserap oleh
sungai, kolam, dan bahkan samudra, yang
kemudian menyebabkan polusi air yang cukup berarti, termasuk pertumbuhan
alga yang tidak diinginkan dan mikroorganisme lain.
Berbeda halnya, proses biologi
fiksasi nitrogen, dilaksanakan oleh sejumlah kecil spesies prokariotik, tidak
membutuhkan bahan bakar ataupun tenaga elektrik dan karena proses ini diatur
sesuai dengan kebutuhan akan nitrogen dilingkungan yang diberikan, maka tidak
menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Dengan demikian, meningkatkan perluasan
fiksasi nitrogen biologi merupakan tujuan penting dibidang bioteknologi.
Menariknya, meskipun sejumlah besar pupuk kimia saat ini digunakan, diperkirakan
banyak nitrogen atmosper yang difiksasi dengan organisme perbaikan nitrogen.
Sesuai dengan salah satu perkiraan, proses biologi memfiksasi enam kali lebih
nitrogen (24 x 107 ton/tahun) dari pada nitrogen yang diubah menjadi pupuk
kimia melalui proses industri. Meskipun kemajuan kecil pada perluasan proses
biologi akan memberikan dampak luas.
Proses biologi fiksasi nitrogen
sangat kompleks dan memerlukan banyak molekul ATP, karena enzim yang terlibat
dalam proses ini harus mengatasi banyak rintangan energi aktivasi yang sama
seperti sistesis kimia amonia. Dua enzim yang dibutuhkan adalah: Komponen I
(nitrogenase) komponen II (nitrogenase reductase). Setelah komponen II
dikurangi dengan reduktan biologi yang kuat (ferredoxin atau flavodoxin), 16
molekul (sudah dipercaya) ATP dihidrolisis untuk menyempurnakan reduksi
komponen I. Hanya dengan komponen II yang sudah direduksi saja tidak mampu mengatasi ringtangan energi
aktivasi. Komponen I yang direduksi kemudian mereduksi N2 menjadi
dua molekul NH3 (Gb. 9.1). Fiksasi nitrogen adalh reaksi reduktif yang kuat,
dan enzim yang terlibat selalu dinonaktifkan secara takterbalikkan ketika
berinteraksi dengan oksigen. Kepekaan oksigen sangat penting untuk
memengertikan biologi tentang N2- fiksasi mikroorganisme seperti
yang digambarkan dibawah ini.
Kemampuan memfiksasi nitrogen
ditemukan pada anggota terpencar kingdom eubakteri. Beberapa genus fiksasi
nitrogen memiliki jarak yang cukup jauh dengan yang lainnya, yang menunjukan
bahwa fungsinya mungkin ditransfer “secara menyamping”—yakni diantara organisme
yang berbeda---selama evolusi. Beberapa kelompok fiksasi nitrogen adalah
organisme bebas. Salah duanya adalah Clostridium dan Klebsiella
fiksasi nitrogen yang berada pada kondisi anaerob, penyerapan yang konsisten
dengan kepekaan oksigen enzim. Bakteri yang hidup bebas lainnya dapat
memfiksasi nitrogen bahkan dalam kondisi aerob, karena masing-masing organisme
ini mengembangkan perlindungan untuk melindungi alat fiksasi nitrogen dari
oksigen. Dengan demikian kyanobacteri, yang melaksanakan fotosintesis,
menunjukan fiksasi nitrogen hanya pada sel-sel khusus yang disebut heterosit,
yang tidak menghasilkan oksigen. Azotobacter membutuhkan oksigen dalam
jumlah yang besar, dan dalam pelaksanaanya bakteri ini melindungi alat fiksasi
nitrogennya. Kelompok bakteri yang lain yang memfiksasi nitrogen hanya ketika
bakteri tersebut memiliki hubungan simbion dengan tanaman. Hasil studi terbaik
tentang pengikat nitrogen simbiotik adalah Rhizhobium, yang menyerang
jaringan akar tanaman leguminous, seperti alfalfa, kacang polong, semanggi, dan
kedelai serta tinggal didalam sel vakuola. Vakuola menjadi terisikan dengan
ikatan oksigen-protein, leghemoglobin, yang dihasilkan tanaman. Kondisi ini
menciptakan lingkungan yang rendah akan oksigen dimana Rhizobium dapat
melaksanakan fiksasi nitrogen.
Organisasi gen yang terlibat dalam
fiksasi oksigen pertama kali diuraikan pada Klebsiella. Sungguh, pada
genus tersebut sejumlah besar gen diorganisaikan menjadi kelompok tunggal gen nif
(Gb. 9.2). penemuan ini mengantarkan, pada awal 1970an, pada suatu ide bahwa
kloning terhadap kelompok gen tersebut kemudian meletakkan hasil klon pada
tanaman panen yang diinginkan mungkin memproduksi persediaan tanaman tanpa
pupuk kimia—sebuah kemungkinan yang jika disadari akan merevolusi pertanian.
Tentu saja situasinya jauh lebih rumit.
Pertama, jika alat fiksasi nitrogen diproduksi dalam sel tanaman yang
tidak tersedia mekanisme perlindungan yang dibutuhkan, proses fiksasi ini akan
dinonaktifkan oleh oksigen. Kedua, sejumlah besar ATP yang dibutuhkan dalam
proses ini juga harus tersedia. Pentingnya keberadaan ATP sangat jelas ketika
kita membandingkan jumlah nitrogen yang difiksasi oleh simbion dan bakteri yang
hidup bebas. Tanah yang ditutupi semanggi merah, membawa pasangan simbionnya, Rhizobium,
memfiksasi kira-kira 300 kg N/hektar/tahun. Sebaliknya, bakteri yang hidup
bebas seperti Azotobakter, pada tanah yang sama, hanya memfiksasi dalam
jumlah yang kecil (sekitar 1 kg N/ hektar/tehun). Diantara organisme yang hidup
bebas, kyanobakteri menyumbangkan lebih besar, tetapi jumlah N2 yang
difiksasi oleh bakteri tersebut dalam kondisi yang terbaik, jumlahnya lebih
kecil dibanding aktivitas Rhizobium-kombinasi semanggi. Perbedaan ini
diakibatkan oleh pemasukan energi yang besar.
Tanaman Leguminous tersusun dengan Rhizobiun dan menunjukan
simbiosis yang sukses dengan mengekspresikan lebih dari 20 gen secara rinci
untuk tujuan tersebut. Salah satu sumbangan dari tanaman inang ini adalah
menyediakan aliran senyawa yang terus-menerus, seperti asam dikarboksilik, yang
merupakan sumber energi bakteri. Fiksasi N2 oleh organisme yang
hidup bebas selalu dibatasi dengan persediaan energi yang terbatas (hal ini
menjelaskan keberhasilan bakteri kyanobakteri, yang merupakan fototropik).
Pemasukan sederhana gen nif tidak memberikan kemampuan pada tanaman
untuk fiksasi Nitrogen.
Kesadaran inilah yang membawa
peneliti untuk mencoba lebih banyak pendekatan sederhana yang berhubungan
dengan perbaikan N2 simbiotik-fiksasi bakteri, seperti Rhizobium.
Salah satu target yang mungkin untuk perbaikan adalah kadar fiksasi
nitrogennya. Pada spesies Rhizobium, semua gen yang terlibat dalam
proses fiksasi nitrogen, dan juga sebagian besar gen yang terlibat interaksi
dengan tanaman diketahui berada dalam plasmid (“Plasmid Sym”). Ukurannya
berkisar 200-300 kb dalam R. leguminosarum sampai 1200-1500 kb dalam R.
meliloti. Penggabungan ekspresi protein regulator pada gen tesebut, atau
peningkatan sederhana jumlah duplikat gen ditemukan untuk memproduksi
peningkatan kecil namun berarti pada jumlah nitrogen yang difiksasi pada
tanaman inang yang sesuai.
Area lain yang memiliki potensi
untuk perbaikan adalah interaksi antara inang-bakteri. Meskipun interaksi
antara Rhizobium dengan inangnya sangat komplek, banyak gen yang sesuai
diidenfikasi. Rhizobium tidak hanya mengenali tanaman yang diujikan
sebagai inang tetapi juga menginduksi semua kumpulan reaksi didalamnya, yang
menyebabkan akar-akar serabut mengeriting, benang infeksi terbentuk, benang
tersebut kemudian berkembang menjadi membrane yang menyelubungi bakteri.
Bakteri ini juga menginduksi tanaman untuk mengeluarkan leghemoglobin, memenuhi
tempat disekitaran bakteri dan menyalurkan dengan konstan sejumlah besar sumber
energi bagi bakteri (seperti asam dikarboksilik), seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Seperti contohnya, produk gen Rhizobium nodD menanggapi senyawa
flavonoid khusus yang diproduksi oleh
tanaman dan mengaktifkan gen lain yang terlibat dalam nodulasi. Dengan
menggabungkan susunan nodD, akan memungkinkan untuk mengubah (dan kadang
memperluas) spesifikasi inang dari strain Rhizobium yang diujikan. Pada
proses nodulasi berikutnya, produk gen nodH dan nodQ Rhizobium
mensintesis berat molekulaar rendah (low-molecular-weight) menandai molekul
yang dikenali oleh tanaman inang khusus, yang menanggapi keritingnya akar
rambut dan sebagainya. Mengganti gen dari spesies Rhizobium yang berbeda
pada gen-gen tersebut menghasilkan penggabungan yang sukses pada susunan inang.
Hasil ini sangat mengagumkan, tetapi
belum ada yang mampu memproduksi strain “perbaikan” yang menunjukan secara
efektif dibawah kondisi penelitian. Salah satu masalah utama adalah bahwa
strain yang dimasukkan dari sumber eksternal tidak selalu mampu bersaing pada
tanah alami. Lahan dimana tanaman leguminous ditumbuhkan pada basis regular,
tanah yang digunakan cenderung mengandung banyak strain Rhizobium yang
khusunya cocok bertahan pada lingkungan yang berbeda, meskipun efesiensi
fiksasi N2nya bisa tidak bersaing dengan strain rancangan terbaru.
Studi menunjukan ketika strain Rhizobium yang seharusnya memfiksasi N2
yang lebih efisien dimasukkan pada lahan tersebut, strain ini sangat jarang
mampu bertahan akan tekanan reaksi dari strain asli. Tujuan lain dari pemasukan
strain Rhizobium yang diatur secara genetik supaya menempel pada hasil
produksi kolonisasi yang lebih baik dan kelompok yang lebih yang mampu
bertahan—namun sayangnya, kondisi ini merupakan bidang yang sedikit diketahui
oleh peneliti.
Usaha untuk memperluas jagkauan
inang Rhizobium yakni untuk menyertakan tanaman nonleguminous, telah
disebutkan sebelumnya. Namun, sedikit dari sifat kompleks interaksi
Rhizobium—tanaman inang akan tidak mudah. Banyak penelitian dilakukan pada
asosiatif dengan alay fiksasi N2, yang hubungan simbiotiknya dengan
tanaman jauh. Spesies Azospirillum misalnya, tumbuh berasosiasi dengan
tanaman bahan pangan monokotil seperti tanaman tebu, ikatan dengan inangnya
hanya berupa lembaran, dan sebagian besar mengkoloni pada permukaan akar. Ada
harga yang harus dibayar untuk hilangnya ciri interaksi. Tanaman tidak dapat
memnyediakan nutrisi secara berkesinambungan ke bakteri dibawah kondisi seperti
itu, efisiensi fiksasi N2 dalam sistem seperti tersebut tidak dapat
terbentuk dalam jumlah yang tinggi
No comments