Breaking News

Produksi Tanaman Transgenik

Seperti yang kita baca sebelumnya, penerapan bioteknologi yang penting dalam pertanian adalah produksi persediaan tanaman yang sudah diperbaiki. Pemasukan gen klon dengan ciri yang diinginkan kedalam tanaman bukanlah permasalahan yang sepele. Sel tanaman dikelilingi oleh dinding sel yang tebal dan kaku, dan DNA biasanya tidak bisa dimasukkan kecuali dinding sel tersebut dihilangkan terlebih dahulu. Meskipun potongan DNA asing dapat dimasukkan kedalam sel tanaman secara sukses, DNA tersebut tidak direplikasi pada keturunan yang sukses. Seperti yang kita lihat pada Bab 3 dan 4, pendekatan sederhana untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan meletakkan segmen klon DNA ke dalam plasmid, yang akan mereflikasi secara tak terbatas pada inang tertentu. Eukariotik rendah seperti yeast kadang-kadang mengandung plasmid, yang digunakan untuk mengkonstruksi kumpulan vektor. Namun, sebagian besar sel tanaman tidak diketahui apakah mengandung plasmid DNA. Pilihan yang lain, adalah menggabungkan DNA klon kedalam kromosom inang, namun ini merupakan peristiwa yang tidak pasti.

            Untuk memproduksi tanamn transgenik, ada beberapa langkah-langkah penting yakni pemasukan material genetik klon kedalam inti sel tanaman secara efisien dan penggabungan yang mudah gen klon kedalam kromosom tanaman. Akan sangat menarik jika digunakan metode terbaik untuk melakukan langkah-langkah tersebut dengan menggunakan sistem yang sudah berada dalam cirri dasar, sistem dimana plan-path-ogenic bakteri Agrobacterium tumefaciens memasukan sejumlah DNA plasmidnya kedalam tanaman dan menyelipkannya kedalam genom tanaman. (penekanan ini merupakan pentingya praktik pada studi “sejarah sifat dasar interaksi Bakteri-tanaman)
            A. Tumefaciens merupakan bakteri Gram-negative yang menyebabkan tidak terkontrolnya penggandaan sel yang ditransformasi, sel yang seperti sel tumor—penyakitnya diketahui sebagai crown gall—pada tanaman inang. Menariknya, homologi rRNA menunjukan A. tumefacien berhubungan dekat dengan Rhizobium, tetapi A. tumefaciens juga mengandung sejumlah besar (200 kb atau bahkan lebih) plasmid “penginduksi tumor”, Ti Plasmid(Gb. 9.3). Wilayah kecil plasmid , wilayah vir (virulence), mengandung sekitar dua lusin gen yang terlibat dalam infeksi tanaman dan pada transfer sejumlah kecil bagian plasmid, T-DNA, kedalam sel tanaman (Figure 9.4). Baru-baru ini pengetahuan akan proses yang rumit ini menunjukan perkembangan yang mengagumkan.
            Gen wilayah vir menjadi aktif menanggapi zat yang menetes dari jaringan tanaman yang terluka. Zat ini merupakan tanda yang menunjukan sel A. tumefaciens yang berada didepan tanaman yang terluka dan mudah diserang. Protein yang menyadari dan menannggapi tanda tersebut, VirA dan VirG, merupakan anggota family protein regulator prokariotik, yang sering disebut sistem dua komponen, yang membuat beberapa organisme mampu menanggapi secara adaptip untuk mengubah keosmolaran, ketersediaan sumber nitrogen, keberadaaan chemoattractant, dan sebagainya (Gb. 9.5). Sistem dua komponen secara khusus mengandung protein sensor yang terletak dalam membrane sitoplamik. Keberadaan molekul sinyal mengaktifkan fungsi protein kinase dari sensor ini, dengan konsekuensi posporilasi pada komponen kedua, regulator respon dan protein transducer. Posporilasi ini mengaktifkan regulator respon, dan contohnya dapat mengaktifkan transkripsi dari gen yang bersangkutan.
  
Sistem Ti Agrobacterium tampaknya hampir dibuat jahitan untuk ekploitasi yang dilakukan oleh ilmuwan bioteknologi. Transfer T-DNA ditentukan secara esensial dengan pengulangan “tepi” 25-bp. DNA diantara pengulangan tersebut ditransfer dan diintegrasi tanpa memperhatikan susunannya. Karena itu, insersi materi genetis yang tak berhubungan ke tengah segmen T-DNA plasmid tidak memiliki pengaruh negatif pada transfer dan integrasi segmen tersebut ke dalam sel inang.
Sayangnya, plasmid Ti terlalu besar untuk dimanipulasi secara in vitro. Oleh karena itu, bagian DNA asing yang diklon hampir selalu dimasukkan ke dalam plasmid vektor yang lebih kecil terlebih dahulu. Kemudian satu dari dua strategi digunakan untuk mentransfer susunan yang diklon ke dalam tanaman.
·         Penggunaan kointegrasi menengah. Dalam hal ini, lebih sering frekuensi metode yang digunakan, gen asing diinsersi ke dalam vektor kecil, seperti turunan pBR322 (begitu sering digunakan untuk kloning dalam E.coli), dengan metode in vitro yang biasa dilakukan dalam teknologi DNA rekombinan. Kemudian sel A. tumefaciens yang mengandung plasmid Ti yang dimodifikasi (memproduksi non-tumor) diubah dengan plasmid rekombinan ini. Plasmid Ti yang dimodifikasi juga mengandung potongan susunan pBR322 diantara tepi kanan dan kiri daerah T-DNAnya. Karena homolog dengan replikon pBR322 ini, rekombinasi dapat terjadi untuk meregenerasi suatu plasmid kointegrasi yang mengandung keseluruhan susunan dari plasmid yang lebih kecil antara tepi T-DNA bagian kanan dan kirinya (gambar 9.9). Jika populasi dipilih untuk keberadaan gen penanda, seperti gen plasmid pBR322 yang resisten terhadap obat-obatan, hanya sel-sel yang mengandung kointegrasi yang bertahan dari seleksi. Sel yang terkointegrasi menginjeksi susunan diantara kedua tepi, yang mengandung gen asing, ke dalam tanaman.
Metode kointegrasi memiliki beberapa kebalikan. Potongan DNA yang diinjeksi relatif besar, mengandung banyak informasi yang tidak berkaitan, jadi susah untum mengontrol proses transfer gen dengan pasti. Seringkali, hanya sebagian dari DNA ini yang terintegrasi dalam genom tanaman. Lebih jauh lagi, gen “penanda” resisten terhadap antibiotik mungkin ditransfer dalam plasmid Ti dengan mekanisme selain rekombinasi homolog, dan karenanya tidak ada jaminan bahwa sel donor Agrobacterium mengandung kointegrasi yang diharapkan. Akhirnya, mengetahui struktur kointegrasi dengan metode in vitro biasa sulit dilakukan karena ukurannya yang besar. Pertimbangan atas poin ini menimbulkan perkembangan pendekatan plasmid biner.
·         Penggunaan vektor biner. Metode ini mengambil keuntungan dari fakta bahwa gen-gen vir pada suatu plasmid dapat mengkatalis pemotongan dan transfer susunan T-DNA yang berlokasi pada plasmid lainnya; itulah, gen-gen ini dapat bertindak dalam trans. Pendekatan plasmid biner meliputi kloning fragmen DNA yang diinginkan ke dalam susunan T-DNA vektor plasmid dengN cakupan inang yang luas yang mampu bereplikasi baik dalam E. coli maupun A. tumefaciens. Plasmid DNA kemudian dimasukkan ke dalam sel A. tumefaciens yang mengandung plasmid Ti “dilucuti” dengan gen-gen vir kecuali susunan T-DNA. Gen-gen vir dari plasmid yang dilucuti mempengaruhi transfer T-DNA sari plasmid lain tanpa pembentukan kointegrasi menengah (gambar. 9.10). Dalam metode ini, hanya potongan DNA yang telah diselipkan diantara tepi kanan dan kiri dari plasmid yang lebih kecil yang ditransfer ke dalam tanaman, memungkinkan kontrol proses secara lebih tepat.
Kedua metode ini memerlukan beberapa perubahan dalam plasmid Ti. Dalam plasmid Ti yang digunakan untuk metode kointegrasi, gen-gen penghasil tumor dinonaktifkan atau dihilangkan; sebaliknya, sel-sel tanaman yang berubah akan menjadi tumor, bukan “tanaman transgenic” sehat. Terlebih lagi, susunan pBR diinsersi ke dalam daerah T-DNA, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 9.9. Dalam plasmid Ti yang digunakan untuk strategi plasmid biner, keseluruhan wilayah T-DNA dihilangkan (lihat gambar 9. 10); sebaliknya, T-DNA dari plasmid Ti akan bersaing dengan injeksi T-DNA dari plasmid yang lebih kecil.
Strategi manapun yang digunakan, site insersi gen-gen asing biasanya terapit diantara susunan promoter yang berfungsi secara efektif dalam tanaman dan susunan terminator. Protein promoter 35S dan virus mozaik bunga kol (CaMV) cukup dikenal karena kemampuan ekspresinya yang tinggi dalam berbagai varieatas tanaman. Susunan terminator yang terkenal adalah susunan nopalin sintetase. (Suatu terminator efektif menjamin ujung 3’ dari mRNA diproses dan dipoliadenilasi sehingga mRNA memperoleh tingkat stabilitas yang memadai).
Disamping itu, daerah yang dimasukkan dalam tanaman harus mengandung penanda yang baik sehingga sel-sel tanaman yang telah menerima dan mengintegrasi gen-gen asing dapat diterima dengan mudah. β-Glukuronidase merupakan suatu penanda yang aktivitasnya dapat siap dideteksi dalam jaringan tanaman. Bahkan penanda yang lebih bermanfaat adalah yang memungkinkan pemilihan, tidak hanya menutupi, untuk sel-sel tanaman dengan T-DNA yang terintegrasi. Sekarang ini, penanda yang paling populer dari jenis ini adalah gen neomisin (aminoglikosida) fosfotransferase II, yang secara efektif menonaktifkan antibiotik aminoglikosida yang aktivitasnya dapat terdeteksi melawan sel tanaman, seperti neomisin dan kanamisin.
Transfer T-DNA melalui pembentukan kointegrasi plasmid. Plasmid pBR mengandung suatu penanda yang dapat dipilih dalam A. tumefaciens, seperti penanda resistensi terhadap antibiotik yang sesuai )kotak terbuka). DNA asing diklon dalam plasmid pBR, dan plasmid gabungan dimasukkan dalam A. tumefaciens yang telah mengandung plasmid Ti yang sudah “dilucuti dengan menghilangkan gen-gen yang bertanggungjawab atas produksi tumor dan telah diubah lebih jauh dengan menggabungkan fragmen kecil dari susunan pBR di tengah T-DNA. Asal replikasi dalam plasmid pBR berfungsi dengan baik dalam E. coli tapi tidak berfungsi sama sekali dalam A. tumefaciens. Karenanya pemilihan antibiotik hanya memperkaya sel-sel yang mengandung kointegrasi, yang dibentuk dengan rekombinasi homolog, menggunakan susunan homolog pBR, diantara plasmid Ti dan plasmid pBR. Karena kointegrasi mengandung seluruh gen vir, gen asing tersebut akan ditransfer ke dalam tanaman sebagai bagian dari T-DNA yang termodifikasi. Dari Lurquin, P.F. (1987). Ekspresi gen asing dalam sel tanaman, Prog. Nucl. Acid Res. 34:143-188, dengan ijin.
Transfer T-DNA dengan sistem vektor biner. DNA asing diklon ke tengah plasmid T-DNA, ditunjukkan di bagian atas, yang mengandung satu atau lebih origin replikasi yang berfungsi baik dalam E. coli maupun dalam A. tumefaciens. Dalam vektor tertentu yang ditunjukkan, susunan T-DNA asli telah digantikan oleh site kloning berganda (MCS), diikuti oleh suatu susunan terminator fungsional dalam tanaman, bertempat diantara susunan tepi kiri (LB) dan kanan (RB). Plasmid tersebut juga mengandung gen resisten terhadap antibiotik (dalam hal ini aminoglikosida fosforitransferase, aph, untuk memungkinkan pemilihan sel yang mengandung plasmid pada cawan yang berisi aminoglikosida). Plasmid gabungan ini dimasukkan ke dalam sel A. tumefaciens yang mengandung plasmid lainnya, ditunjukkan di bagian bawah. Plasmid yang lebih besar, suatu turunan plasmid Ti, hanya mengandung daerah vir dan origin replikasi dan secara keseluruhan tidak ada wilayah T-DNA. Karena kedua plasmid tidak memiliki susunan umum, tidak ada pembentukan gabungan dan kointegrasi. Meskipun demikian, produk gen vir pada plasmid yang lebih besar dapat memediasi transfer tersebut, ke dalam tanaman, dari susunan T-DNA plasmid lainnya.
Contoh-contoh Tanaman Transgenik
Kami contohkan A. tumefaciens
Sistem Agrobacterium merupakan sistem yang mengagumkan untuk memasukkan gen asing ke dalam kromosom tanaman. Transfer ke dalam sel tanaman utuh terjadi pada frekuensi tinggi, T-DNA juga biasanya terintegrasi ke dalam kromosom tanaman pada frekuensi tinggi tanpa mengalami perubahan structural, dan sel-sel yang telah menerima T-DNA dapat dipilih dengan mudah dengan menggunakan resisten antibiotik sperti penanda resisten terhadap neomisin. Akhirnya, tanaman transgenic diproduksi dengan cara ini cukup stabil setidaknya untuk beberapa generasi. Akibatnya, hampir seluruh tanaman transgenic yang ada dengan ciri-ciri yang secara potensi diinginkan telah dikumpulkan dengan metode ini.
Dalam kasus yang lebih sederhana, ciri-ciri yang diinginkan muncul dalam tanaman transgenik melalui ekspresi berkelanjutan dari gen-gen asing. Di bawah ini kami mendaftar beberapa contoh tanaman transgenic jenis ini.

No comments