Tebu ( Saccharum Officinarum )
Tebu merupakan tumbuhan monokotil dari famili
rumput-rumputan (Gramineae), Batang tanaman tebu memiliki memiliki
anakan tunas dari pangkal batang yang membentuk rumpun. Tanaman ini memerlukan
waktu musim tanam sepanjang 11- 12 bulan. Tanaman ini berasal dari daerah
tropis basah sebagai tanaman liar
Botani Tebu
( Saccharum Officinarum )
Klasifikasi
botani tanaman tebu adalah sebagai berikut ( slamet,2004 ):
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminalisesar
Familia : Gramineae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminalisesar
Familia : Gramineae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum
Tanaman tebu mempunyai sosok yang
tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak.tanaman yang tumbuh baik tinggi
batangnya dapat mencapai 3- 5 meter atau lebih. Termasuk dalam jenis
rumput-rumputan bertahunan,besar, tinggi sistem perakaran besar,menjalar,batang
kokoh, dan terbagi kedalam ruas-ruas; ruas beragam panjangnya 10-30
cm,menggembung,menggelondong,atau menyelindiris.pada batangnya terdapat lapisan
lilin yang berwarna putih keabu-abuan daun berpangkal pada buku batang dengan
kedudukan yang berseling (penebar swadaya, 2000).
Beberapa kondisi lingkungan yang
diperlukan untuk mendukung perkembangan tanaman tebu antara lain :
a) Berada pada daerah tropis yang basah (35o LS
dan 39o LU), dengan topografi 0 – 1400 mdpl.
b) CH 200 mm/bulan pada 5-6 bulan berturut-turut,
125 mm/bulan 2 bulan transisi dan kurang 75 mm/bulan pada 4-5 bulan
berturut-turut.
c) Kecepatan angin kurang dari 10
km/jam.
d) Suhu udara 24-30 oC, dengan beda suhu
siang dan malam tidak lebih dari 10 oC.
e) Bentuk areal datar hingga berombak
dengan kemiringan lereng kurang dari 2 %.
f) Kedalaman jeluk efektif minimal 50 cm.
g) Tekstur tanah sedang sampai berat atau
menurut klasifikasi tekstur tanah (Buckman and Brady, 1960) adalah lempung,
lempung berpasir, lempung berdebu, liat berpasir, liat berlempung, liat berdebu
dan liat atau yang tergolong bertekstur agak kasar sampai halus.
h)
pH tanah optimal pada 6-7.
i)
Status hara bagi tanaman
tebu dengan kriteria N total > 1,5, P2O5 tersedia >
75 ppm, K2O tersedia > 150 ppm dan kejenuhan Al < 30 %.
Ampas tebu ( bagase )
Ampas
tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi
(pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 –
40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007)
menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada
musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia
(Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di
Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu
yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari
ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan
baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan
lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut
belum dimanfaatkan
(Husin, 2007).
Kandungan
Tebu
Komponen kimia serat sabut tebu dan beberapa serat
penting lainya dapat dilihat pada tabel
No
|
Serat
|
Lignin
( % )
|
Selulosa
( % )
|
Hemiselulosa
( %)
|
1.
|
Tandan Sawit
|
19
|
65
|
-
|
2.
|
Mesocrap Sawit
|
11
|
60
|
-
|
3.
|
Sabut Tebu
|
40-50
|
32-43
|
0,15-0,25
|
4.
|
Pisang
|
5
|
63-64
|
19
|
5.
|
Sasal
|
Okt-14
|
66-72
|
12
|
6.
|
Daun Nanas
|
12,7
|
81,5
|
0
|
Sumber :
Kliwon (2002 ).
Bila tebu dipotong akan terlihat serat
jaringan pembuluh ( vascular bundle ) dan sel parenkim serta terdapat cairan
yang mengandung gula.serat dan kulit batang sekitar 12,5 dari berat tebu.dari
satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40 % dari berat tebu yang
digiling ( penebar swadaya, 2000)
Sifat mekanis
ampas tebu
sifat
mekanis ampas serat sabut tebu dan beberapa serat penting lainya dapat
ditunjukkan pada tabel.
Tabel.sifat mekanis beberapa serat penting.
No
|
Serat
|
Kekuatan Tarik
(Mpa )
|
Pemanjangan
( % )
|
Kekerasan
( Mpa )
|
1.
|
Tandan Sawit
|
248
|
14
|
2000
|
2.
|
Mesocrap Sawit
|
80
|
17
|
500
|
3.
|
Sabut Tebu
|
140
|
25
|
3200
|
4.
|
Pisang
|
540
|
3
|
816
|
5.
|
Sasal
|
580
|
4,3
|
1200
|
6.
|
Daun Nanas
|
640
|
2,4
|
970
|
Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas
adalah seperti dalam Tabel 2. berikut:
Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu
Kandungan
|
Kadar (%)
|
Abu
Lignin
Selulosa
Sari
Pentosan
SiO2
|
3,82
22,09
37,65
1,81
27,97
3,01
|
Pada
umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar
bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami
pengeringan. Disamping untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai
bahan baku pada industri kertas, particleboard, fibreboard, dan
lain-lain (Indriani dan Sumiarsih, 1992).
Kegiatan pembangunan kawasan industri dan
pertambangan berdampak positif bagi masyarakat luas, yaitu menciptakan lapangan
kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun, keberhasilan tersebut
diikuti oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri menimbulkan permasalahan lingkungan bagi
masyarakat sekitarnya, yaitu pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3)
melalui limbahnya. Limbah industri yang dibuang ke badan air atau sungai dan
lingkungan sekitarnya dapat mencemari tanah dan air.
Pencemaran yang dihasilkan dari proses produksi industri
banyak mengandung bahan
berbahaya, misalnya logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan plumbo
(Pb). Jenis logam berat tersebut cenderung
meningkatkan kasus keracunan dan gangguan kesehatan masyarakat (Sugijanto et al, 1991). Hal yang menyebabkan logam berat menjadi bahan pencemar yang berbahaya itu karena logam berat tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh organisme hidup, sehingga terakumulasi ke lingkungan. Hasil akumulasi tersebut mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks
bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi dan kombinasi. Biota di
perairan yang tercemar logam berat dapat mengakumulasi logam berat tersebut
dalam jaringan tubuhnya. Semakin
tinggi kandungan logam berat dalam perairan maka semakin tinggi kandungan logam
berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut (Rai et al, 1981).
Industri penghasil limbah yang mengandung
persenyawaan logam berat terbanyak
adalah industri pelapisan logam, yang menggunakan senyawa logam berat sebagai
zat pewarna dan pelapis. Beberapa
industri pelapisan logam di Jakarta menghadapi kesulitan untuk menangani limbah
proses Hard Chrome yang memiliki kandungan krom (Cr) sebesar 75900 mg/L
dan besi (Fe) sebesar 18610 mg/L. Beberapa jenis logam lain yang juga terdapat
dalam limbah proses Hard Chrome perusahaan tersebut adalah tembaga (Cu)
dan mangan (Mn) dengan kadar 777 mg/L dan 92.5 mg/L (Soemantojo, 2005).
Dampak dari limbah industri logam berat di Jakarta
tersebut diperkuat lagi dengan data yang tertulis dalam surat kabar harian
Pikiran Rakyat pada tanggal 30 Desember 2009 bahwa sekitar 60% Sungai Citarum tercemar
oleh limbah industri kimia, peternakan, dan pertanian, sisanya merupakan limbah
organik dan rumah tangga. Tidak hanya menjadikan air keruh, biota perairan terutama ikan akan mati akibat
logam berat yang terakumulasi dalam waduk. Dari hasil penelitian yang dilakukan PT Indonesia
Power bersama Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL)
Universitas Padjadjaran, Bandung, pada tahun 2004 menerangkan bahwa kualitas air Waduk Saguling sudah di atas ambang batas normal. Salah satu contohnya, pada kandungan merkuri (Hg) yang mencapai angka 0,236. Pada kenyataannya standar baku mutu menunjukkan bahwa angka aman bagi kandungan merkuri hanya adalah 0,002. Logam merkuri tersebut berasal dari
pakan ikan dan industri plastik, sedangkan logam berat lainnya
berasal dari pabrik tekstil untuk proses pewarnaan kain. Akumulasi logam berat ini yang akan menjadi masalah besar di masa mendatang. Pada saat
ini air dari Waduk Saguling tidak layak lagi dimanfaatkan untuk konsumsi, pertanian,
dan perikanan (Citarum Fact
Sheet, 2010).
No comments