Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Pada Hewan
Penyakit mulut dan kuku disingkat PMK merupakan penyakit hewan menular yang menyerang hewan berkuku belah baik hewan ternak maupun hewan liar seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa/kijang, onta dan gajah. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Di dunia internasional, penyakit PMK disebut foot and mouth disease yang disingkat dengan FMD. Penyakit PMK atau FMD disebabkan oleh virus yang dinamai virus penyakit mulut dan kuku (virus PMK) atau foot and mouth diseases virus (FMDV). Virus ini masuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus
Gejala penyakit
Masa inkubasi penyakit (waktu masuknya virus sampai timbul
gejala) berkisar antara 2-8 hari. Gejala penyakit PMK pada setiap jenis hewan
bervariasi. Namun secara umum, penyakit ini menunjukkan gejala: demam tinggi
(mencapai 39°C) selama beberapa hari, tidak mau makan dan terjadi luka/lepuh
pada daerah mulut (termasuk lidah, gusi, pipi bagian dalam dan bibir) dan
keempat kakinya (pada tumit, celah kuku dan sepanjang coronary bands kuku atau
batas kuku dengan kulit). Luka/lepuh juga bisa terjadi pada liang hidung,
moncong, dan puting susu.
Sapi yang terserang PMK, pada umumnya menunjukkan gejala
mengeluarkan air liur berlebihan (hiper salivasi) disertai busa pada sapi bali
yang terinfeksi penyakit PMK memperlihatkan hipersalivasi dan berbusa, hewan
lebih senang berbaring, luka/lepuh berdarah pada mulut, pada seluruh teracak
kaki dan suhu tubuh mencapai 40°C. Pada sapi perah disamping gejala tersebut di
atas, terjadi penurunan produksi susu. Pada babi, gejala lebih dominan berupa luka/lepuh
pada kaki/teracak kaki dan biasanya babi mengalami kelemahan, sedangkan pada
domba, kambing dan rusa, luka berupa lepuh-lepuh kecil dan sulit dilihat
sehingga diperlukan pengamatan yang teliti.
Cara Penularan
Penyakit mulut dan kuku (PMK) menular dengan cepat. Virus
masuk ke dalam tubuh hewan melalui mulut atau hidung dan virus memperbanyak
diri pada sel-sel epitel di daerah nasofaring, virus PMK kemudian masuk ke
dalam darah dan memperbanyak diri pada kelenjar limfoglandula dan sel-sel
epitel di daerah mulut dan kaki (teracak kaki) mengakibatkan luka/lepuh.
Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain terutama hewan yang peka dapat
terjadi dengan dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.
Penularan secara langsung terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan
sakit, kontak dengan air liur dan leleran hidung, dan bahan-bahan yang
terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Sedangkan penularan secara tidak
langsung terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK,
seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging,
jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit. Penyebaran
PMK dari suatu daerah ke daerah lain pada umumnya terjadi melalui perpindahan
atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan
karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh.
Indonesia pernah menjadi negara tertular PMK, dan penyakit
ini pertama kali dilaporkan pada pada tahun 1887 di Malang, yang kemudian
menyebar ke berbagai wilayah Indonesia, seperti pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara
Timur, Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan.
Namun pada tahun 1990, Indonesia berhasil dibebaskan kembali
dari PMK yang status bebasnya dinyatakan dinyatakan dalam Resolusi OIE no XI
tahun 1990. Pada tahun 2013 pemerintah Indonesia menetapkan bahwa PMK merupakan
penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang harus diwaspadai dan dicegah
(Menteri Pertanian 2013). Sampai saat ini Indonesia masih dinyatakan bebas dari
PMK dan tanpa program vaksinasi yang diputuskan dengan Resolusi OIE no XV tahun
2019.
Nampaknya tahun 2022 Indonesia tidak lagi bebas PMK dengan
munculnya kembali PMK di Jawa Timur yang dikonfirmasi oleh PUSVETMA pada
tanggal 5 Mei 2022.
Bali sebagai daerah pelestarian sapi bali yang merupakan
plasma nutfah Indonesia, perlu memberikan perhatian dan meningkatkan
kewaspadaan terhadap kemungkinan akan masuknya penyakit Mulut dan Kuku ke Bali
dengan meningkatkan biosekuriti, untuk mencegah masuknya penyakit ini yang akan
membahayakan sapi bali di Bali dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi.
Biosekuriti merupakan serangkaian tindakan yang meliputi: 1.). Perlindungan
pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan
pelaksanaan surveilans, 2). Melarang pemasukan ternak dari daerah lain,
terutama daerah tertular, 3). Melakukan tindakan karantina dengan ketat, 4).
Menjaga kondisi ternak dengan manajemen pemeliharaan yang baik, 5).
Meningkatkan sanitasi dan mendesinfeksi kandang dan sekitarnya secara berkala.
Tindakan biosekuriti tersebut harus diterapkan secara
bersama-sama dan kompak oleh seluruh masyarakat baik dari unsur Pemerintah
maupun petani, peternak dan pengusaha khususnya pengusaha yang terkait dengan
bidang pertanian, peternakan.
Source:
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali
No comments