Vaksinasi booster pada orang tua menyebabkan gangguan netralisasi SARS-CoV-2 dan sel B atipikal
Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di preprint server medRxiv*, para peneliti memeriksa respons antibodi penetralisir terhadap severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) pada individu berusia 70 atau lebih yang telah menerima dua dosis utama AZD1222 (ChAdOx1 nCov -19), diikuti dengan satu dosis booster vaksin BNT162b2 atau mRNA-1273 messenger ribonucleic acid (mRNA).
Latar belakang
Di Inggris Raya, vaksin vektor adenoviral AZD1222 dan vaksin
mRNA BNT162b2 dan mRNA-1273 telah digunakan untuk vaksinasi luas terhadap
penyakit coronavirus 2019 (COVID-19).
Varian SARS-CoV-2 yang muncul dikaitkan dengan peningkatan
penghindaran kekebalan, berkat mutasi terutama pada spike protein's receptor
binding domain. Namun, selain varian yang baru muncul, berkurangnya kekebalan
telah memperkuat kebutuhan akan dosis booster.
Dosis booster ketiga telah terbukti menginduksi sel B
spesifik protein lonjakan stabil yang menghasilkan respons penetralan terhadap
varian SARS-CoV-2 dengan mutasi RBD. Namun, umur panjang kekebalan sel B
ditentukan terutama oleh usia.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa respons
penetralan terhadap dua dosis vaksin mRNA primer tidak optimal pada populasi
lanjut usia. Namun, respon antibodi penetralisir pada orang tua terhadap dosis
vaksinasi booster belum diselidiki.
Tentang studi
Penelitian ini terdiri dari 60 orang yang telah menerima dua
dosis vaksin AZD1222 dan satu dosis dari salah satu dari dua vaksin penguat
mRNA. Para peserta dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan usia, di mana satu
kelompok terdiri dari individu yang lebih muda dari 70 tahun, dan yang lainnya
terdiri dari individu berusia 70 tahun ke atas.
Sampel darah dikumpulkan satu bulan setelah dosis kedua,
enam bulan setelah dosis kedua, dan satu bulan setelah dosis booster.
Aktivitas netralisasi antibodi yang ditimbulkan oleh
vaksinasi dalam serum diukur berdasarkan pengenceran serum yang diperlukan
untuk 50% infection inhibition (ID50). Batas untuk netralisasi yang tidak
mencukupi adalah nilai ID50 dari 20 atau kurang.
Sitometri aliran berbasis partikel multipleks digunakan
untuk menilai antibodi yang mengikat protein lonjakan SARS-CoV-2. Selain itu,
uji FLUOROSPOT untuk interferon-gamma (IFNγ) dan interleukin-2 (IL-2) dilakukan
untuk mengukur respons sel T.
Intensitas fluoresensi rata-rata mengukur kadar total spike
immunoglobulin G (IgG). Lentivirus bertipe spike-pseudotype untuk tipe liar
SARS-CoV-2 D614G, Delta, dan protein spike Omicron digunakan untuk menilai
antibodi penetralisir.
Selain itu, para peneliti melakukan single-cell ribonucleic
acid sequencing (scRNAseq) untuk mengukur ekspresi gen. Pengurutan reseptor sel
B dan T juga dilakukan pada peripheral blood mononuclear cells (PBMC).
Temuan studi
Antibodi penetralisir dan respon sel B dan T tidak menunjukkan
perbedaan pada kedua kelompok umur setelah vaksinasi primer. Selain itu,
antibodi penetralisir berkurang secara signifikan dalam enam bulan setelah
dosis vaksinasi primer kedua.
Dosis booster vaksin mRNA pertama menghasilkan peningkatan
titer antibodi yang signifikan. Namun, individu dalam kelompok usia 70 atau
lebih menunjukkan respons netralisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan
individu yang lebih muda dari 70 tahun.
Tingkat IgG serum terhadap protein lonjakan SARS-CoV-2 dan
sel B spesifik lonjakan adalah sama di kedua kelompok usia. Namun, kelompok
usia yang lebih tua menunjukkan gangguan respons sel T untuk sekresi IFNγ dan
IL-2.
Pengurutan reseptor sel T menunjukkan bahwa ekspresi gen
jalur pensinyalan untuk reseptor sel T lebih rendah untuk individu berusia 70
tahun atau lebih. Sebaliknya, data scRNAseq menunjukkan bahwa ekspresi gen
jalur pensinyalan reseptor sel B ditingkatkan.
Kelompok usia yang lebih tua juga menunjukkan peningkatan
tingkat sel B memori atipikal, yang menurut penulis ditimbulkan oleh sekresi
IFNγ dan IL-21 yang merupakan konsekuensi dari peningkatan peradangan pada
orang tua.
Studi sebelumnya dengan tikus telah melaporkan bahwa vaksin
AZD1222 memunculkan respons pusat germinal yang lebih rendah pada tikus yang
lebih tua. Ini menunjukkan bahwa proliferasi sel B atipikal pada individu yang
lebih tua dapat disebabkan oleh keterlibatan jalur ekstra-folikel dalam
produksi sel B memori.
Kesimpulan
Temuan penelitian menunjukkan bahwa dosis booster vaksin
mRNA menghasilkan respons antibodi penetralisir yang lebih rendah pada kelompok
usia yang lebih tua dan respons sel B dan IgG spesifik lonjakan yang serupa
untuk kedua kelompok usia.
Individu berusia 70 dan lebih tua menunjukkan akumulasi sel
B memori atipikal dan pengurangan respons reseptor sel T dan ekspresi gen jalur
pensinyalan, yang menurut penulis menjelaskan tingkat antibodi penetralisir
yang lebih rendah. Respons vaksin yang terganggu secara kumulatif dapat
menyebabkan peningkatan kerentanan orang tua terhadap COVID-19.
*Pemberitahuan Penting
medRxiv menerbitkan laporan ilmiah awal yang tidak ditinjau
oleh rekan sejawat dan, oleh karena itu, tidak boleh dianggap sebagai
konklusif, memandu praktik klinis/perilaku terkait kesehatan, atau diperlakukan
sebagai informasi yang mapan.
Journal reference:
Ferreira, I. A. T. M., Lee, C. Y. C., Foster, W., et al. (2022). Atypical B cells and impaired SARS-CoV-2 neutralisation following booster vaccination in the elderly. medRxiv. doi:10.1101/2022.10.13.22281024. https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2022.10.13.22281024v1.
No comments