Breaking News

Tekanan Osmosis

Komponen potensial tumbuhan terutama terdiri dari atas potensial osmosis (solute) dan potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel,air murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air meninggalkan sel. Untuk mengatur potensial osmosis , potensial turgor nol . potensial turgor sama dengan nol jika sel mengalami plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa keluarnya cairan sel karena adanya tekanan osmosa,bilamana sel tersebut berada dalam larutan yang hipertonis dalam keadaan “inspien plasmolysa”, tekanan osmosa cairan sel sama dengan tekanan osmosa larutan dimana sel tersebut direndam. Jika sel dalam larutan yang encer (hipotonis) maka cairan yang untuk merendam sel tersebut akan mengalir masuk kedalam sel , sel menggembung.
Inspien plasmolysa dapat dikenali apabila dalam suatu larutan dijumpai sekumpulan sel yang 50% tidak berplasmolisis.dalam hal ini digunakan nilai rata-rata karena potensial osmosis sel-sel tersebut tidak sama .
Pada waktu terjadi plasmolisis inspien , sel berada dalam keadaan tanpa tekanan. Potensial osmosis larutan eksternal memiliki nilai sama dengan potensial osmosis ciran sel.dalam keadaan seperti ini larutan eksternal dikatakan isotonic terhadap cairan sel.
Dengan menghitung nilai potensial osmosis larutan sukrosa yang isotonic terhadap cairan sel,maka nilai potensial osmosis sel dapat diketahui. Nilai potensial osmosis cairan sel tumbuhan berkisar -10 dan -20 atm .
Nilai potensial air di dalam sel dan nilainya di sekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan ke dalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menetukan nilai potensial airnya, yaitu matriks sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan (Wilkins, 1992). Sel tumbuhan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sel epidermis bawah daun Rhoeo discolor, sedangkan konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan adalah 0 M; 0,16 M; 0,18 M; 0,20 M; 0,22 M; 0,24 M dan 0,26 M.
Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya. Menurut Kimball (1983) bahwa proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air seimbang dengan masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi.
Sistem osmotik,alat ukur osmosis disebut osmometer.umunya osmometer adalah perkakas laboratorium,tapi sel hidup dapat pula di anggap sebagai sistem osmotik. Pada keduanya ,biasanya terdapat 2 hal yang penting pertama ,2 larutan atau lebih atau air murni ,dipisahkan satu sama lain oleh membran yang lebih membatasi pergerakan unsur terlarut daripada molekul pelarut.kedua,biasanya terdapat sarana untuk membangun membrannya bersifat semi permiable yang melakukan pelarut air dengan mudah tapi tidak melarutkan larutan. Larutan demikian kuat terbatasi sehingga pergerakan air kedalam osmometer tidak banyak menaikkan volume larutan.osmometer yang ha,pir sempurna dapat dibuat di laboratorium namun sel tidak pernah berfungsi sebagai sistem osmotik yang sempurna.(Frank B salisbury,1995;47)
Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasme yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah (Salisbury, 1995).
Komponen potensial air pada tumbuhan terdiri atas potennsial osmosis (solut) dan potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel, air murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air meninggalkan sel. Pengaturan potensial osmosis dapat dilakukan jika potensial turgornya sama dengan nol yang terjadi saat sel mengalami plasmolisis. Nilai potensial osmotik dalam tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : tekanan, suhu, adanya partikel-partikel bahan terlarut yang larut di dalamnya, matrik sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Nilai potensial osmotik akan meningkat jika tekanan yang diberikan juga semakin besar. Suhu berpengaruh terhadap potensial osmotik yaitu semakin tinggi suhunya maka nilai potensial osmotiknya semakin turun (semakin negatif) dan konsentrasi partikel-partikel terlarut semakin tinggi maka nilai potensial osmotiknya semakin rendah (Meyer and Anderson, 1952).
Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992). Menurut Winduwati (2000), karakteristik permeasi air pada membran osmosis balik telah dipelajari dengan menggunakan membran komposit modul modul sopitral wound dan larutan klorida dalam air dalam larutan umpan.
Percobaan yang memiliki judul Tekanan Osmosis dengan sub judul Plasmolisis ini bertujuan untuk menemukan fakta tentang gejala plasmolisis, menunjukkan factor penyebab plasmolisis, mendeskripsikan peristiwa plasmolisis, serta menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan status potensial osmotic antara cairan selnya dengan larutan di lingkungannya. Berdasarkan literatur disebutkan bahwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya membran sel dari dinding sel sebagai dampak hipertonisnya larutan di luar sel, sehingga cairan yang berada di dalam sel keluar dari sel dan akibatnya tekanan turgor sel menjadi 0. Efek selanjutnya yang ditimbulkan adalah karena potensial air dalam sel lebih tinggi dari luar sel, maka air di luara sel bergerak ke dinding sel mendesak membran sel yang mengakibatkan membran sel terlepas dari dinding sel. Objek percobaan kali ini adalah daun Rhoe discolor.

Klasifikasi  dan Deskripsi Rhoe discolor
Berdasarkan litelatur yang didapatkan, deskripsi dari daun Rhoe discolor adalah sebagai berikut:
Klasifikasi ilmiah
Kingdom         : Plantae
Sub kingdom   : Tracheobionta
Super divisio   : Spermatophyta
Divisio             : Magnoliophyta
Class    : Liliopsida
Ordo    : Commelinales
Famili : Commelinaceae
Genus : Rhoeo
Spesies            : Rhoeo discolor
Nama daerah   : Tanaman Adam dan Hawa

Deskripsi
Habitus            : Semak, tinggi 40-60 cm.
Batang             : Kasar, pendek, lurus, coklat.
Daun               : Tunggal, lonjong,ujung runcing, pangkal memeluk batang, tepi rata, panjang 25-30 cm, lebar 3-6 cm, permukaan atas hijau, permukaan lainnya merah kecoklatan.
Bunga              : Majemuk, bentuk mangkok, di ketiak daun, terbungkus, kelopak seperti kerang, benang sari silindris, banyak, putih, kepala putik kuning, mahkota bentuk segitiga, tiga lembar,
putih
Akar                : Serabut, kecoklatan.

Analisa hasil Pengamatan
Pada percobaan ini, yang dipakai sebagai preparat adalah sayatan tipis epidermis daun Rhoe discolor bagian bawah. Dalam membuat preparat segar dari daun tersebut harus memperhatikan ketentuan dalam membuat preparat yang telah diajarkan sebelumnya. Sedangkan syarat objek dapat diamati di bawah mikroskop adalah tembus cahaya.
Setelah preparat segar selesai dibuat, kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil kemudian perbesaran yang semakin besar. Pada pengamatan tersebut akan telihat sel-sel yang berwarna ungu yang terbentuk karena adanya pigmen warna anthocian pada daun Rhoe discolor tersebut. Setelah itu pada tepi gelas penutupnya ditetesi dengan larutan gula (glukosa), diamati, dan dicatat kapan saja terjadi perubahan sel-sel beranthosian tadi terus-menerus selama 15  menit. Sukrosa yangg digunakan pada percobaan ini memiliki berbagai konsentrasi yaitu 0 M; 0,16 M ; 0,18 M ; 0,22 M ; 0,24M dan 0,26 M.
Pada pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki pigmen warna ungu yang disebut pigmen antosian.larutan yang digunakan adalah aquades murni sebanyak 100 ml dengan konsentrasi glukosa 0 M yang kemudian di ambil menggunakan gelas ukur sebanyak 5ml untuk diletakkan di cawan petridish,sayatan Rhoe discolor diletakkan pada cawan petridish tersebut slema 15 menit setelah itu diamati dibawah mikroskop,hasil yang didapatkan adalah tidak ada sel yang berplasmolisis karena tidak faktor konsentrasi zat terlarut yaitu glukosa akibatnya inti dinding sel tidak mengalami perubahan jadi pada konsentrasi glukosa 0 M tidak ada sel yang berplasmolisis . Kondisi larutan di luar sel dalam keadaan hypotonic .
Pada pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki pigmen warna ungu yang disebut pigmen antosian. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan. Selain itu digunakan larutan glukosa dengan konsentrsai 0,16 M larutan glukosa tersebut yang berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel pada percobaan ini. Dalam membuat preparat segar, perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya, baik dalam menyayat preparat maupun saat meletakkannya pada gelas benda. Hasil sayatan dari preparat tersebut harus tembus cahaya, karena hal tersebut merupakan syarat objek dapat diamati di bawah mikroskop.
Sebelum larutan sukrosa diteteskan pada daun Rhoe discolor yang diamati dibawah mikroskop, jumlah total sel yang berwarna ungu adalah 42 buah. Selain sel-sel yang berwarna ungu maupun yang berwarna putih, juga ditemukan stomata sel. Sel-sel yang berwarna ungu pada sel terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau. Hal ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin berada vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma. Kemudian, setelah sel berwarna ungu selesai dihitung lalu menetesinya dengan larutan glukosa 0,16 M pada tepi gelas penutup. Setelah itu, mengamati perubahan yang terjadi selama 15 menit. Akan tetapi, setelah 15 menit sel yang berwarna ungu seolah menghilang karena pecah. Sehingga tinggal 30 sel yang berwarna ungu . Jadi sebanyak 28,6% sel telah terplasmolisis dan sebanyak 71,4% sel tak terplasmolisis.
Hal ini terjadi karena pada saat sel ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari vakuola sehingga membran sitoplasma akan mengerut begitu pula sitoplasma, dan secara otomatis juga ukuran vakuola. Sehingga pigmen antosianin dari dalam vakuola tidak terlalu jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut , kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma akan merapat sehingga dapat terlihat jelas. Pernyataan ini sesuai dengan buku karangan Wildan Yatim yang berjudul Biologi Modern Biologi Sel dalam Novi Utami 2011 (on line)
Pada percobaan plasmolisis, Di dalam pengamatan dan percobaan ini yang menjadi objek pengamatan adalah epidermis bawah daun Rhoe discolor. Pada epidermis bawah daun Rhoe discolor ini di buat preparat dahulu sebelum melakukan pengamatan pada mikroskop dengan perbesaran 10X10. Dalam pengamatan ini diperoleh data bahwa sel-sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) berjumlah 11 sel dari 40 sel yang terlihat di mikroskop dengan perbesaran 10X10. Hal ini berarti ada 29 sel berwarna putih. Kemudian setelah sel terhitung jumlahnya, disekitar cover glass memberinya beberapa tetes larutan sukrosa (gula) dengan konsentrasi 0,18 M dan mengamati perubahanya. Dalam hal ini perubahan yang terjadi pada sel tersebut langsung terjadi pada menit ke 15.
Selama pengamatan tersebut pada 14 sel yang berplasmolisis sedangkan yang tidak berplasmolisis sebanyak 26 sel jadi total rata-rata antara keduanya yaitu 20 sel . jadi 35 % sel berplasmolisis sedangkan yang tidak berplasmolisis sebanyak 65 % . penyebab sel berplasmolisis pada konsentrasi 0,18M bertambah 2 sel dari konsentrasi sebelumnya 12 sel dikarenakan terjadi penambahan konsentrasi gula sebesar 0,02 M . sedangkan sel yang tidak berplasmolisis berkurang 4 sel dari konsentrasi sebelumnya . keadaan konsentrasi sel bertujuan untuk mencapai keadaan yang isotonic.
Percobaan ini dilakukan dengan membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor, dan meletakkan sayatan tersebut pada gelas benda, menetesi dengan sedikit air, kemudian menutupnya dengan kaca penutup,konsentrasi gula yang digunakan 0,20 M di dapatkan hasil pengamatan sel yang berplasmolisis sebanyak 20 sel dan yang 24 sel yang tidak berplasmolisis . terjadi penambahan jumlah sel yang berplasmolisis sebanyak 6 sel dari konsentrasi sebelumnya sedangkan jumlah sel yang tidak berplasmolisis mengalami penurunan sebesar 2 sel , hal ini dikarenakan karena penambahan konsentrasi gula sebesar 0,02 M . penambahan konsentrasi zat terlarut(glukosa) sangat mempengaruhi jumlah sel yang berplasmolisis untuk mencapai konsentrasi isotonic . persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 45,5% dan yang tidak berplasmolisis 54,5%.
Percobaan ini dilakukan dengan membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor, dan meletakkan sayatan tersebut pada gelas benda, menetesi dengan sedikit air, kemudian menutupnya dengan kaca penutup. Preparat epidermis bawah daun Rhoe discolor tersebut kemudian diletakkan di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 hingga preparat tampak jelas dari lensa pengamat. Kegiatan selanjutnya yaitu menghitung jumlah sel yang penuh dengan warna ungu (anthocian) yang terdapat dalam bidang pengamatan. Setelah terhitung, selanjutnya memberikan tetesan larutan gula 0,22 M ke tepi gelas penutupnya, lalu mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi selama 15 menit, dan menghitung kembali jumlah sel beranthocian yang mengalami pemudaran warna ungu, atau bahkan menjadi transparan(terplasmolisis).
Percobaan ini menghasilkan data jumlah sel yang mengalami plasmolisis pada larutan gula 0,22 M yaitu sebanyak 25 sel dan tidak terplasmolisis sebanyak 20 sel. Sehingga jika dilakukan perhitungan, dapat diketahui persentase sel yang terplasmolisis maupun tidak,yaitu sebagai berikut:
Sel terplasmolisis : 25/45 x 100% = 55,56%
Sel tidak terplasmolisis: 20/45 x 100% = 44,44%
        Waktu mulai terjadi plasmolisis tercatat lebih dari 15 menit. Ada suatu bentuk hubungan yang terjadi antara besar potensial osmotic (PO) sel terhadap molaritas atau konsentrasi larutan sukrosa disekitar sel, yaitu semakin tinggi molaritas larutan sukrosa, maka semakin rendah besar potensial osmotik sel tersebut. Hal ini menyebabkan semakin cepat proses terjadinya plasmolisis. Bila tekanan osmotik larutan diluar sel sama dengan tekanan osmotik cairan sel (isotonik) maka tidak akan terjadi peristiwa plasmolisis. Plasmolisis terjadi karena larutan diluar sel memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada konsentrasi cairan sel.
        Percobaan ini dilakukan dengan membuat sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor, dan meletakkan sayatan tersebut pada gelas benda, menetesi dengan sedikit air, kemudian menutupnya dengan kaca penutup,konsentrasi gula yang digunakan 0,24 M di dapatkan hasil pengamatan sel yang berplasmolisis sebanyak 30 sel dan yang 16 sel yang tidak berplasmolisis . terjadi penambahan jumlah sel yang berplasmolisis sebanyak 5 sel dari konsentrasi sebelumnya sedangkan jumlah sel yang tidak berplasmolisis mengalami penurunan sebesar 4 sel , hal ini dikarenakan karena penambahan konsentrasi gula sebesar 0,02 M . penambahan konsentrasi zat terlarut(glukosa) sangat mempengaruhi jumlah sel yang berplasmolisis untuk mencapai konsentrasi isotonic . persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 65,2% dan yang tidak berplasmolisis 34,8%.
Pada pengamatan ini, digunakan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang memiliki pigmen warna ungu. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengamatan. Selain itu digunakan larutan sukrosa 0,26 M yang berperan sebagai larutan hipertonic terhadap sel. Sebelum larutan sukrosa diteteskan pada daun Rhoe discolor yang diamati dibawah mikroskop, jumlah sel yang berwarna ungu adalah 60 buah. Sel-sel yang berwarna ungu ini terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau. Hal ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin berada vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma. Kemudian, setelah sel berwarna ungu selesai dihitung lalu menetesinya dengan larutan sukrosa 0,26 M pada tepi gelas penutup. Setelah itu, mengamati perubahan yang terjadi selama 15 menit. Akan tetapai, setelah 5 menit sel yang berwarna ungu seolah menghilang karena pecah. Sehingga tinggal 50 sel yang berwarna ungu . jadi sebanyak 83,3 % sel telah terplasmolisis dan sebanyak 16,67 % sel tak terplasmolisis. Sel-sel yang berwarna ungu terlihat lebih sedikit dan kloroplas lebih jelas terlihat. Hal ini terjadi karena pada saat sel ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari vakuola sehingga membrane sitoplasma akan mengerut begitu pula sitoplasma, dan secara otomatis juga ukuran vakuola. Sehingga pigmen antosianin dari dalam vakuolatidak terlalu jelas terlihat. Saat sitoplasma mengkerut , kloroplas yang tersebar di dalam sitoplasma akan merapat sehingga dapat terlihat jelas. Pernyataan ini sesuai dengan buku karangan Wildan Yatim yang berjudul Biologi Modern Biologi Sel. Dari seluruh variable bebas yaitu berbagai konsentrasi larutan sukrosa (0,16M ;0,18M ; 0,22M dan 0,26M), variable kontrol waktu, dan variable terikat adalah banyaknya sel yang terplasmolisis, maka diperoleh persen sel yang terplasmolisis ataupun yang tidak terplasmolisis. Selanjutnya dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan sel yang terplasmolisis sebagai berikut: Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan glukosa, sel yang terplasmolisis lebih banyak. Hal ini terjadi karena perbedaan konsentrasi zat semakin besar, mengakibatkan air semakin cepat berpindah dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Waktu mulai terplasmolisis juga akan lebih cepat terlihat pada konsentrasi larutan sukrosa yanga lebih tinggi. Dari hasil persentase sel yamg terplasmolisis yang mendekati 50 % adalah ketika glukosa yang digunakan 0,20 M  yaitu sebesar 45.5 % Hal ini berarti bahwa Inscipient Plasmolisis terjadi saat konsentrasi sukrosa yang diberikan sebesar 0,20 M. Menurut Tjitrosomo (1987) dalam Novi Utami 2011 (on line) , jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya, artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel. Sel epidermis daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
Apabila dibandingkan menurut literatur ternyata hasil percobaan yang dilakukan justru berbeda dengan literature, hanya perlakuan dengan larutan sukrosa0,26 M yang sesuai dengan literature. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah tetesan larutan sukrosa yang diteteskan pada sel epidermis Rhoe discolor dan ada sebagian larutan sukrosa yang diteteskan tidak mengenai sel epidermis tersebut. Sel epidermis yang diamati sangat kecil dan dan celah antara gelas penutup dan sel episermis sangatlah sempit, sehingga latutan sukrosa sulit mengenai sel epidermis. Selain itu, pada percobaan ini waktu pengamatan terhadap sel-sel anthosianin yang mulai terplasmolisis tidak dilakukan tepat selama 2 menit serta terjadi kesalahan penghitungan jumlah sel yang terplasmolisis karena sel-sel epidermis dari Rhoe discolor sangat banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain.

No comments