Breaking News

Bioteknologi Pada Tanaman

Indonesia merupakan negara agraris yang menitik-beratkan pembangunannya pada sektor pertanian. Namun dari tahun ke tahun produktivitas pertanian di Indonesia mengalami penurunan. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bappenas (2002) salah satu faktor penyebabnya adalah berkurangnya luas lahan pertanian di Indonesia. Penyebab lain menurut Adi (2003) adalah menurunnya kualitas lahan pertanian di Indonesia akibat erosi, residu bahan kimia seperti herbisida dan pestisida, dan pencemaran logam berat. Serangan hama dan penyakit yang masih sulit dikendalikan, seperti busuk pangkal batang sawit ( Gonoderma sp) dan Penggerek Buah Kakao (PBK), juga merupakan salah satu kendala yang mengancam dunia agribisnis di Indonesia.
Kondisi ini bertolak belakang dengan negara-negara industri maju yang bukan negara agraris. Sebagai contoh, Amerika memproduksi sekitar 42,8 % dari total produksi kedelai dunia pada tahun 2001/2002 dengan volume 78,67 juta ton. Indonesia pada tahun 2001 hanya menghasilkan 0,82 juta ton kedelai. Produktivitas kedelai Indonesia juga jauh lebih rendah daripada produktivitas kedelai di negara industri. Produkvititas kedelai di AS adalah 2,66 ton/ha, sedangkan di Indonesai 1,2 ton/ha atau hanya 45%-nya (Pakpahan, 2004). Itu semua dapat terjadi karena negara industri maju menerapkan pertanian berbasis bioteknologi ( Biotechnological Agriculture ).
Perkembangan pertanian berbasis bioteknologi bukan pada komoditasnya, misalnya kelapa sawit, melainkan teknologi yang dapat menciptakan sifat-sifat kelapa sawit yang unggul seperti yang diinginkan oleh komsumen. Pertanian berbasis bioteknologi ini sebagian besar merupakan output dari perusahaan-perusahaan besar. Data dari USDA menyebutkan bahwa sejak 1976 – 2000 jumlah paten produk bioteknologi telah mencapai 11.073 buah. Sepuluh perusahaan besar yang menerima paten terbanyak dalam bidang bioteknologi di AS adalah Monsanto Co., Inc (674 paten), Du Pont, E.I. De Nemours and Co. (565 paten), Pioner Hi-Bred International, Inc. (449 paten), USDA (315 paten), Sygenta (284 paten), Novartis AG (230 paten), University of California (221 paten), BASF AG (217 paten), Dow Chemical Co. (214 paten), dan Hoechast Japan Ltd.
Produk-produk bioteknologi pertanian di Indonesia berdasarkan gradien bioteknologi antara lain : (1) bahan tanam unggul, (2) biofertilizer, (3) biodecomposer, dan (4) biocontrol. Bahan tanam dapat ditingkatkan kualitasnya melalui pendekatan bioteknologi. Peningkatan kualitas bahan tanam berdasarkan pada empat kategori peningkatan, yaitu peningkatan kualitas pangan, resistensi terhadap hama atau penyakit, toleransi terhadap cekaman lingkungan, dan manajemen budidaya (Huttner, 2003). Produk bahan tanam unggul yang saat ini telah berhasil dipasarkan antara lain adalah bibit kultur jaringan, misalnya: bibit jati dan bibit tanaman hortikultura. Namun, bahan tanam unggul yang dihasilkan dari rekayasa genetika yang dilakukan oleh peneliti di Indonesia sampai saat ini belum ada yang dikomersialkan. Produk-produk bahan tanam rekayasa genetika yang ada di pasaran Indonesia umumnya merupakan produk dari negera lain, sebagai contoh : Jagung Bt dan Kapas Bt yang dipasarkan oleh Monsanto. Kultur jaringan merupakan tingkatan umum penguasaan bioteknologi di Indonesia.
Pengembangan bioteknologi pertanian banyak dikembangkan pada sel-sel tanaman. Sel tanaman mempunyai kemampuan yang disebut “totipotency”, yaitu kemampuan tumbuh dan berkembang biak untuk menjadi tanaman lengkap pada medium yang memenuhi syarat. Dapat pula sel tersebut tumbuh tanpa mengalami deferensiasi. Hal ini tertgantung pada kadar hormone pertumbuhan yang diberikan. Dengan kenyataan ini maka kemungkinan pemberdayaan sel atau jaringan tanaman untuk maksud-maksud berikut:
1. Produksi zat kimia atau aditif pangan
2. Menumbuhkan tanaman (dengan produk bahan pangan) bersifat tinggi.
3.Menumbuhkan tanaman dengan produktifitas bahan pangan tinggi.
4.Sifat variasi somaklonal dari sejumlah populasi sel tanaman yang tumbuh dapat digunakan untuk menseleksi sel tanaman yang unggul untuk memproduksi metabolit tertentu.
Produk-produk aditif yang dapat diharapkan dari sel tanaman antara lain:
1. Zat warna pangan (antosianin, betasinin, saffron)
2. Flavor (strawberry, anggur, vanilla, asparagus)
3. Minyak atsiri (mint, ros, lemon bawang)
4. Pemanis (steviosida, monelin)
Untuk semua tujuan aplikasi sel tanaman, aplikasi teknik-teknik pemindahan gen seringkali diperlukan. Ini mencakup teknik-teknik hibridisasi somatik, breeding sitoplasmik, mikroinjeksi gen, teknik transwitch, transfer gen dengan perantaraan vektor.
Manipulasi tanaman dengan produk tanaman pangan bersifat khusus contoh-contohnya adalah:
1. tanaman tahan terhadap herbisida
2. tanaman yang menghasilkan insektisida
3. tanaman yang tahan terhadap kondisi tertentu
4. kacang tanah yang asin rasanya tanpa diberi bahan tambahan
Tanaman dengan produktifitas pangan tinggi dapat terdiri dari 2 bentuk: (i) tanaman dengan rasio biomassa dapat meningkat, misalnya ukuran tanaman diperkecil tapi buah diperbesar, (ii) tanaman dengan umur panen yang singkat sehingga menambah frekuensi panen dalam satu tahun seperti yang sudah diperoleh pada padi.
Tanaman transgenik adalah khususnya tanaman yang mempunyai gen hasil alihan dari mikroorganisme lain (walaupun definisi ini adalah yang berarti asal menerima gen dari luar tanaman itu sendiri, jadi termasuk yang berasal dari tanaman juga). Contoh tanaman dengan definisi pertama adalah tanaman yang mengandung gen racun serangga dari Bacillus thuringiensis (gen Bt). Tanaman kentang tahan terhadap herbisisda biolaphos, tanaman kapas tahan terhadap herbisisda glyphosate.

No comments