Uji Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Di Lahan Sawah
ABSTRAK
Penelitian uji adaptasi beberapa varietas jagung telah dilaksanakan di
lahan sawah subak Penarukan, Desa Mambang, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten
Tabanan, Bali pada MK 2006. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kemampuan adaptasi dari beberapa varietas jagung yang terpilih di lahan sawah.
Kemampuan adaptasi yang diukur disini adalah kemampuan untuk tumbuh dan
berproduksi. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 8
(delapan) perlakuan dan tiga kali ulangan.
Varietas jagung yang diuji diantaranya : jagung komposit (Bisma, Bromo,
Maros, Surya, Srikandi Kuning, Srikandi Putih), jagung lokal (Seraya), dan
jagung hybrida (Bisi-2). Pengamatan dan pengumpulan data
dilakukan terhadap variabel : tinggi tanaman pada saat panen, diameter batang,
jumlah daun, tinggi letak tongkol tanaman, jumlah tongkol, berat basah tongkol,
berat basah berangkasan tanaman, diameter tongkol, panjang tongkol, bobot 100
biji dan hasil pipilan kering jagung per hektar. Hasil analisis statistik menunjukkan, perlakuan varietas menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap semua parameter yang diamati, kecuali terhadap jumlah
tongkol per tanaman dan bobot 100 biji. Hasil jagung tertinggi terlihat pada
varietas jagung Srikandi Putih yaitu 7,09 ton pipilan kering per hektar.
Kata
kunci : adaptasi, varietas jagung, lahan
sawah.
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) di Indonesia merupakan
tanaman serbaguna dan merupakan tanaman terpenting ke dua sebagai sumber
karbohidrat setelah padi. Jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan pakan maupun
industri. Di masa mendatang jagung memberikan prospek yang sangat cerah,
dilihat dari pertimbangan agribisnis, karena jagung terkait dengan kegiatan
industri (pangan, pakan dan lainnya) dan adanya peluang ekspor produk jagung
yang besar.
Jagung dapat
ditanam sepanjang tahun di Indonesia, lahan yang sesuai untuk tanaman jagung
tersedia sangat luas, seperti lahan kering, sawah tadah hujan, lahan gambut,
lahan pasang surut dan lahan lebak. Sebagai bahan makanan, jagung mengandung
nilai gizi yang tak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan beras (Anon,
1985). Selanjutnya komposisi dari biji
jagung, mengandung : air (13,5%); protein (10,0%); minyak dan lemak (4,0%);
karbohidrat (70,7%); abu dan zat-zat lainnya (0,4%) Martin, 1975 dalam
Suprapto, 1992).
Bertambahnya
jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku jagung,
menyebabkan kebutuhan akan jagung terus meningkat. Di lain pihak, Indonesia
masih mengimpor jagung dengan rata-rata 0,96 juta ton dari tahun 1997 sampai
2001 dan diperkirakan naik sampai 2,20 ton pada tahun 2010 (Kasryno, 2002).
Kenyatan ini menunjukkan bahwa produktivitas jagung di Indonesia masih rendah
sehingga belum mampu menyediakan kebutuhan dalam negeri. Rendahnya
produktivitas jagung tersebut diantaranya disebabkan oleh petani pada umumnya
masih menggunakan varietas lokal yang berpotensi hasil rendah (Effendi, 1985).
Menurut
Subandi dan Ibrahim (1990) dan Subandi dan Zubachtirodin (2005) keberhasilan
peningkatan produksi jagung sangat bergantung pada kemampuan penyediaan dan
penerapan inovasi teknologi meliputi varietas unggul dan penyediaan benih
bermutu, serta teknologi budidaya yang tepat.
Varietas unggul merupakan salah satu factor penting dalam usaha
meningkatkan produktivitas tanaman jagung. Menurut Suprapto (1992) varietas unggul
umumnya mempunyai produktivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan varietas
lokal. Beberapa penelitian tentang jagung varietas unggul telah banyak
dilaporkan. Di Malang, misalnya penanaman varietas local dengan populasi awal
yang tinggi menghasilkan rata-rata 2,0 t ha-1, sedangkan dengan
menanam varietas unggu diperoleh hasil 4,0 – 5,0 t ha-1 (Suprapto, 1992).
Di Bali
umumnya jagung diusahakan lebih banyak di lahan kering pada musim hujan dengan
produktivitas yang relatif rendah yaitu berkisar 2,0 – 2,5 ton per hektar.
Selain di lahan kering, tanaman jagung juga berpeluang ditanam di lahan sawah
di musim kemarau pada saat bera, dengan memanfaatkan sisa air tanah yang ada,
setelah petani panen padi. Di subak Penarukan Desa Mambang dengan luas lahan sawah
sekitar 70 hektar pada saat bera sekitar bulan Juli sampai September, lahannya
dibiarkan kosong. Dengan intoduksi beberapa varietas jagung diharapkan petani
tertarik untuk memanfaatkan lahannya yang kosong, sehingga pendapatan petani
dapat meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk
melihat adaptasi beberapa varietas tanaman jagung di lahan sawah.
BAHAN DAN METODE
Rancangan Percobaan
Dalam percobaan ini digunakan rancangan acak kelompok
(RAK) dengan 8 (delapan) perlakuan yang diulang tiga kali. Sebagai perlakuan adalah 8 (delapan) varietas
jagung yang di uji adaptasinya, diantaranya : jagung komposit (Bisma, Bromo, Maros, Surya, Srikandi Kuning, Srikandi
Putih), jagung lokal (Seraya), dan jagung hybrida (Bisi-2).
Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di lahan sawah, subak Penarukan,
Desa Mambang, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, pada MK 2006.
Pemilihan wilayah kegiatan ini berdasarkan arahan dan
kerjasama dengan instansi terkait seperti Diperta dan BPP. Sedangkan pemilihan
petani kooperator juga berdasarkan masukan dari instansi terkait dan arahan
dari ketua Kelompok Tani setempat, sehingga diperoleh petani yang respon
terhadap teknologi baru.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah benih
jagung dengan varietas yang berbeda yang didapatkan dari Balitsa Maros, pupuk
urea, SP-36, KCl, Furadan 2 G, Miothrin 25 EC dan bahan lainnya. Sedangkan alat
yang digunakan adalah alat untuk bercocock tanam, meteran, timbangan, tali
plastik, bambu dan alat-alat yang lainnya.
Pelaksanaan
Penelitian
Setelah pengolahan tanah dilakukan, maka petak berukuran
3,0 m x 4,0 m dibuat pada petak alami milik petani, masing-masing ulangan
ditempatkan pada petak alami petani yang berbeda. Benih jagung ditanam secara
tugal pada kedalaman ± 2,5 cm dengan jarak tanam 80 cm x 30 cm dan setiap
lubang diisi dua benih. Pada saat penanaman ditaburi furadan 3 G dengan dosis
15 kg ha-1. Sebagai pupuk dasar diberikan pupuk urea 250 kg ha-1,
150 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCl. Pemupukan pertama
dilakukan pada saat tanaman berumur 14 hari dengan hanya memberikan pupuk urea
dengan dosis 25 kg ha-1. Pemupukan ke dua dilakukan pada saat
tanaman berumur 30 hst dengan memberikan pupuk urea dengan dosis 125 kg ha-1,
diberikan dengan cara mencampur ke tiga pupuk dasar tersebut. Pemupukan ke tiga
dilakukan pada saat tanaman berumur 50 hst dengan memberikan sisa pupuk urea.
Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 21 dan 35
hst, bersamaan dengan itu dilakukan pembubunan pada pangkal tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman kokoh. Pengendalian
hama dan penyakit menggunakan konsep PHT, sedangkan pengendalian gulma
menggunakan cara mekanis, menyesuaikan dengan keadaan tanaman. Pengamatan dan
pengumpulan data dilakukan terhadap variabel : tinggi tanaman pada saat panen,
diameter batang, jumlah daun, tinggi letak tongkol tanaman, jumlah tongkol,
berat basah tongkol, berat basah berangkasan tanaman, diameter tongkol tanpa
klobot, panjang tongkol, bobot 100 biji dan hasil pipilan kering jagung per
hektar.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis secara sidik ragam.
Uji rata-rata pengaruh perlakuan dalam hal ini galur harapan dilakukan dengan
uji BNT pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
analisis statistik terhadap pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil
jagung disajikan pada Tabel 1 dan 2. hasil analisis menunjukkan perlakuan
varietas menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) sampai sangat nyata
(P<0,01) terhadap hamper semua parameter tanaman yang diamati, kecuali,
diameter batang, jumlah tongkol dan bobot 100 biji.
Hasil analisis statistik terhadap tinggi tanaman
jagung menjelang panen, menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman tertingi dihasilkan oleh
varietas Srikandi Putih yaitu 274,67 cm dan tidak berbeda nyata bila
dibandingkan dengan varietas Surya, Bromo, Srikandi Kuning dan Bisi-2,
sedangkan dengan varietas lain berbeda nyata (Tabel 1).
Tabel 1. Keragaan pertumbuhan
tanaman jagung di subak Penarukan, Desa Mambang pada MK. 2006.
Perlakuan
|
Tinggi tanaman (cm)
|
Diamater batang (cm)
|
Jumlah daun (helai)
|
Tinggi letak tongkol (cm)
|
Jumlah tongkol (buah)
|
Berat berangkasan tanaman-1 (g)
|
Seraya
Surya
Maros
Bromo
Bisma
Srikandi K.
Srikandi P.
Bisi-2
|
218,67a
254,37bc
223,22ab
252,72bc
222,22ab
259,33bc
274,67c
251,78bc
|
1,83a
2,01a
1,78a
1,46a
1,77a
1,76a
1,84a
1,78a
|
10,78c
13,67a
10,22c
11,89b
12,33b
12,89ab
13,56a
12,78ab
|
68,55c
96,5ab
92,78abc
106,55ab
81,61bc
106,44ab
114,95a
95,88ab
|
1,33a
1,10a
1,00a
1,00a
1,00a
1,00a
1,00a
1,00a
|
210,00d
397,78ab
357,78abc
250,00cd
267,78bcd
383,33abc
417,78a
296,67a-d
|
KK (%)
|
7,00
|
11,95
|
4,56
|
14,73
|
11,73
|
22,39
|
Keterangan : Angka-angka
pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji DMRT 5%.
Hasil analisis statistik terhadap diameter batang, menunjukkan perlakuan
varietas jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap diameter batang.
Diameter batang terbesar terlihat pada varietas Surya, yaitu 2,01 cm dan
diameter jagung terkecil terlihat pada varietas jagung 1,46 cm (Tabel 1).
Hasil analisis statistik terhadap jumlah daun menunjukkan perlakuan
varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah daun tanaman. Jumlah
daun terbanyak terlihat pada varietas Surya, yaitu 13,67 helai, tapi tidak
berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas jagung yang lain, kecuali
varietas Seraya dan Bisma. Jumlah daun terkecil terlihat pada varietas Seraya
yaitu 10,78 helai (Tabel 1).
Hasil analisis statistik terhadap tinggi letak tongkol tanaman
menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi
letak tongkol. Letak tongkol tertinggi terlihat pada varietas Srikandi Putih,
yaitu 114,95 cm. Tinggi letak tongkol varietas ini, tidak berbeda nyata dengan
varietas lain, kecuali dengan varietas Seraya. Tinggi letak tongkol terrendah
terlihat pada varietas Seraya yaitu 68,56 cm (Tabel 1).
Hasil analisis statistik terhadap jumlah tongkol per tanaman disajikan
pada Tabel 1. Perlakuan yang dicoba tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap jumlah tongkol per tanaman. Rata-rata jumlah tongkol
per tanaman berkisar antara 1,00-2,00 tongkol pertanaman.
Hasil analisis statistik terhadap berat berangkasan tanaman, menunjukkan
perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berangkasan tanaman
jagung. Berangkasan tanaman jagung tertinggi terlihat pada varietas Srikandi
Putih yaitu 417,78 gram, tapi tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
varietas lain, kecuali varietas Bromo, Seraya dan Bisma. Berat berangkasan
tanaman terrendah terlihat pada varietas Seraya, yaitu 210,00 gram (Tabel 1).
Hasil
analisis statistik terhadap komponen hasil dan hasil tanaman jagung disajikan
pada Tabel 2. Hasil analisis statistik
terhadap diamater tongkol disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan
perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap diameter tongkol.
Diamataer tongkol terbesar terlihat pada varietas Surya yaitu 5,12 cm, tapi
tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan varietas Srikandi Kuning, Srikandi
Putih dan Bisi-2.
Analisis
statistik terhadap panjang tongkol menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap panjang tongkol. Panjang tongkol terpanjang terlihat
pada varietas Srikandi Kuning yaitu 21,05 cm, tapi varietas ini tidak berbeda
nyata bila dibandingkan dengan varietas Surya, Srikandi Putih dan Bisi-2,
dengan varietas yang lainnya berbeda nyata.
Hasil analisis statistik terhadap bobot tongkol
menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
bobot tongkol. Bobot tongkol terberat terlihat pada varietas Srikandi Kuning
yaitu 332,22 gram, tapi tidak berbeda nyata dengan varietas Surya, Srikandi
Putih dan Bisi-2, dengan varietas lainnya berbeda nyata.
Hasil analisis statistik terhadap jumlah biji per tongkol
menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah
biji per tongkol. Jumlah biji per tongkol terbanyak terlihat pada varietas
Srikandi Kuning yaitu 549,11 butir per tongkol, tapi tidak berbeda nyata bila
dibandingkan dengan varietas Surya, Srikandi Putih dan Bisi-2, dengan varietas
lainnya menunjukkan perbedaan yang nyata. Sedangkan terhadap bobot 100 biji
jagung menunjukkan varietas jagung berpengaruh tidak nyata (P>0,05). Bobot
100 biji jagung tertinggi telihat pada varietas Srikandi Putih yaitu 43,29 gram
(Tabel 2).
Tabel 2. Keragaan komponen hasil
dan hasil beberapa varietas tanaman jagung di subak Penarukan, Desa Mambang, Kecamatan
Selemadeg Timur, Tabanan MK. 2006
Varietas
|
Diameter tongkol (cm)
|
Panjang tongkol (cm)
|
Bobot tongkol (g)
|
Jml biji tongkol-1
|
Berat 100 biji (g)
|
Hasil jagung pipilan
kering ha-1
|
Seraya
Surya
Maros
Bromo
Bisma
Srikandi K.
Srikandi P.
Bisi-2
|
3,81a
5,12c
4,62b
4,15a
4,62b
5,07bc
4,76bc
4,95bc
|
14,28a
20,49d
17,68bc
16,15ab
16,93b
21,05d
19,55cd
19,27cd
|
130,56a
326,63d
234,45bc
187,77ab
229,99bc
332,22d
300,00d
289,99cd
|
275,11a
525,73cd
425,33bc
350,00ab
311,99ab
549,11d
479,33cd
475,77cd
|
36,56a
41,62a
43,01a
37,78a
40,53a
41,61a
43,29a
39,76a
|
2,61a
6,38cde
5,59bcd
5,17bc
4,69b
6,79de
7,09e
6,64de
|
KK (%)
|
5,4
|
6,0
|
13,4
|
15,1
|
9,98
|
12,4
|
Keterangan : angka-angka pada
kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf DMRT 5 %.
Hasil analisis statistik terhadap hasil pipilan jagung
menunjukkan perlakuan varietas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap hasil
pipilan jagung per hektar. Hasil jagung tertinggi terlihat pada varietas
Srikandi Putih yaitu 7,09 ton per hektar, tapi tidak berbeda nyata bila
dibandingkan dengan varietas Surya, Srikandi Kuning dan Bisi-2, dan dengan
varietas lain berbeda nyata.
Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan varietas
berpengaruh nyata sampai sangat nyata tehadap sebagian besar parameter tanaman
ang diamati (Tabel 1 dan 2). Dari sebagian besar parameter yang diamati,
ternyata varietas unggul hampir seluruhnya memberikan hasil yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan varietas lokal Seraya. Varietas lokal Seraya ini
merupakan varietas lokal yang tumbuhnya dominan di lahan kering di Kecamatan
Seraya, Karangasem dan digunakan sebagai bahan makanan pokok penduduk di sana.
Pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil jagung yang
lebih baik pada varietas unggul, disebabkan oleh faktor genotip (genetik) dari
varietas yang diuji, dimana dari tujuh varietas unggul yang diuji, enam varietas unggul komposit (bersari bebas)
dan satu varietas unggul hybrida (varietas Bisi-2). Ke tujuh varietas unggul
tersebut mampu memanfaatkan kondisi lingkungan (tanah dan iklim) lebih baik
bila dibandingkan varietas lokal Seraya. Varietas unggul yang diuji mempunyai
sifat-sifat morfologi dan anatomi yang lebih baik dibandingkan varietas lokal
Seraya, seperti tinggi tanaman, jumlah daun jumlah biji, besar biji dan yang
lainnya. Hal ini didukung oleh Thompson dan Kelly (1957) yang mengemukakan
perbedaan genotype dari varietas unggul diperlihatkan melalui tinggi tanaman,
luas daun, jumlah biji per baris, berat biji dan hasil akhir yang lebih baik
bila dibandingkan varietas lokal.
Perbedaan genotype yang lebih baik dari varietas unggul
terlihat pada tampilan fenotype dari varietas unggul yang jauh berbeda bila
dibandingkan varietas lokal Seraya, seperti tinggi tanaman, jumlah daun yang
lebih tinggi bila dibandingkan varietas lokal Seraya. Dengan kondisi tersebut,
proses fisiologis (fotosintesis) tanaman akan lebih meningkat, demikian juga
dengan lebih tingginya tanaman, intensitas cahaya matahari yang diserap daun
tanaman menjadi lebih baik. Semakin baiknya proses fisiologis (fotosintesis)
tanaman, menyebabkan meningkatknya bahan kering yang dihasilkan tanaman dan
secara langsung berhubungan dengan bahan kering ang dapat ditranslokasikan ke
biji. Hal
ini dapat dilihat dari meningkatnya berat berangkasan tanaman dan berat pipilan
kering per hektar pada varietas unggul.
Di antara ke tjuh varietas unggul yang di uji,
varietas Srikandi Putih menghasilkan berat pipilan kering tertinggi yaitu 7,09
ton per hektar. Hasil jagung yang diperoleh ini, masih lebih rendah dari
potensi hasil jagung Srikandi Putih yang tertera dalam deskripsi yang mencapai
8,09 ton per hektar (Arsana et al., 2005).
KESIMPULAN
Dari hasil
penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan, diantaranya :
1.
Perlakuan varietas jagung yang diuji menunjukkan pengaruh
yang nyata (P<0,05) terhadap sebagian besar parameter tanaman yang diamati,
kecuali diameter batang, jumlah tongkol dan bobot 100 biji.
2.
Varietas unggul (komposit dan hybrida) menunjukkan
pertumbuhan, komponen hasil dan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan varietas lokal Seraya di lahan sawah.
3.
Varietas jagung Srikandi Putih memberikan hasil pipilan
kering tertinggi yaitu 7,09 ton per hektar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana, IGK D. 2005. Laporan
Tengah Tahun Pengkajian Pengembangan Sistem Usahatani Jagung QPM Berbasis
Peternakan. BPTP Bali, Puslitbang Sosek Pertanian, Balitbangtan. 31 hlm.
Anon. 1985. Jagung. Dirjen
Pertanian Tanaman Pangan. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.
Efendi. 1982. Bercocok Tanam
Jagung. Penerbit CV. Yasaguna. Jakarta.
Gomez, A.K. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik
Untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta. 698 hlm.
Suprapto, H.S. 1992. Bertanam
Jagung. Cetakan IX. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Kasryno, F. 2002. Perkembangan
produksi dan konsumsi jagung dunia selama empat dekade yang lalu dan
implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional
Agribisnis Jagung. Balitbangtan. Jakarta.
Subandi , Ibrahim, M. 1990.
Penelitian dan Teknologi Peningkatan Produksi Jagung di Indonesia.
Balitbangtan. Deptan. Jakarta.
Subandi dan Subachtirodin. 2005.
Teknologi Budidaya jagung Berdaya Saing Global. Makalah Disampaikan pada
Pertemuan Pengembangan Koordinasi Agribisnis jagung. 1-2 Agustus 2005 di Bogor.
Thompsom, H.C. and Kelly, W.C. 1957. Vegetables Crop. New York : McGraw Hill.
No comments