Kepunahan Spesies
Bagi pakar satwaliar dan keanekaragaman hayati, satu hal yang paling dikhawatirkan adalah kepunahan spesies. Sejak tahun 1940an, di Indonesia tercatat tiga spesies satwa telah punah: harimau bali Panthera tigris balica (punah tahun 1940an), harimau jawa Panthera tigris sondaica (punah 1980an), dan trulek jawa Vanellus macropterus (sejenis burung air, punah 1940an). Sesungguhnya Indonesia tidak sendirian dalam mengalami kepunahan spesies. Secara global, laju kepunahan spesies yang sedang terjadi pada saat ini sangatlah tinggi, mencapai 100 hingga 10.000 spesies per tahun, jauh lebih tinggi dari angka laju kepunahan alami yang dikategorikan ‘normal’ (1-2 spesies per tahun).
Sepanjang sejarah kehidupan di bumi, telah terjadi lima kali kepunahan masal. Kepunahan masal terakhir terjadi pada masa peralihan K-T (Cretaceus-Tertiary) sekitar 65 juta tahun yang lalu, mengakhiri era reptil dan menjadi awal bagi era mamalia. Kelima kepunahan masa lalu itu berlangsung secara alamiah karena manusia belum ada. Richard Leakey, seorang pakar konservasi yang banyak bergiat di Afrika, menyebut kepunahan masa kini sebagai ‘The Sixth Extinction’. Kepunahan masal yang keenam ini berbeda dengan lima kepunahan sebelumnya, karena nyata-nyata disebabkan oleh manusia
Daftar kandidat spesies Indonesia yang berada diambang kepunahan ternyata sudah panjang. Beberapa spesies pada takson rendah, contohnya serangga dan berbagai satwa akuatik, barangkali sudah ada yang punah tanpa kita sadari. Kepunahan ini harus dihindari mangingat bahwa kehidupan manusia ternyata banyak bergantung dari satwa. Sapi bali, misalnya, sesungguhnya adalah banteng Bos javanicus yang didomestikasi. Ayam merupakan domestikasi dari ayam hutan Gallus sp. Untuk menghasilkan vaksin polio diperlukan organ tubuh monyet ekor panjang Macaca fascicularis. Perlu diingat pula bahwa satwa juga memberikan banyak inspirasi untuk kemajuan disain dan teknologi manusia.
No comments