Golongan Darah, Badan Kromatin & Alel
Tujuan
- Mempelajari system penggolongan darah (ABO) dan rhesus dengan
melihat reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody.
- Mengamati adanya Badan Barr pada sel epitel mukosa pipi dan Drum
Stick pada neutrofil tembereng.
- Menghitung frekuensi alel pada sebuah populasi.
Landasan Teori
Golongan Darah
Berbagai system golongan
terbentuk karena pada lokus isoaglutinogen (I) terjadi mutasi berulang-ulang
sehingga menimbulkan alel berganda (multiple
alel). Pada system ABO, seseorang yang bergolongan darah A memiliki zat
anti B atau antibodi B (beta). Seseorang yang bergolongan darah B memiliki
antigen B pada permukaan eritrositnya dan pada plasma darahnya memiliki zat
anti A (alfa). Seseorang dengan golongan darah AB memiliki zat anti A dan B
pada plasma darahnya. Reaksi aglutinasi
terjadi jika antigen A bercampur atau bertemu dengan zat anti A, dan antigen B
bercampur atau bertemu dengan zat anti
B.
Pada system rhesus terdiri
dari rhesus positif dan negative. Sebagian besar orang Asia, termasuk
Indonesia, memiliki Rhesus positif. Sedangkan rhesus negative banyak dimiliki
oleh ras orang kaukasia. Zat anti rhesus secara alami tidak terdapat pada
plasma darah, namun berada dalam plasma darah hewan percobaan (kelinci) yang
telah disuntik antigen rhesus. Reaksi aglutinasi terjadi jika antigen rhesus
bercampur atau bertemu dengan zat anti rhesus. Contoh reaksi aglutinasi
golongan darah:
Frekuensi Alel
Alel adalah pasangan gen
dalam kromosom yang menjadi genotip dari suatu sifat dan akan mengekspresikan
fenotip. Pasangan alel dapat berupa homozigot dominan, homozigot resesif
ataupun heterozigot. Alel yang berpasangan akan mengekspresikan fenotip
tertentu. Biasanya alel dominan dapat diekspresikan pada homozigot dominan maupun
heterozigot. Sedangkan, alel resesif diekpresikan pada homozigot resesif.
Frekuensi alel adalah bentuk
distribusi suatu alel dalam suatu populasi. Populasi adalah kumpulan dari
individu yang menempati suatu wilayah tertentu dalam jumlah yang tertentu. Keberadaan
sebuah populasi memungkinkan keanekaragaman pasangan alel suatu sifat, baik
sifat monogen maupun sifat poligen. Menurut Hardy Weinberg, frekuensi suatu
alel dalam sebuah populasi pada dasarnya adalah tetap, bila dipenuhi
syarat-syarat berikut
a.
Populasi dalam
jumlah yang besar (atau infinite) dan memiliki kemampuan regenerasi tinggi,
sehingga perubahan kecil dalam populasi tidak akan mempengaruhi gambaran
populasi secara umum.
b.
Adanya random mating antarindividu dalam suatu
populasi
c.
Tidak adanya evolutionary forces yang mengakibatkan
adaptasi menyeluruh pada populasi sehingga gambaran populasi berubah.
d.
Tidak terjadi
migrasi (perpindahan individu), mutasi (perubahan susunan genetic) pada
populasi yang memungkinkan perubahan proporsi alel.
Secara umum, hukum Hardy Weinberg digambarkan dalam
matematis sebagai
p+q=1
(p+q)2=1
p2+2pq+q2=1
Keterangan :
p= alel 1
q= alel 1” (pasangan alel 1)
Gol Darah
|
Anti A
|
Anti B
|
Anti A, B
|
Anti
Rhesus
|
A
|
+
|
-
|
+
|
|
B
|
-
|
+
|
+
|
|
AB
|
+
|
+
|
+
|
|
O
|
-
|
-
|
-
|
|
Rhesus +
|
|
|
|
+
|
Rhesus -
|
|
|
|
-
|
Keterangan: (+) = adanya
reaksi aglutinasi
(-) =
tidak adanya reaksi aglutinasi
Alat
- Autoclix, untuk mengambil darah
- Jarum untuk autoclix
- Tusuk gigi
- Kertas atau kartu penunjuk golongan darah
Bahan
- Zat anti A
- Zat anti B
- Zat anti A, B
- Zat anti Rhesus
- Alcohol swab
Cara Kerja
Golongan Darah
- Mengisi autoclix dengan jarum steril. Mengatur kedalaman jarum
(1-5).
- Mengusapkan alcohol swab pada
bagian jari yang akan diambil darahnya.
- Meletakkan autoclix di atas kulit jari bagian ujung kemudian menekannya.
- Meneteskan darah di atas kertas/kartu penunjuk golongan darah.
- Menambahkan zat anti A pada kotak 1, zat anti B pada kotak 2, zat
anti A,B pada kotak 3, dan zat anti rhesus pada kotak 4.
- Mengaduk masing-masing campuran darah dengan zat anti dengan tusuk
gigi.
- Mendiamkan beberapa detik lalu mengamati ada tidaknya reaksi
aglutinasi.
- Mencatat dan menganalisis hasil pengamatan.
Badan Kromatin
1. Preparat
diletakkan diatas stage mikroskop
2. Putar
kondensor pada perbesaran 100x
3. Atur
makrometer serta micrometer hingga didapat gambar yang jelas
4. Naikkan
pembesaran secara bertahap dari 100x hingga 400x
5. Lihat
bagian-bagian pada sel darah pada sediaan apusan darah tepi
6. Cari
neutrofil serta bagian pada neutrofil yang menyerupai drum stick
7. Naikkan
kembali perbesaran menjadi 1000x dengan meneteskan minyak emersi pada preparat
8. Gambar
keseluruhan bagian neutrofil yang terlihat
9. Melakukan
langkah-langkah pengamatan yang sama pada sediaan sel epitel mukosa pipi
Hasil Pengamatan
Golongan Darah
No.
|
Nama
|
Anti A
|
Anti B
|
Anti A, B
|
Anti
Rhesus
|
Gol Darah
|
1.
|
Akhdes Indra O. W
|
+
|
-
|
-
|
+
|
A+
|
2.
|
Angela Christina
|
-
|
+
|
+
|
+
|
B+
|
3.
|
Christopher Christian
|
+
|
+
|
+
|
+
|
A+
|
4.
|
Dita Gemiana
|
-
|
+
|
+
|
+
|
B+
|
5.
|
Faradila Keiko
|
+
|
-
|
+
|
+
|
A+
|
6.
|
Fienda Ferani
|
-
|
-
|
-
|
+
|
O+
|
7.
|
Muhammad Walliyulhaq
|
-
|
-
|
-
|
+
|
O+
|
8.
|
Randy SN Rusdy
|
|
|
|
|
|
9.
|
Riva Ambardina
|
+
|
-
|
+
|
+
|
A+
|
Keterangan: (+) = adanya
reaksi aglutinasi
(-) =
tidak adanya reaksi aglutinasi
Analisis:
Cara menentukan golongan
darah adalah sebagai berikut:
- Golongan darah A: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti A dan
anti A,B
- Golongan darah B: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti B dan
anti A,B
- Golongan darah AB: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti A,
anti B, dan anti A,B
- Golongan darah O: tidak terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti
A, anti B, dan anti A,B
- Rhesus positif: terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti Rhesus
- Rhesus negatif: tidak terjadi aglutinasi pada pemberian zat anti
Rhesus
Badan Kromatin
Dari
hasil pengamatan dengan menggunakan mikrosokop cahaya dengan perbesaran 100x
serta diberikan tambahan minyak emersi, ditemukan salah satu
kromatin X pada inti sel epitel mukosa pipih yang membentuk Badan Barr (Barr Body). Badan Barr ini terletak di tepi inti sel dan melekat dengan selaput inti
sel. Badan barr terlihat seperti bagian inti yang berwarna lebih gelap dari
bagian inti maupun kromatin yang lain. Badan Barr menunjukkan bahwa pengamtan
dilakukan pada kromosom perempuan, karena Badan Barr hanya dibentuk oleh salah satu kromatin X
perempuan.
Namun, ada pengamatan lain, yaitu pengamatan inti sel pada sel neutrofil
tembereng, ditemukan pula kromatin X yang juga memebentuk Badan BarrI, tetapi mengalami perlekatan pada membran inti.
Kromatin X ini membentuk suatu bagian dari inti yang menonjol keluar dari inti
neutrofil. Bentuknya bulat dan padat, persis menyerupai pemukul gendering
(stick drum). Hal ini juga membuktikan bahwa preparat yang diamati berasal dari
perempuan yang salah satu kromosomnya membentuk badan barr atau tidak aktif.
Frekuensi
Alel
Dari hasil penghitungan pada mahasiswa FKX tahun
ajaran 2009/2010 kelas regular didapati bahwa
a.
Jumlah individu
dengan daun telinga menggantung sebanyak 124 orang. Selanjutnya alel dominan
yang mengekspresikan daun telinga menggantung dilambangkan sebagai p
b.
Jumlah individu
dengan daun telinga melekat yakni 49 orang. Selanjutnya alel resesif yang
menjadi pasangan alel p dilambangkan sebagai q
Daun telinga yang
menggantung memiliki genotip pp dan pq
Daun telinga menempel
memiliki genotip qq
Maka frekuensi daun telinga
menempel adalah
f(qq)=
f(q) =
Karena p+q=1
sehingga f(p)=1-f(q)
f(p)= 0,47
f(pp)= f(p)2=0,22
Sehingga
1.
Frekuensi alel
homozigot dominan (pp) = 0,22 x
173
= 38 orang
2.
Frekuensi alel
homozigot resesif (qq) = 0,28
x 173
= 49 orang
3.
Frekuensi alel
heterozigot (pq) =
(1-0,22-0,28) x 173 x 2
= 86 orang
Kesimpulan
Penetuan golongan darah
system ABO dan system Rhesus dilakukan dengan mengamati ada tidaknya reaksi
aglutinasi antara antigen dengan antibodi (sampel darah dan zat-zat anti).
No comments