Mikrobiologi Pertanian
Tanah merupakan tempat menyediakan
substrat bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh
manusia dan hewan sebagai salah satu sumber energi. Dalam penyediaan substrat
tumbuh bagi tumbuhan, tanah harus memiliki kandungan hara yang memadai.
Penyediaan zat hara tersebut tidak terlepas dari peran mikroba tanah, seperti
bakteri, kapang, alga dan berbagai macam protozoa.
Nitrogen adalah unsur yang diperlukan
untuk membentuk senyawa penting di dalam sel, termasuk protein, DNA, dan RNA.
Hewan memperoleh nitrogen yang diperlukan dengan makan tumbuhan atau hewan
lain, sedangkan tumbuhan harus mengekstrasi dari tanah. Sumber nitrogen yang
terdapat dalam tanah, makin lama makin tidak mencukupi kebutuhan tumbuhan,
sehingga perlu diberi pupuk yang merupakan sumber nitrogen untuk mempertinggi
produksi. Berkurangnya luas lahan pertanian di samping keinginan petani untuk
menaikkan produksi agar dapat mencukupi
kebutuhan pangan, berakibat diperlukannya pupuk dalam jumlah besar. Industri
pupuk yang didirikan, biaya pembuatannya tinggi, sehingga harga pupuk cenderung
selalu naik. Salah satu penyebab kenaikan harga minyak bumi yang merupakan
bahan baku utama dalam industri pupuk.
Kenaikan harga minyak bumi dan perkiraan menyusutnya cadangan minyak
bumi, mendorong orang untuk mencari pupuk nitrogen alternatif, dan rekayasa
“gen hijau” tampaknya dapat memberi harapan untuk memenuhi kebutuhan pupuk di
masa datang.
Daur nitrogen adalah arus nitrogen
yang bergerak antara tumbuhan, hewan, mikroba, lahan dan atmosfer. Udara yang
menyelubungi bumi mengandung gas nitrogen sebanyak 80%, tetapi sebagian besar
dalam bentuk N2 yang
tidak dapat dimanfaatkan. Tumbuhan, hewan dan kebanyakan mikroba tidak
mempunyai cara untuk mengikat nitrogen gas menjadi senyawa dalam selnya.
Tumbuhan dan mikroba umumnya mendapatkan nitrogen dari senyawa seperti amonium
(NH4+) dan nitrat (NO3-). Nitrogen
dalam senyawa ini, umumnya dikatakan dalam bentuk tertambat, yang sangat
berbeda dengan nitrogen bebas atau N2 gas. Untuk memanfaatkan
nitrogen gas, para pakar bioteknologi memusatkan perhatiannya pada hubungan
antara tumbuhan dan jenis mikroba tertentu yang dapat menambat nitrogen.
Mikroba menyerap gas nitrogen dari udara dan menyusun atom nitrogen ke dalam
molekul amonium, nitrat atau senyawa lain yang dapat digunakan oleh tumbuhan.
Sejak zaman dahulu diketahui bahwa
tanaman kacang-kacangan seperti koro, buncis, kedelai, orok-orok dapat
menyuburkan ladang. Dengan perkembangan lebih lanjut diketahui, bahwa akar
kacang-kacangan tersebut ditemukan bintil-bintil berisi jutaan bakteri yang
mampu menambat nitrogen udara, sehingga nitrogen tanah yang telah diserap oleh
tanaman budidaya dapat diganti. Tidak ada contoh tentang interaksi antara
beribu-ribu jenis tumbuhan di muka bumi ini yang lebih baik daripada hubungan
antara tumbuhan kacang-kacangan dan bakteri penambat nitrogen. Simbiosis antara
tumbuhan dan bakteri ini bersifat saling menguntungkan untuk kedua pihak.
Bakteri mendapatkan zat hara yang kaya energi dari tumbuhan inang, dan
sebaliknya tumbuhan inang mendapatkan senyawa nitrogen dari bakteri untuk
memelihara kehidupannya. Di alam banyak ditemukan hubungan simbiosis seperti
ini, namun sebegitu jauh hanya simbiosis antara tumbuhan kacang-kacangan dan
bakteri penambat nitrogen yang cukup besar kemungkinannya untuk dikembangkan
dan memberi keuntungan besar dibidang pertanian.
Berbagai jenis tumbuhan kacang-kacangan
merupakan tumbuhan budidaya dengan nilai ekonomi yang tinggi, seperti kacang
tanah dan kedelai. Walaupun demikian, kebanyakan tanaman budidaya seperti
jagung, padi, gandum dan tumbuhan lain yang harus tumbuh tanpa bantuan bakteri
penambat nitrogen karena tidak terdapat bintil pada akarnya untuk hidup
bakteri. Para pakar bioteknologi melihat adanya tiga kemungkinan yang dapat
membantu tanaman budidaya untuk memanfaatkan pabrik pupuk yang berupa mikroba:
- Untuk memodifikasikan mikroba,
padi-padian, atau keduanya, sehingga dapat mengadakan simbiosis dan
masing-masing memperoleh keuntungan dari simbiosis ini.
- Memodifikasi jenis bakteri lain yang
dapat hidup dengan subur pada jenis padi-padian menjadi tipe yang dapat
menambat nitrogen.
- Menerapkan tehnik rekayasa genetik untuk
mendapatkan jenis padi-padian yang mampu menambat nitrogennya sendiri dari
udara, dengan mentransfer gen yang diambil dari mikroba penambat
nitrogen.
Mikroba penambat nitrogen yang terdapat
pada akar kacang-kacangan adalah jenis bakteri Rhizobium. Organisme ini masuk melalui rambut-rambut akar dan
bertempat tinggal di dalam akarnya sendiri, dan membentuk bintil pada akar yang
bersifat khas untuk kacang-kacangan. Sebelum dapat mendorong Rhizobium untuk hidup ditempat baru,
misalnya dalam akar padi-padian, perlu lebih banyak dipelajari tentang
syarat-syarat hidup alami bakteri itu, sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi
sedekat mungkin. Hal ini merupakan tantangan yang besar, yang betul-betul
merangsang untuk dipecahkan.
Dalam dasawarsa terakhir, banyak sekali
yang telah diketahui tentang “mesin molekuler” yang digunakan oleh bakteri
untuk menambat nitrogen. Enzim utama yang berperan disebut nitrogenase. Enzim ini mengambil gas nitrogen dan dengan
menggunakan energi yang diambil dari kegiatan fotosintetik tumbuhan inangnya,
kemudian mengubah gas nitrogen menjadi amoniak. Lebih dari puluhan gen, yang
disebut dengan istilah nif (singkatan
nitrogen-fixation) terlibat dalam penyusunan aparat penambatan nitrogen.
Mula-mula tampaknya merupakan pekerjaan raksasa untuk mentransfer gen-gen ini
ke dalam jenis mikroba lain. Seperti yang sering terjadi dengan gen-gen yang
mempunyai fungsi tunggal dalam sel, gen-gen nif
ini merupakan suatu rantai dalam jumlah DNA yang sangat besar yang menyusun
kromosom bakteri, tetapi semua terkelompok dalam satu daerah. Keadaan ini
memudahkan untuk memotong bagian untaian DNA yang sesuai dengan kromosom Rhizobium dan menyisipkan potongan itu
ke dalam organisme lain.
Rekayasa
genetika telah berhasil untuk mentransfer gen nif dari bakteri penambat nitrogen ke dalam E.coli, sehingga E.coli
kemudian mampu menambat nitrogen. Percobaan ini tidak menggunakan Rhizobium, tetapi gen nif yang diambil dari Klebsiella pneumoniae, suatu jenis bakteri tanah yang hidup bebas dari setiap
tumbuhan inang. Bakteri ini mempunyai tidak kurang dari tujuh belas gen nif, dan fakta bahwa semua gen itu dapat
ditransfer ke dalam tempat baru (bakteri lain), memberi harapan di masa
mendatang untuk mentransfer gen-gen tadi ke dalam bakteri yang sekarang
menghuni akar gandum dan padi-padian lain, tetapi tidak dapat menambat
nitrogen.
Yang lebih menarik adalah harapan untuk
menyisipkan gen nif secara langsung
ke dalam tanaman budidaya, tanpa sama sekali melibatkan mikroba penambat
nitrogen. Dalam menerapkan pendekatan ini dijumpai sejumlah masalah yang rumit,
terutama untuk “mengelabui” sel tumbuhan budidaya agar dapat memperlakukan
gen-gen bakteri seperti gennya sendiri. Perbedaan yang paling nyata di antara
semua bentuk kehidupan adalah yang berinti sungguh (eukariot= DNA dikemas di
dalam inti) dan yang belum berinti sunguh (prokariot = inti belum terkumpul
dalam inti). Pada aras molekuler perbedaan ini jauh lebih penting daripada
perbedaan yang lebih jelas antara dua jenis organisme yang berinti sungguh,
seperti misalnya beda antara tikus dan tanamn tomat. Mengingat bahwa semua
bakteri adalah prokariot dan semua tumbuhan adalah eukariot, gen nif bakteri tidak akan “dimengerti” oleh
tumbuhan budidaya. Khususnya, harus dicarikan jalan untuk menjamin agar
tumbuhan menghasilkan sejumlah protein yang tepat seperti ditentukan oleh gen nif bakteri. Ini mengandung praduga
bahwa gen sebenarnya dapat ditransfer dari bakteri ke tumbuhan. Banyak contoh
rekayasa genetika yang melibatkan transfer gen dari organisme eukariot ke
organisme prokariot (misalnya gen insulin manusia ke dalam E.coli) dan dari organisme eukariot satu ke eukariot yang lain
(misalnya gen interferon ke dalam khamir). Tehnik ini telah berkembang dengan
baik jika dibandingkan dengan transfer gen dari organisme prokariot ke
organisme eukariot, misalnya dari Rhizobium
ke dalam gandum. Walaupun demikian, dalam tahun akhir-akhir ini telah
tercapai kemajuan besar dalam pemahaman dan penerapan vektor eukariotik, yaitu
potongan yang dapat menjembatani masuknya DNA asing ke dalam sel eukariotik.
Banyak kemajuan mutakhir ditemukan pada
benjolan-benjolan yang disebut “bintil-bintil mahkota” suatu jenis tumor yang
menyerang banyak tanaman berbunga. Tumor dengan permukaan yang kasar itu
terdiri atas massa sel tumbuhan yang mengadakan proliferasi dengan cepat karena
terlepas dari mekanisme pengendali pertumbuhan normal tumbuhan, dalam hal ini
tumor itu analog dengan tumor hewan. Dalam hal bintil-bintil mahkota ini
penyebabnya adalah suatu jenis bakteri Agrobacterium
tumefaciens, yang di dalamnya terdapat potongan-potongan kecil DNA yang
disebut plasmid Ti (tumor-inducing = pengimbas tumor)
“Bintil-bintil mahkota” menjadi plasmid Ti ditransfer dari bakteri ke dalam
kromosom tumbuhan yang diinfeksi, dan perubahan yang dihasilkan dalam susunan
genetika sel tumbuhan mengibas sel-sel untuk tumbuh dan membagi dengan cepat.
Jadi di sini terdapat vektor yang potensial untuk memasukkan gen bakteri ke
dalam tumbuhan. Sekali vektor didapat, semua perlengkapan untuk rekayasa
genetik dapat digunakan, dan kita dapat juga mencoba untuk menyisipkan gen dari
satu tanaman ke dalam jenis lain. Suatu hal yang menarik dari jenis penemuan in
ialah kemungkinan menghasilkan tanaman yang lengkap dari sel tunggal, paling
sedikit pada beberapa jenis tumbuhan.
Meskipun Agrobacterium tumefacien dengan plasmid Ti dapat menginfeksi berbagai jenis tumbuhan yang tergolong dalam
tumbuhan biji belah, tetapi tidak dapat menginfeksi padi-padian atau tumbuhan
biji tunggal lain. Meskipun demikian, terdapat vektor tumbuhan yang potensial dan
tidak adanya virus atau plasmida yang cocok untuk rekayasa genetika bagi
tanaman padi-padian.
Meskipun tampaknya sederhana, namun
penambatan nitrogen melibatkan reaksi kimia yang rumit. Dalam proses ini tidak
hanya terjadi perubahan gas nitrogen menjadi amonia, tetapi juga dihasilkan gas
hidrogen. Ini suatu reaksi pemborosan, karena dalam reaksi ini sejumlah besar
energi tertambat dalam hidrogen, yang jika dapat dilepaskan dapat lebih
dimanfaatkan, terutama sebagai bahan bakar untuk penambatan nitrogen yang lebih
banyak. Hal ini akan menguntungkan tumbuhan inang bakteri, karena tumbuhan
inang itulah yang menyediakan sebagian besar energi yang digunakan untuk
pengoperasian seluruh mesin penambatan nitrogen.
Pengamatan terhadap Rhizobium yang berasosiasi dengan kedelai mengungkapkan, bahwa
banyak di antara bakteri itu yang mengandung gen bup (gen penyerap hidrogen). Gen ini rupanya memberi kemampuan
untuk mendaur ulangkan gas hidrogen kembali ke dalam sistem nitrogenase yang
menambat nitrogen.
Penerapan
lansung penemuan ini adalah pengintroduksian gen bup ke dalam galur Rhizobium
yang sekarang tidak memiliki gen itu. Gen bup
dalam lain tipe bakteri tertentu terdapat pada plastida, dan jika pembawa bup
itu terdapat pada Rhizobium, maka
plastida pembawa gen itu dapat ditransfer dari galur bakteri Rhizobium yang satu ke galur yang lain.
Tambahan kemampuan untuk menggunakan energi dalam gas hydrogen belum tentu
meningkatkan hasil tanaman budidaya secara nyata, karena setiap perubahan
kemampuan organisme dapat menimbulkan banyak kemungkinan, mungkin dapat
menguntungkan, tetapi juga mungkin tidak. Rumitnya kehidupan pada aras molekul,
dengan jaring-jaring yang kait mengkait antara fungsi yang satu dengan yang
lain (dalam hal ini, pengambilan hidrogen dan laju pertumbuhan) hampir tidak
memungkinkan untuk meramalkan apakah konsekuensinya suatu perubahan. Di sini
masalahnya bertambah sulit karena hubungan simbiotik antara Rhizobium dan
kedelai, yang mempersukar pengaruhnya bagi kedua organisme tadi. Jika tumbuhan
betul-betul tumbuh lebih baik, orang akan memasukkan gen bup langsung ke dalam
tanaman budidaya yang juga mempunyai kemampuan untuk menambat nitrogen.
Gen lain yang menjadi perhatian para
pakar rekayasa genetika adalah gen osm,
yang dalam beberapa hal mempunyai kaitan dengan kemampuan tumbuhan untuk
menahan penderitaan-penderitaan (stress) tertentu, seperti tidak adanya air,
panas, dingin, dan kadar garam dalam tanah tinggi. Semua keadaan yang
menyulitkan ini mempunyai pengaruh kekuatan untuk memaksa masuk atau keluarnya
air dari sel tumbuhan dengan proses osmosis. Jutaan hektar lahan di seluruh
dunia tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian karena suhu yang rendah, tidak
cukup tersedia air, dan kandungan garamnya tinggi. Sasaran masa depan adalah
mengintroduksi gen osm ke dalam
tumbuhan budidaya dengan tujuan membuka lahan tandus yang luas untuk pertanian.
Tumbuhan yang nilainya rendah seperti
gulma, sering menunjukkan ketahanan terhadap derita. Jika gen untuk daya tahan
terhadap derita dengan rekayasa genetika dapat ditransfer ke dalam tanaman
budidaya, maka lahan yang semula tidak produktif akan dapat diubah menjadi
lahan produktif. Penelitian yang mendalam ditujukan untuk mengetahui fisiologi,
biokimia, dan dasar genetika tanggapan tumbuhan terhadap lingkungan. Banyak
jenis tumbuhan yang daya adaptasinya untuk menghadapi faktor-faktor lingkungan
tidak begitu baik, seperti terhadap kekurangan air, kadar garam tinggi,
kekurangan mineral atau adanya racun, suhu tinggi dan rendah hara, dan
sebagainya. Suatu contoh kemampuan adaptasi adalah mengurangi luas permukaan
daun dan jumlah stomata untuk menghadapi kekurangan air. Sayangnya sifat-sifat
struktural untuk menghadapi keadaan derita itu melibatkan banyak gen yang
berbeda, sehingga menyulitkan bagi para pakar genetika.( Bioteknologi, Latar
Belakang dan Beberapa Penerapannya, Sardjoko, Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta).
No comments