Sistematik Tanaman Kakao (Theobroma cacao)
Sistematik untuk tanaman kakao menurut Chessman (1994, dalam
Suharjo dan Butar-butar, 1979) adalah :
Divisio : Spermathophyta
Classis : Dicotyedoneae
Ordo : Malvales
Familia : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Species : Cacao
Tanaman
kakao digolongkan ke dalam dua jenis :
1. Criollo
a. Criollo Amerika
Tengah
b. Criollo Amerika
Selatan
Criollo adalah
tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering, biasa dikenal sebagai
fine flovour cacao, chosen cacao, edel cacao atau kakao murni.
 : Criollo Amerika Tengah
dan Criollo Amerika Selatan mempunyai ciri utama yang sama yaitu :
- Tongkol berwarna
hijau atau merah.
- Kulit
berbintik-bintik kasar, tipis dan lunak.
- Biji bulat telur
dengan kotiledon berwarna putih waktu basah.
2. Forestero.
a. Amazonia Forestero.
b.
Trinitario (hibrid dengan Forestero).
Amazonia
Forestero adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kering, biasanya
dikenal dengan bulk cacao atau ordinary cacao. Ciri-ciri
utama boah kakao tipe Amazoniz Forestero ialah :
- Tongkol warna
hijau
- Kulit tebal
- Biji gepeng
dengan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah
Trinitario adalah tipe
tanaman kakao hibrid hasil persilangan secara alami antara Criollo dengan
Forestero, karena itu tipe kakao ini sangat heterogen. Ada yang menghasilkan biji kering yang
termasuk edel cacao dan ada yang termasuk bulk cacao.
Ciri-ciri
utama kakao tipe trinitario adalah merupakan
intermedinate dari criollo dan forestero dengan bentuk tongkol
bermacam-macam, antara lain :
- Tongkol berwarna hijau dan merah.
- Kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua.
2. Morfologi Tanaman Kakao.
Tanaman
kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman
caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang.
Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian
vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang
meliputi bunga dan buah (Siregar at al., 1989).
Akar.
Akar tanaman
kakao mempunyai akar tunggang (Radik primaria). Pertumbuhannya dapat mencapai 8
meter kearah samping dan 15 meter kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara
vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak membentuk akar tunggang, melainkan
akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan
membentuk dua akar jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk
dua akar yang menyerupai akar tunggang. Pada kecambah yang telah berumur 1 – 2
minggu terdapat akar-akar cabang (Radik lateralis) yang merupakan tempat
tumbuhnya akar-akar rambut (Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada
bagian ujung akar ini terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar
(Calyptra). Bulu akar inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam
tanah. Diameter bulu akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1
milimeter.
Batang
Diawal
pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji akan membentuk batang
utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak pertumbuhan cabang-cabang
primer disebut jorquette, dengan
ketinggian yang ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini
tidak terdapat pada kakao yang diperbanyak secara vegetatif.
Ditinjau
dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman kakao tumbuh kearah atas
dan samping. Cabang yang tumbuh kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang
yang tumbuh kearah samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua
jenis cabang tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak
menyerap energi, sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan
pembuahan (Siregar et al., 1989).
Bunga
Bunga kakao
tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (Calyx) sebanyak 5 helai
dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter bunga 1,5
centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4 centimeter
(Siregar et al., 1989).
Pembungaan
kakao bersifat cauliflora dan ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah tumbuh
melekat pada batang atau cabang, dimana bunganya terdapat hanya sampai cabang
sekunder (Ginting, 1975).
Tanaman
kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000 – 10.000
pertahun tetapi hanya sekitar lima
persen yang dapat menjadi buah (Siregar et al., 1989).
Buah
Buah kakao
berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh
alur dan tebalnya 1 – 2 centimeter (Siregar et al., 1989).
Bentuk,
ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10 – 30
centimeter, umumnya ada tiga macam warna buah kakau, yaitu hijau muda sampai
hijau tua, waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta
campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5 – 6 bulan setelah
terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 centimeter
disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan
(cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao. Gejala demikian
disebut physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologis yang
menyebabkan terhanbatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan buah muda.
Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif
dan generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk
pertumbuhahn buah muda (Siregar et
al., 1989).
Biji kakao
tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan biji untuk benih dengan waktu
yang agak lama tidak memungkinkan. Biji ini diselimuti oleh lapisan yang lunak
dan manis rasanya, jika telah masak lapisan tersebut pulp atau micilage. Pulp
ini dapat menghambat perkecambahan dan karenanya biji yang akan digunakan untuk
menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang maka didalam
penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat merukkan biji ( Suharjo
dan Butar-butar, 1979).
Syarat Tumbuh Tanaman Kakao.
1.
Tanah
Tanah
merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting. Dalam kehidupan
tanaman fungsi tanah yang utama adalah memberikan unsur hara, baik sebagai
medium pertukaran maupun sebagai tempat memberikan air, juga sebagai tempat
berpegang dan bertopang untuk tumbuh tegak bagi tanaman (Harjadi, 1986).
Tanaman
kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai kandungan bahan
organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu pertumbuhan akar,
sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur juga sistem drainase
yang baik. PH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7 (Suhardjo dan Butar-butar,
1979).
Menurut
Situmorang ( 1973) tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran
tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80%
dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm dari permukaan tanah, sehingga
untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur
tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Selanjutnya
Tjasadiharja (1980) berpendapat, perkembangan akar yang baik menentukan jumlah
dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari
tanah.
Tanaman
kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah yang
dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya tanaman kurang kuat
(Anonymous, 1988).
2. Iklim.
Lingkungan
yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis, dengan demikian curah hujan,
suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin merupakan faktor pembatas
penyebaran tanaman kakao (Siregar et al., 1989).
Tanaman
kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 600 meter diatas permukaan
laut, dengan penyebaran meliputi 20˚ LU dan 20˚ LS. Daerah yang ideal untuk
pertumbuhannya berkisar antara 10˚ LU dan 10˚ LS (Suyoto dan Djamin, 1983).
Tanaman
kakao dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan persediaan air yang
cukup. Air ini diperoleh dari dalam tanah yang berasal dari air hujan atau air
siraman. Curah hujan yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kakao berkisar
antara 1.500 – 2.000 mm setiap tahun, dengan penyebaran yang merata sepanjang
tahun. Curah hujan 1.354 mm/tahun dianggap cukup jika hujan merata sepanjang tahun
dengan musim kering tidak lebih dari 3 bulan (Suyoto dan Djamin, 1983).
Siregar et
al., (1989) menyatakan suhu yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kakao
adalah sekitar 25 - 27˚ C dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar.
Rata-rata suhu minimum adalah 13 - 21˚ C dan rata-rata suhu maksimum adalah 30
- 32˚ C. Berdasarkan kesesuaian terhadap suhu tersebut maka tanaman kakao
secara komersial sangat baik dikembangkan di daerah tropis.
Untuk
terjaminnya keseimbangan metabolisme maka kelembaban yang dikehendaki tanaman
kakao adalah 80% sesuai dengan iklim tropis (Sunaryono dan Arief Iswanto,
1985).
Wiradjo
(1984) menyatakan pada penanaman tanaman kakao intensitas cahaya ternyata lebih
penting artinya dalam mempengaruhi pertumbuhan kakao dari pada unsur hara dan
air. Di samping pengaruh langsung terhadap potosintesis, intensitas cahaya juga
berpengaruh terhadap proses trasparasi dan degrasi klorofil daun.
Selanjutnya
menurut Suyoto dan Djamin (1983), intensitas cahaya matahari yang diterima
tanaman kakao berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kebutuhan tanaman terhadap
intensitas cahaya matahari bervariasi, tergantung pada fase pertumbuhan dan
umur tanaman. Intensitas cahaya yang ideal bagi tanaman kakao adalah antara 50
– 70%.
Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Kakao.
Bibit kakao
sebagai bahan tanaman kakao dapat dibiakkan dengan biji, okulasi, cangkok dan
stek, yang biasa digunakan adalah dengan biji, okulasi dan stek (Ginting, 1975).
Untuk
mendapatkan bahan tanam yang sehat dan jagur benih yang digunakan sebaiknya
digunakan dari pohon induk terpilih yang telah teruji kualitasnya. Biji yang
digunakan untuk benih dari buah yang tua pada bagian tengah buah, yakni 2/3
bagian dari untaian biji. Biji bagian pangkal dan ujung tidak diikutsertakan
sebagai bahan tanam (Siregar et al., 1989).
Pembibitan
tanaman kakao umumnya dilakukan dalam kantong plastik (polybag). Sebelum
dipindahkan ke dalam polybag terlebih dahulu biji-biji tersebut dikecambahkan
dalam bedengan persemaian. Benih yang didederkan pada persemaian dalam keadaan
tegak, dimana ujung biji tempat tumbuh radikula ditegakkan di sebelah bawah.
Jika keadaan lingkungan mendukung pertumbuhan benih, maka benih tersebut akan
berkecambah pada umur 4 – 5 hari setelah pedederan, tetapi biji yang belum
berkecambah masih dapat dibiarkan selama 2 – 3 hari sebelum dibuang sebagai
biji apkir bagi yang tidak tumbuh (Siregar et al., 1989).
Stadia
kecambah yang baik untuk dipindahkan ke polybag adalah kecambah yang keping
bijinya belum terbuka, karena jika
keping bijinya telah membuka berarti akar tunggang sudah panjang serta akar
lateral telah bercabang-cabang. Hal ini akan menyulitkan pada saat pemindahan
dan sering mengakibatkan akar tunggang menjadi bengkok, sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi terhambat (Soeratno, 1980). Selanjutnya Siregar et al.,
(1989) menambahkan bahwa, agar bibit tidak rusak maka pencabutan bibit dari
persemaian sebaiknya dengan menyertakan pasir bedengan.
Pemeliharaan
pada pembibitan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang sehat
dan jagur, Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pemupukan, penyemprotan
insektisida dan fungisida serta pengaturan naungan yang disesuaikan dengan umur
bibit. Naungan dapat dijarangkan sebanyak 50% pada saat bibit berumur 2 – 2,5
bulan dan beransur-ansur dikurangi setelah bibit berumur 3 – 3,5 bulan.
Hal ini
dilakukan untuk mengadaptasikan bibit agar dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan lapangan. Bibit yang telah berumur 4 – 6 bulan dipembibitan siap untuk
ditanam ke lapangan (Siregar et al., 1989).
5.
Bentuk dan Ketersediaan Nitrogen Dalam Tanah
Pupuk Urea adalah salah satu pupuk buatan dengan rumus
kimianya CO (NH2)2. Pupuk Urea mengandung 45% N, yang
berbentuk kristal putih. Pupuk ini juga terdapat dalam bentuk tepung terdiri
dari hablur-hablur berjarum atau berprisma dan berbentuk butiran dengan
diameter 1 – 3 mm (Soegiman, 1976).
Pupuk Urea bersifat higroskofis, mulai menarik uap air pada
kelembaban nisbi udara 73% (Hardjowigeno, 1987). Unsur Nitrogen yang terkandung
dalam Urea dapat langsung tersedia bagi tanah dan Urea kurang mempengaruhi
derajat keasaman tanah (Jacob dan Uex Kull, 1972). Bila Urea diberikan ke dalam
tanah proses hidrolisa cepat sekali terjadi sehingga mudah menguap menjadi
amoniak.
Nitrogen tanah secara umum dapat dibagi dalam dua bentuk
yaitu organik dan anorganik. Bentuk organik merupakan bagian terbesar, bentuk
anorganik dapat berbentuk NH44, NO2-,
NO3-, N2O dan NO. Sedangkan gas N2
hanya dapat dimanfaatkan oleh bakteri Rhizobium (Hakim et al,
1986).
Tanaman menyerap Nitrogen dalam bentuk NH4+
dan NO3-, ion-ion ini dalam tanah berasal dari pupuk yang
ditambahkan serta dekomposisi bahan organik. Sehingga dekomposisi bahan organik
merupakan sumber utama nitrogen dalam tanah dan dapat juga berasal dari air
atau air irigasi (Hakim et al, 1986).
Pada umumnya ketersediaan hara untuk tanaman dalam tanah
relatif rendah walaupun kadang-kadang jumlahnya cukup tinggi. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri-ciri tanah serta ciri-ciri dari unsur
hara itu sendiri. Faktor tanah yang mempengaruhi ketersediaan nitrogen dalam
tanah adalah bahan organik, kemasaman tanah dan tipe liat.
Nitrogen merupakan unsur hara utama yang sangat diperlukan
tanaman, terutama dalam pembentukan butir-butir hijau daun dan senyawa lainnya
dalam tubuh tanaman. Sarief (1986) menyatakan bahwa, unsur nitrogen berpengaruh
dalam pertumbuhan bibit terutama dalam pertumbuhan vegetatif yang mencakup
pertumbuhan akar, batang dan daun.
Menurut Rinsema (1989), peranan nitrogen adalah sebagai
unsur pembangun protoplasma dalam sel, juga merupakan unsur penting pada proses
pembentukan protein. Nitrogen diserap tanaman dalam jumlah yang relatif banyak
dan dijumpai hampir diseluruh bagian tanaman. Jika nitrogen tersedia secara
berlebihan, maka daun tanaman menjadi tebal dan berwarna hijau tua. Apabila
tanaman kekurangan nitrogen mengakibatkan daun-daun menguning, pertumbuhan
kurang sempurna, tanaman kerdil, percabangan kurang, perakaran lemah dan
apabila berlanjut daun-daun menjadi gugur dan akhirnya mati (Dwijoseputro,
1983).
Peranan Zat Pengatur Tumbuh Atonik
Istilah zat
pengatur tumbuh mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa buatan
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Nama senyawa
tersebut dapat pula menyetakan kegiatan fisiologisnya seperti zat tumbuh daun,
zat tumbuh akar dan sebagainya (Heddy, 1986)
Golongan dari zat-zat yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan cara memuaskan disebut
pengatur pertumbuhan. Dimana zat organik ini mempunyai keaktifannya jauh
berlipat dibandingkan dengan konsentrasinya, hanya dalam jumlah kecil mempunyai
daya pengaruh fisiologis yang besar (Harjadi, 1986).
Pengaruh zat pengatur
tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman
adalam memperbaiki sistem perakaran, meningkatnya penyerapan unsur hara dari
tanah, menambah aktivitas enzim, menambah jumlah klorofil dan meningkatkan
fotosintesa, memperbanyak percabangan, menambah jumlah kuncup dan bunga serta mencegah
gugurnya bunga dan buah kemudian meningkatkan hasil panen (Anonymous, 1986).
Dwidjoseputro
(1983) menyatakan bahwa, zat pengatur tumbuh berperan terhadap proses fisiologi
dan biokimia tanaman. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa yang terdiri-dari senyawa
aromatik yang bersifat asam. Dalam pemberiannya harus diperhatikan kosentrasi
yang digunakan., jika kosentrasinya terlalu tinggi dapat mengakibatkan kematian
bagi tanaman.
Menurut Harun Al Rasyid dan Sumarno (1985), setiap tanaman
yang akan distimulir pertumbuhan dalam menerima rangsangan terhadap zat
pengatur tumbuh sintetik yang berbeda-beda, pada kosentrasi yang terlalu rendah
kurang berperan sebagaimana mestinya, sedangkan pada kosentrasi yang terlalu
tinggi akan bersifat racun bagi tanaman.
Dewasa ini
penggunaan zat pengatur tumbuh maju dengan pesat, terbukti dengan semakin
banyaknya produk-produk yang dihasilkan. Sebutan untuk zat pemacu pertumbuhan
tanaman bermacam-macam, ada yang menyebut dengan sebutan pengatur zat tumbuh,
zat pengatur tumbuh, perangsang pertumbuhan, pengatur pertumbuhan tanaman,
hormon tumbuh, stimulan dan lain-lain (Lingga, 1986).
Selanjutnya Lingga (1986) menyatakan bahwa,
mekanisme penggunaan zat pengatur tumbuh dapat dilakukan dengan menyemprotkan
ke daun, tetapi dapat juga mencelupkan bibit (akar) kedalam larutan zat pengatur tumbuh tersebut.
Kemudian Dwidjoseputro (1983) menambahkan bahwa, dalam pemberian zat pengatur
tumbuh harus diperhatikan konsentrasi yang tepat akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, sebaliknya jika berlebihan akan menghambat atau mematikan tanaman.
Zat pengatur tumbuh Atonik merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang beredar di
pasaran. Zat pengetur tumbuh ini dapat meningkatkan proses fotosintesis,
meningkatkan sintesis protein dan juga meningkatkan daya serap unsur hara dari
dalam tanah (Anonymous, tt).
Zat pengatur tumbuh Atonik
mengandung bahan aktif triakontanol, yang umumnya berfungsi mendorong
pertumbuhan, dimana dengan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap tanaman dapat
merangsang penyerapan hara oleh tanaman (Kusumo, 1984).
Selanjutnya Lingga (1986) menyatakan, Atonik dapat juga
untuk meningkatkan hasil atau produksi, mutu, warna, kandungan vitamin dan
menciptakan buah matang seragam serta menciptakan daya tahan terhadap serangan hama .
Atonik merupakan zat pengatur
tumbuh yang berbentuk cairan berwarna kecoklatan. Zat pengatur tumbuh Atonik
diproduksi oleh PT. Mastalin Mandiri, Jakarta .
Adapun konsentrasi anjuran adalah 2 cc/l
air (Anonymous, 1986).
No comments