BTP PENGAWET
Definisi
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
makanan, BTP pengawet adalah bahan
tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau
penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme.
Proses pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan
pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin
memproduksi racun atau toksin. Tujuan pengawetan yaitu menghambat atau mencegah
terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan
dan mempermudah penanganan dan penyimpanan. Daya keawetan pangan berbeda untuk
setiap jenisnya. contohnya telur yang diawetkan dapat bertahan 1-2
bulan; daging yang dibekukan dapat awet 6-9 bulan; ikan asin sekitar enam
bulan; apel segar yang disimpan dengan kontrol atmosfer (dalam ruang pendingin
atau refrigerator/chiller pada temperatur 6-10 °C) dapat awet sekitar 3 bulan.
Secara umum metoda pengawetan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Penambahan BTP Pengawet
b. Pemanasan dengan suhu tinggi
(Pemanasan)
A. Metode Pengawetan dengan penambahan
BTP Pengawet.
Kondisi lingkungan yang beriklim tropis dan kelembaban
udara yang tinggi memungkinkan untuk tumbuhnya mikroba perusak makanan. Sesuai dengan
peraturan menteri kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 terdapat 26 jenis
pengawet yang diijinkan untuk ditambahkan ke dalam makanan dan minuman.
Jenis pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan
terdiri dari asam asetat, kalsium asetat, natrium asetat, asam benzoat dan
garamnya (kalium benzoat, kalsium benzoat, dan natrium benzoat), asam propionat
dan garamnya (kalium propionat, kalsium propionat, dan natrium propionat), asam
sorbat dan garamnya (kalium sorbat, kalsium sorbat, dan natrium sorbat),
belerang dioksida dan garam sulfit (kalium bisulfit, kalium metabisulfit,
kalium sulfit, kalsium bisulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, dan
natrium sulfit), p-hidroksibenzoat (etil p-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, dan propil
p-hidroksibenzoat), lisozim hidroklorida, nitrat (kalium nitrat dan natrium
nitrat), dan nitrit (kalium nitrit dan natrium nitrit).
Penggunaan pengawet
diatas diizinkan ditambahkan dengan jumlah tidak melebihi batas maksimum dan
sesuai dengan kategori pangan. Pada peraturan Permenkes tersebut juga
disebutkan 9 jenis bahan tambahan yang dilarang
digunakan dalam makanan diantaranya Asam Borat (Boric Acid) dan Formalin yang sering
disalahgunakan.
Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik
dalam bentuk asam atau garamnya. Setiap jenis bahan pengawet mempunyai
aktivitas dan keefektifan masing-masing dalam menghambat pertumbuhan bakteri,
khamir ataupun kapang.
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang
organik karena bahan ini lebih mudah dibuat dan dipakai dalam bentuk asam
maupun garamnya seperti asam sorbat, asam propionat, asam benzoat dan asam
asetat.
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah
sulfit, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na,
atau K-sulfit, bisulfit dan metabisulft. Bentuk efektifnya sebagai pengawet
adalah asam sulfit yang tak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada tingkat
keasaman (pH) dibawah 3.
Kajian keamanan
BTP pengawt mengacu kepada sumber lembaga-lembaga yang berwenang dan dapat
dipertanggungjawabkan seperti Codex
Alimentarius Commssion (CAC), Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives (JECFA), Badan POM RI, US Food and Drug Adminsitration, Food Standard Australian and New
Zealand (FSANZ) dan
European Foods
Safety Authority (EFSA).
Berikut adalah beberapa kajian keamanan terhadap bahan
pengawet yang sering dipakai dalam produk makanan dan diketahui umum oleh
masyarakat :
Asam Benzoat
Asam benzoat
(C6H5COOH) dan garamnya merupakan bahan pengawet yang banyak digunakan secara luas pada bahan makanan yang bersifat
asam. Bahan ini efektif untuk mencegah pertumbuhan khamir, kapang dan bakteri
pada tingkat keasaman pH 2.5 – 4.0. Asam
benzoat secara alami terdapat dalam tanaman rempah-rempah seperti cengkeh dan
kayu manis dan juga buah berry.
Dalam
the Journal of the American Chemical
Society di th 1954, Dr. W. H. Stein melaporkan bahwa benzoate secara
natural dimetabolisme dengan cepat dalam tubuh manusia, diserap oleh usus dalam
bentuk asam benzoate, dimetabolisme secara cepat dalam waktu 1 sampai 2 hari
dieksresi 80% melalui urine sebagai asam hipurat dan asam benzoil glukoronat (±
10%), 0.1% melalui paru-paru sebagai CO2
dan 2% tertinggal dikarkas.
US FDA (Food Drug Administration) memuat
pengawet benzoat dalam list sebagai kategori aman atau GRAS (generally recognized as
safe). Penggunaan pada produk makanan diperbolehkan tidak
melebihi dari 0.1% atau 1000 ppm.
JECFA FAO/WHO
terahir mengevaluasi asam benzoat dan garamnya pada tahun 2002 dan menyatakan
percobaan pada tikus dalam jangka panjang tidak menunjukan unsur penyebab
kanker atau efek karsinogenik.
Asam Propionat
Asam Propionat (CH3CH2COOH) yang mempunyai
struktur yang terdiri dari tiga atom karbon tidak dapat dimetabolisasi oleh
mikroba. Hewan tingkat tinggi dan manusia dapat memetabolisasi asam propionate
ini seperti asam lemak biasa. Propionat efektif terhadap kapang dan beberap
khamir pada makanan dan minuman dengan tingkat keasaman pH diatas 5.
Asam Sorbat
Sorbat
digunakan terutama untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Mekanisme asam sorbat dalam mencegah
pertumbuhan mikroba adalah dengan mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap
asam lemak. Struktur a-diena
pada asam sorbat dapat mencegah oksidasi asam lemak oleh enzim tersebut. Sorbat
lebih aktif pada makanan dengan tingkat keasaman diatas 6.5. Sorbat ditemukan secara
alami ditanaman buah beri dan dinyatakan sebagai aman (Generally Recognize as Safe) oleh US Food Drug Administration.
JECFA FAO/WHO
terahir mengevaluasi asam sorbat pada tahun 1973 dan hasil percobaan pada tikus
dalam jangka panjang tidak menemukan efek abnormalitas atau kematian. Banyak
negara termasuk Indonesia melalui Badan POM RI, Australia (Food Standard Australian and New Zealand (FSANZ)) dan Malaysia
telah mengatur penggunaan asam sorbat tersebut.
B. Pengawetan dengan suhu tinggi
(Pemanasan)
a. Pasteurisasi
Merupakan
proses pemanasan yang dapat membunuh atau memusnahkan sebagian tetapi tidak
semua mikroba yang ada pada pangan dengan menggunakan suhu di bawah 100°C.
Pemanasan dilakukan dengan uap air, air panas, panas kering dan arus listrik. Pesteurisasi dilakukan jika:
1) Pangan tidak
tahan terhadap panas tinggi.
2) Bertujuan untuk
membunuh mikroba patogen (penyebab keracunan yang berakibat fatal).
3) Bertujuan untuk
menghambat pertumbuhan khamir.
4) Bertujuan agar
mikroba yang tidak dikehendaki mati
b.Sterilisasi
Adalah cara pengawetan dengan pemanasan produk pada
temperatur sangat tinggi. Produk disterilisasikan dengan menggunakan Ultra High Temperatur (UHT). Disini, produk
dilewatkan pemanas sampai suhu mencapai 141°C selama ±3 detik dan langsung
didinginkan kembali sampai suhu kamar. Produk yang sudah disterilisasikan
kemudian dipompa ke mesin pengisi dengan tetap dijaga kesterilisasiannya. Di
mesin ini, produk diisikan kedalam paper pack (kemasan kertas) atau botol
plastik khusus yang sebelumnya juga sudah diseterilisasikan. Paper yang sudah
berisi produk tadi lalu sealnya direkatkan dan papernya dipotong dan dibentuk
sesuai betuk kemasan Tetra Wedge oleh mesin pengemasan Tetra Wedge. Sedangkan
pada kemasan botol plastik (aseptic PET) segera ditutup dengan cap (Tutup
Botol) HDPE yang telah disterilasi. Sebelum dapat didistribusikan, produk
disimpan di ruang dengan ambient temparature (suhu ruang) selama
sekurang-kurangnya 14 hari. Jika dalam masa itu produk dapat bertahan selama 12
bulan dalam temperatur ruang. Namun jika sudah dibuka, maksimum dapat disimpan
pada 7 hari dalam pendingin dengan temperatur 4-6°C
c. Pengalengan
Pengalengan adalah proses pemanasan pangan menggunakan
wadah berupa botol, kaleng atau kemasan fleksibel. Proses terdiri dari
persiapan bahan, pemblansiran, pengisian bahan, “exhausting” atau pengusiran oksigen, penutupan kemasan dan
sterilisasi menggunakan gabungan cara pemanasan dan pH (keasaman) pangan.
Menurut pH, pangan dapat digolongkan menjadi pangan berasam rendah (pH >
4,5), pangan asam (pH 4,0-4,5) dan pangan berasam tinggi (pH < 4,0). Suhu
pemanasan bervariasi tergantung jenis pangan.
C. Pengawetan dengan suhu rendah dan Pembekuan
a. Penyimpanan
Dingin
Dapat digunakan untuk menghambat reaksi enzimatis dan
pertumbuhan mikroba, dan banyak digunakan untuk telur, daging, ikan/ kerang/
udang, sayuran dan buah-buahan. Suhu yang digunakan berkisar 0°C – 5°C.
b.
Pembekuan
Pembekuan
penting agar pangan segar dapat awet lebih lama. Laju pembekuan
tergantung pada cara pembekuan (cepat atau lambat); suhu pembekuan; dan
sirkulasi udara dingin atau refrigerant.
Kristal es yang terbentuk lebih halus sehingga kerusakan pangan pada saat “thawing” atau pasca pembekuan dapat
minimalkan. Selain itu pertumbuhan mikroba dan reaksi enzimatik dapat dicegah
karena pembekuan menghambat pemadatan air lebih cepat.
c. Pengeringan
Pengeringan
adalah proses pengawetan dengan cara mengurangi kadar air bagi kehidupan
mikroba sangat minim sehingga tidak memungkinkan bagi mikroba untuk tumbuh. Ketersediaan air atau
aktivitas air untuk pertumbuhan mikroba berperan dalam pengawetan pangan.
D. Pengawetan dengan garam, gula dan asam
Penggaraman adalah pengawetan yang telah lama dilakukan
sejak jaman nenek moyang dengan menggunakan garam dapur (NaCl). Ikan dan
sayuran biasa diawetkan dengan penggaraman bahkan untuk ikan diikuti dengan
pengasapan. Kadar garam yang digunakan berkisar 6 sampai 20 persen.
Istilah penggaraman dikenal juga sebagai fermentasi garam
atau pengasinan. Pengawetan dengan gula atau sering disebut dengan manisan
biasa dilakukan untuk buah-buahan dan susu. Kadar gula berkisar 30 sampai 40
persen. Biasanya dikombinasikan dengan asam seperti asam cuka, asam sitrat,
asam asetat dan asam laktat. Asam mampu mencegah pertumbuhan mikroba dengan
cara menurunkan pH keasaman sehingga menyebabkan rusaknya dinding sel. Kadar
asam bervariasi tergantung jenis pangan, misal “pickles”/ asinan sekitar 25 sampai 30 persen.
No comments