Kacang-kacangan
Kacang-kacangan selama ini masih
sangat kurang pemanfaatannya, dimana menurut Pola Pangan Harapan (PPH) tahun
2000, konsumsi rata-rata kacang-kacangan penduduk Indonesia adalah sebesar
35,88 g/kapita/hari, maka pemanfaatan kacang-kacangan lokal merupakan alternative sumber protein nabati yang murah dan dapat
terjangkau oleh masyarakat Indonesia (Damaryati, 2000). Indonesia
memiliki beraneka jenis kacang-kacangan yang potensinya belum sepenuhnya
tergali. Kacang merah (Phaseolus vulgaris
L.), kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dan kacang tunggak (Vigna unguiculata) merupakan jenis
kacang yang berpotensi untuk dikembangkan dalam berbagai produk industri pangan
(Husaini, 2000). Manfaat kacang-kacangan sebagai bahan pangan disebabkan karena
memiliki nilai gizi yang tinggi dilihat dari kandungan proteinnya dan vitamin
B1, sehingga dapat dikonsumsi secara langsung, sebagai
bahan makanan dan bahan baku
olahan produk industri pangan. Misalnya pemanfaatan dari kacang kedele melalui
proses pengolahan menjadi tahu, tempe ,
tauco, kecap, susu kedele, miso dan lain-lain, kacang tanah dan kacang kedele
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
minyak nabati, kacang hijau dapat dijadikan tepung hunkwe. (Fachrudin, 2000). Pemanfaatan
kacang-kacangan ini selain menaikkan nilai ekonomik kacang-kacangan tersebut
juga merupakan diversifikasi olahan kacang-kacangan yang sebelumnya hanya
dikonsumsi secara langsung (Damaryati, 2000).
Hampir semua kacang-kacangan
mempunyai kandungan protein yang tinggi dibandingkan produk pangan lainnya,
antara lain kedele (per 100 g) 34,9% , kacang hijau 22,5% , kacang tunggak
22,9%, kacang merah 29,1% (Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1997).
Kandungan protein yang cukup tinggi dari k. merah menjadikan salah satu alas an
untuk melakukan diversifikasi kacang merah tersebut menjadi kaldu nabati (miso)
kacang merah.
Kaldu nabati atau
dapat disebut juga dengan miso (kedele) dalam produk makanan siap saji
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peranannya sebagai penyedap rasa
dan pengaroma. Keberadaanya tidak jauh berbeda dengan rempah, bumbu maupun
bahan penunjang lainnya. Usaha pembuatan kaldu nabati dari kacang-kacangan,
diharapkan selain dapat berfungsi sebagai penyedap rasa dan pengaroma juga
dapat merupakan makanan funsional yang mempunyai efek terhadap kesehatan antara
lain pencegahan terhadap penyakit (kanker, kolesterol, antidiabetes, diare dll)
dan juga mempunyai kontribusi terhadap nilai nutrisi produk makanan keseluruhan
terutama kandungan protein, protein terlarut, dan asam amino.
Proses pembuatan kaldu nabati ini terdiri dari 2 tahap proses
fermentasi yaitu Fermentasi Koji dan Fermentasi Garam, dimana pada tahap
proses fermentasi koji mikroba yang berperan adalah kapang Aspergillus oryzae/ flavus dan
Rhizopus oryzae. Pada proses
fermentasi koji ini, kapang-kapang tersebut akan menghasilkan berbagai enzim
hidrolitik ekstrasellular seperti enzim proteinase, peptidase, lipase, amylase,
β-glukosidase dan juga ada beberapa komplek enzim antara lain enzim γ-glutamil
transferase (ggt) yang berperan penting untuk menentukan kualitas aroma dan
citarasa dari produk (Syarifudin, 1995). Kerja dari enzim-enzim yang dihasilkan
oleh kapang tersebut akan menghasilkan senyawa protein yang lebih sederhana,
asam-asam lemak, gula sederhana dan senyawa isoflavon aglikon. Semakin lama
waktu fermentasi akan menghasilkan citarasa, aroma dan warna yang lebih baik
(Steinkraus, 2002).
No comments