Breaking News

Tanaman yang Resisten terhadap Virus

Metode yang paling sering digunakan untuk memproduksi tanaman yang resisten terhadap virus terbuka dari observasi dimana, seringkali, tanaman yang terinfeksi oleh virus yang hampir bersifat virulen kemudian resisten terhadap superinfeksi virus yang sangat virulen dan masih berkaitan. Karenanya, infeksi yang disengaja dengan strain virus avirulen telah digunakan untuk memproduksi perlindungan pada tanaman panen. Bagaimanapun, metode tersebut tidak aman secara total, karena strain yang avirulen mungkin bermutasi untuk memproduksi strain yang patogen secara signifikan. Sebagian besar virus tanaman merupakan virus strand RNA positif yang dilapisi oleh sub unit protein (Gambar 9.14). Ketika virus tersebut memasuki sel tanaman yang terluka, proses replikasi dimulai, dimulai dari pelucutan progresif dari virus dari ujung RNA 5’. Berbagai observasi menyatakan bahwa resistensi silang antar virus terjadi karena keberadaan selimut protein virus dalam sel tanaman yang terinfeksi sebelumnya dipengaruhi oleh proses pelucutan lapisan selimut virus ini. Tentunya, tanaman transgenik, yang genomnya mengandung gen-gen protein selimut virus mozaik tembakau (TMV) yang disisipkan dan yang secara berkesinambungan mensintesis protein selimut, menunjukkan resistensi terhadap infeksi virus. Fenotif tanaman ini sesuai dengan pemikiran bahwa resistensi merupakan hasil dari terbukanya lapisan selimut partikel virus: Walaupun sel tanaman resisten terhadap partikel TMV utuh, sel-sel tersebut masih sensitif terhadap RNA TMV atau partikel TMV yang tak diselimuti protein virus.
Gen selimut protein biasanya diletakkan di belakang promoter kuat seperti promoter 35S CaMV dan dimasukkan ke dalam genom tanaman melalui sistem Ti Agrobacterium. Tanaman transgenik menunjukkan ketahanan yang signifikan terhadap TMV, virus mozaik alfalfa, virus mozaik mentimun, virus streak tembakau, dan virus derik tembakau telah diproduksi dengan cara ini. Dalam eksperimen baru-baru ini, dua gen protein selimut virus, dari virus kentang X dan virus kentang Y, dimasukkan secara serempak ke dalam kultivar kentang yang penting secara komersial, dan salah satu tanaman transgenik yang dihasilkan terbukti cukup tahan terhadap kedua jeis virus di bawah kondisi lapangan yang dites. Dalam sebagian besar sistem, tingkat ketahanan lebih atau kurang sejajar dengan tingkat selimut protein yang dihasilkan.
Pendekatan lainnya untuk menciptakan tanaman yang resisten terhadap virus melibatkan kloning gen satelit RNA. Populasi dari beberapa virus tanaman meliputi partikel subpopulasi yang menyerupai virus yang mengandung molekul DNA yang lebih kecil disebut RNA satelit. RNA satelit tidak tampak mengkode protein apa pun, tapi bereplikasi dengan enzim yang dikode untuk RNA virus normal dan kemudian dikemas ke dalam partikel yang menyerupai virus dengan selimut protein virus. Yang menarik adalah bahwa beberapa RDA satelit menghambat replikasi virus dengan kuat, sepertinya karena memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap alat replikasi virus. Sehingga saat cDNA dibuat dari satelit RNA diselipkan di antara promoter CaMV 35S dan terminator yang sesuai dan ditransfer ke dalam tanaman melalui sistem Agrobacterium, banyak tanaman transgenik menunjukkan ketahanan signifikan terhadap virus ringspot tembakau dan virus mozaik mentimun. Sebuah promoter kuat diperlukan karena RNA satelit  harus diproduksi dengan transkripsi “gen” ini. Dibandingkan dengan ketahanan yang dihasilkan oleh produksi selimut protein berlebih, jenis ketahanan ini dilaporkan lebih sulit ditangani dengan dosis virus yang lebih tinggi.
Di masa depan, dimungkinkan untuk mengambil keuntungan dari “respon hipersensitif” dengan dimana tanaman bereaksi terhadap infeksi virus, bakteri dan fungi. Satu aspek dari respon ini adalah produksi metabolit sekunder dengan berat molekuler rendah, seperti phytoalesxins (Kotak 9.2). Tampaknya peningkatan genetis dari reaksi ini akan memproduksi tanaman dengan resistensi umum terhadap agen infeksi dengan cakupan yang luas. Merupakan suatu pendekatan yang cukup sulit secara teknis, karena gen-gen yang terlibat diatur dalam cara yang rumit.
Tidak seperti hewan, tanaman tidak dapat memproduksi antibody untuk melawan mikroorganisme penyerang. Banyak tanaman memproduksi, sebagai suatu respon terhadap infeksi mikroba, metabolit sekunder dengan berat molekul rendah – fitoaleksin – yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyerang. Struktur fitoaleksin bersifat spesifik pada spesies tanaman yang menghasilkannya. Di sini kami menunjukkan dua contoh, faseolin (suatu gabungan isoflavonoid yang diproduksi oleh kacang hijau) dan rishitin (suatu norsesquiterpene yang diproduksi oleh kentang).

No comments